Esok paginya, Claire tetap berangkat ke kantor. Meskipun hari ini adalah akhir pekan, kantor tetap ramai. Mereka memang akan mendapat bonus besar jika tetap mengerjakan proyek di akhir pekan.Ketika matanya melirik ruang kerja Rainer, Claire mengembuskan napas berat. Hari-harinya kini akan hambar tanpa Rainer. Ia mulai menyadari itu.Setengah hari Claire menenggelamkan diri pada pekerjaan. Wanita cantik itu membuka jas feminimnya. Kini ia hanya mengenakan blus tanpa lengan."Tok, tok, tok."Claire mengernyit mendengar pintunya diketuk. Biasanya saat bekerja di akhir pekan, ia tidak menerima tamu."Masuk." Claire mempersilahkan.Mila melongokkan kepalanya. Gadis muda itu memakai pakaian biasa. Saat lembur, para petugas kebersihan memang tidak memakai seragam."Maaf mengganggu, Nyonya Claire.""Oh, Mila. Kamu masuk juga?"Mila mengangguk. "Saya memang masuk saat akhir pekan, Nyonya."Claire tersenyum mendengar pernyataan Mila. Mungkin selama ini ia memang tidak mengamati keadaan sekitar
Rainer tersenyum tipis pada Claire. Lelaki tampan itu mencoba bersikap santai dan menghampiri wanita cantik di sampingnya dan mengelus punggungnya. Tentu saja Claire juga menjadi salah tingkah.“Kamu di sini, My Lady?” Rainer berbicara pada Claire.Claire merespon dengan senyum canggung. Entah kenapa sekarang, mendengar nama panggilan itu rasanya aneh di telinganya. Apalagi sikap Rainer tetap penuh perhatian."Iya." Claire hanya menjawab singkat.Kemudian Claire menoleh serta menatap Mila dan keluarganya. “Mmm … maaf, kalau begitu, saya pamit dulu, ya.”“Iya. Kebetulan aku datang untuk menjemput Claire,” ucap Rainer. Ia lalu berkata pada Mila. “Nanti aku telepon, ya. Ada yang ingin aku bicarakan.”Mila langsung membalas. “Iya, Tuan. Terima kasih.”Wilma dan Arden pun turut mengucapkan terima kasih. Rainer menahan pintu saat Claire keluar. Mereka berjalan bersama dalam diam.Saat tiba di parkiran, Rainer menoleh pada wanita cantik di sebelahnya.“Aku yang menyetir. Di mana mobilmu?”Cl
Claire duduk tegak saat mendengar pernyataan sang pengacara. Seketika ia merasa kesal.“Apa kamu pikir aku membutuhkan harta Rainer?” nada suara Claire meninggi.“Bukan seperti itu maksud dari klien kami, Nyonya.” Pengacara berbicara dengan sabar.“Katakan saja pada Rainer bahwa aku tidak akan menggugat hartanya.”“Tetapi, itu semua tercantum dalam proses perceraian.”“Aku akan menghubungi pengacaraku!”Tanpa menunggu balasan, Claire segera menutup telepon. Ia melempar alat komunikasi ke sembarang arah di ranjang. Dengan wajah kesal, ia kembali berbaring dan menutup matanya.Beberapa jam kemudian, Claire baru terbangun karena merasa lapar. Ternyata sudah hampir jam sebelas siang. Ia bertanya-tanya sudah sampai mana perjalanan Rainer dan Adam saat ini.Sambil menyeret langkah ke dapur, Claire menatap telepon genggamnya. Tidak ada yang menarik hingga ia meletakkan telepon tersebut di meja.Chef penthouse sudah menyiapkan makanan di meja makan. Claire tinggal duduk dan makan dengan santa
Claire menatap punggung Brandon. Bahu lelaki setengah baya itu bergetar sedikit. Langsung saja, Claire menghampiri dan memeluk Daddy-nya.Pigura di tangan Brandon diambil alih Claire. Kemudian, ia meletakkannya kembali ke meja. Setelah itu ia masuk ke dalam dekapan Brandon.“Maafkan, Claire, Dad.” Claire mendongakkan kepalanya menatap Brandon.Brandon balas menatap wajah Claire dengan matanya yang berair. Senyum tipis terlukis di wajahnya.“Selina benar. Ia bilang, kamu akan tumbuh menjadi wanita yang mandiri, cantik dan cerdas.”“Mommy bilang begitu?”“Selalu. Terutama saat menyusui dirimu.”Kini mata Claire yang berkaca-kaca. Ia jadi merindukan sosok sang Mommy.Brandon mengambil napas banyak-banyak dan mengembuskan perlahan.“Daddy juga berjanji akan menikahimu dengan lelaki yang tampan, cerdas dan baik hati.” Suara Brandon tersendat saat mengucapkan pernyataan tersebut.“Maafkan, Claire yang telah mengecewakan Daddy dan Mommy.” Air mata Claiare sudah tak terbendung lagi. Pipi mulu
Claire merengut mendengar ucapan Brandon. Tangannya mengepal, lalu memukul-mukul pelan lengan bagian atas lelaki di sampingnya."Daddy jahat!" Claire mencebik."Lho, memang iya sebentar lagi kamu akan menjadi janda kembang.""Tapi, Claire nggak mau dipanggil begitu.""Yaa ... sekarang sih belum karena di akhir pekan semua urusan administrasi negara libur. Hari Senin, kamu akan menyandang gelar baru itu." Brandon berucap sambil mengembuskan napas berat."Bagaimanapun, Claire harus siap menerima konsekuensi itu, ya, Dad?" Claire memeluk Brandon dari samping."Konsekuensi atas kenakalanmu!" Brandon balas memeluk tubuh sang putri.Untuk beberapa saat mereka hanya terdiam dalam pelukan masing-masing. Saat ini, Brandon menyesal jarang sekali memberikan perhatian seperti ini pada putrinya. Ia juga sempat termakan emosi saat Claire tidak merestui pernikahannya dengan Andrea.Ketika itu, Claire malah tidak pernah mau diajak berkumpul bersama. Ia benar-benar seperti orang asing di mansion orang
Lunar tersipu malu. Lalu mengangguk. Ia dan Matt saling melirik dan memberi kode untuk berbicara."Ya, Kak. Bulan ini usia kehamilan Lunar sudah masuk bulan kelima." Lunar tersenyum seraya menatap dan mengelus perutnya."Oh. Maaf, aku tidak tau. Selamat, ya, Lunar, Matt. Semoga lancar persalinannya nanti." Claire berucap tulus.Lunar dan Matt serentak membalas dengan berkata terima kasih. "Kami sengaja tidak mengumumkan kehamilan Lunar karena Lunar tidak ingin orang-orang beralih fokus dari pernikahanmu ke berita kehamilannya." Brandon mengucapkan alasan.Claire langsung merasa tidak enak hati. Padahal pernikahannya hanya pura-pura. Wanita itu hanya mengulum senyumnya."Aku tidak sadar kamu hamil sejak aku kembali ke sini." Claire bertanya pada adik tirinya. "Apalagi kamu sering menggunakan pakaian longgar.""Iya, Kak. Memang perutku tidak terlalu besar. Dokter bilang nanti setelah tujuh bulan baru akan terlihat jelas."Claire mengangguk mengerti. "Aku ikut senang."Mereka melanjutka
Claire melihat ketulusan hati Andrea. Wanita yang kini menjadi istri Daddy-nya itu berkata, Brandon memang tidak pernah menjanjikan cinta. Brandon berkata cintanya telah terisi penuh oleh mendiang sang istri.Namun begitu, Andrea mengaku merasakan kasih sayang yang Brandon berikan padanya dan Lunar. Buat Andrea yang telah menjanda sejak lama, ia cukup merasa mendapatkan jaminan perlindungan dan perhatian. Ia tidak akan menuntut lebih dari itu.Setelah Andrea keluar dari kamar utama, Claire membaringkan tubuhnya di ranjang. Memeluk selimut yang membungkus dirinya. Bergumam bahwa dirinya adalah wanita kuat dan bisa mengatasi masalahnya sendiri.Meski begitu, air mata kembali membasahi bantalnya.“Claire,” bisik seseorang.Claire menggeliat. Ia hanya mengerutkan sedikit kening. Hingga kemudian ia merasakan rambutnya dielus terus-menerus.Mata Claire memicing pada sosok di sampingnya. Berpakaian putih panjang. Bentuk wajah cantik itu mirip dirinya, juga rambut panjangnya. Tangan yang puti
Claire bangkit dari ranjang. Membilas dirinya tanpa lama. Dengan masih berbalut mantel mandi, ia menggunakan skincare dan make up tipis untuk bekerja.Setelah selesai mengeringkan rambut, Claire beranjak ke walking closet. Pakaian, perhiasan dan aksesoris Selina masih lengkap di sana. Brandon memang mengatakan semua barang-barang milik Selina akan diwariskan langsung untuk Claire.Meskipun telah bertahun-tahun ditinggalkan sang pemiliknya, benda-benda di walking closet itu tampak sangat terawat. Tidak ada debu yang menempel.Claire memilih salah satu pakaian dan mengenakannya. Ia tersenyum menatap bayangannya di cermin. Ukuran Selina ternyata pas di tubuhnya.Wanita cantik itu melenggang keluar kamar utama. Di ujung lorong, ia menangkap sosok Brandon yang berdiri terpaku ke arahnya. Claire menghampiri sang Daddy.“Dad, selamat pagi.” Claire menyadarkan Brandon yang menatapnya tanpa jeda.“Claire?”Claire terkekeh. “Memangnya Daddy pikir aku siapa?”“Selina,” gumam Brandon pelan.Clair