Rainer keluar dengan wajah geram. Langkah panjangnya berderap ke ruang kerja Dion.Para pegawai terlihat takut melihat ekspresi pimpinan mereka. Rainer terkenal sebagai lelaki ramah dan santun. Namun saat ini wajahnya sangat tidak bersahabat."Keluar!" Rainer mengusir sekertaris Dion yang sedang berada di dalam ruang kerja sang sahabat.Wanita yang tidak muda lagi itu tertegun sesaat. Ia lalu mengambil catatannya dan menunduk saat melewati Rainer."Apa lagi yang membuatmu marah kali ini, King?" desah Dion. "Sudah kubilang kau jadi mudah marah setelah menikah."Singkat, padat dan jelas, Rainer menceritakan apa yang baru saja ia bicarakan dengan Stella. Lelaki itu bercerita dengan tangan tak bisa diam dan kaki yang mondar-mandir di depan meja sang sahabat."Aku punya alasan untuk marah, bukan?"Dion tidak menjawab. Ia segera mengecek CCTV. Benar, pada tayangan perekam itu mereka melihat Stella berdiri di depan pintu yang terbuka sedikit. Lelaki itu menggeleng tak percaya."Selain kamu,
Rainer terharu. Meskipun ia tau, wanita di hadapannya adalah Claire yang berbeda. Tetapi, tetap saja ia membuncah bahagia.Wajah Claire yang bersih, tersenyum tulus. Lelaki itu menangkup dua tangannya di wajah sang istri. Dahi mereka kini saling menempel.“Aku juga mencintaimu, Claire, My Lady.”Rainer mendesah. Masa bodoh dengan nanti. Buatnya yang penting hari ini ia dan Claire mengukir sejarah dalan hidup bahwa akhirnya mereka mengaku saling mencintai.Mereka berpelukan erat. Hingga Rainer melonggarkan pelukannya agar ia bisa menatap wajah cantik itu. Mata mereka saling menatap.“Tetaplah seperti ini, My Lady. Karena aku juga tidak akan berubah. Akan selalu ada rasa cinta untukmu di hatiku.”Untuk beberapa saat, mereka terlena oleh kata-kata manis. Pujian yang tidak pernah mereka ucapkan selama pernikahan. Rasa yang baru mereka dapati ketika salah satu dari mereka berubah sifatnya.Claire merasakan kedekatan baru. Kenyamanan yang ia dapatkan dari pelukan Rainer. Kasih sayang dan ci
Claire semakin mesra dengan Rainer. Mereka terlihat begitu romantis saat berdua. Saling memberikan perhatian tanpa malu di depan banyak orang.Semakin hari, ingatan Claire semakin membaik. Trauma yang ia alami pun mulai memudar. Bahkan, ketika hujan turun, Claire sudah tidak terlihat panik.Itu semua dirasakan Claire karena kehadiran Rainer. Lelaki itu selalu siap mendampingi dan membantu kapan dan di mana saja.Kehangatan pasangan tersebut tentu saja membuat Stella semakin meradang. Apalagi Rainer terang-terangan menabuh genderang perang dengannya. Stella semakin membenci Claire.Seperti saat ini. Di ruang pertemuan. Mereka sedang membahas pengeluaran untuk menanam benih tanaman di musim dingin. Claire dengan santai hanya menatap laptopnya.Namun begitu, sesekali, Rainer memberikan perhatian dengan mengusap punggung, pipi bahkan mengelus rambut sang istri. Stella benar-benar muak.“Stella, tolong kamu buat perkiraan biaya yang Papa butuhkan. Segera.” Adam memerintah pada Stella.“Ya
Claire mengangguk. Bersama Stella ia memang merasakan aura negatif. Berbeda jika ia berada di dekat Rainer.Nyaman dan aman. Entah benar atau membual yang dikatakan Stella, Claire tak perduli. Apalagi, statusnya sekarang memang istri Rainer.Mereka bergandengan tangan melewati para pegawai, termasuk Stella. Seperti biasa Claire diperlakukan penuh perhatian dan romantis saat akan naik ke mobil."Kenapa kita tidak naik motor lagi?" tanya Claire saat Rainer membantunya memasang tali pengaman."Cup." Rainer mencium pipi istrinya."Menurut prakiraan cuaca, siang ini akan turun hujan, My Lady. Jadi, lebih aman kita naik mobil," jelas Rainer."Oh. Oke."Claire menikmati pemandangan di jalanan. Tiba-tiba telapak tangannya diraih Rainer. Lelaki itu menciuminya lalu meletakkan tangan Claire di pahanya."Tanah ini akan dibiarkan kosong selama musim dingin." Rainer berkata seraya mengelus tangan di pahanya."Sayang sekali. Selama musim dingin lahan terbuka begini sulit ditanami, ya?""Iya.""Ken
Akh. Di mana-mana ada Stella.Senyum Claire langsung memudar. Rainer menyadari ketegangan sang istri. Tangannya langsung mengusap lembut punggung Claire.“Stella di sini, Bibi?” Rainer bertanya pada Bibi-nya.Agnes menggeleng. “Oh, tidak. Tetapi ia akan datang berkala untuk mengantar sayuran. Terkadang kalau kemalaman, ia menginap. Itu sebabnya Stella memiliki stok pakaian di sini.”Setelah mendengar penjelasan Agnes, Claire menghela napas lega. Ia merasa lebih baik menghindari Stella.“Begitu. Aku pikir salah satu pekerja yang mengantar sayuran ke sini.” Rainer bertanya penasaran.“Awalnya begitu. Tetapi, sejak kamu ke luar negeri, ia mengantar sendiri. Untuk mengurangi kebosanan katanya.” Agnes tersenyum sedikit sambil melirik Claire.“Aku tidak tau.” Rainer membalas sambil menggandeng tangan istrinya masuk ke restoran.“Anak itu rajin sekali. Setelah mengantar, ia juga yang akan mengurus pembayaran. Semua dilakukan sendiri.”Pujian Agnes untuk Stella justru membuat Rainer curiga. T
Rainer tersentak kaget. Ia langsung menepikan kendaraannya. Kemudian duduk menyamping menghadap Claire.“Kapan ia berkata begitu, My Lady?”“Tadi pagi. Kami bertemu di toilet. Aku bertanya kenapa ia terlihat sangat tidak menyukaiku.”“Lalu?”“Stella bilang karena kamu adalah calon suaminya. Semua orang terkejut ketika kamu kembali dengan membawa seorang istri.”“Kamu tau, Stella terlampau dekat dengan keluargaku sehingga membuat ia dan orang-orang berpikiran begitu. Sesungguhnya, aku tidak pernah melamarnya untuk menjadi istriku,” jelas Rainer panjang lebar.“Ya. Stella memang selalu ada di mana-mana di dekat keluargamu,” gumam Claire.Wanita itu lalu mengungkapkan bahwa ia merasa seperti wanita yang merebut kekasih wanita lain. Rainer dengan cepat menggeleng dan menghibur sang istri. Berkali-kali mengatakan bahwa tidak ada perasaan apa-apa untuk Stella.“Tetapi, Stella bilang bahwa kamu juga mengatakan bahwa kamu mencintainya.” Claire kini menatap tajam mata sang suami.Gelengan kepa
Claire adalah wanita cerdas. Potongan-potongan memori berhasil ia rangkum sendiri. Ia juga mendesak otaknya untuk bekerja sama memulihkan ingatan.Ya. Kini, Claire paham apa yang sedang terjadi. Apa yang ia lakukan di daerah Conrad. Bagaimana ia bisa mengalami kecelakaan dan penyebabnya.Satu yang ia sesali. Dari semua keadaan, Rainer memilih bungkam tentang kenyataan pernikahan mereka. Apa pun alasannya, Claire tidak terima.“My Lady, dengarkan …. ““Stop,” potong Claire. “Jangan panggil aku dengan nama itu. Aku tidak suka!”“Aku sudah memanggilmu seperti itu sehari sebelum kita menikah.” Rainer menolak santun.“Masa bodoh!”Perasaan Claire terluka. Ia kini tak tau harus percaya pada siapa. Yang ia inginkan adalah kembali ke tempat tinggalnya sendiri.Wanita itu beranjak ke lemari pakaian. Mengangkat dan membuka kopernya. Lalu, dengan cepat menjejalkan semua pakaian miliknya ke dalam koper.Saat sedang bergegas, sepasang lengan kokoh memeluknya dari belakang. Claire memberontak. Namu
Malam itu adalah kali pertama, Rainer tidur di sofa. Perdebatan dengan Claire selesai dengan keputusan yang tetap dianggap tidak sesuai dengan keinginan. Claire melempar bantal dan meminta Rainer tidak tidur seranjang dengannya.Sebenarnya, Claire tidak tega. Sofa itu ternyata kecil untuk menampung tubuh besar Rainer. Lagipula, bukankah ini rumah tinggal pribadi milik Rainer dan ia berbuat semena-mena pada sang pemilik.Claire mengembuskan napas kasar. Kenapa Rainer tidak pindah saja tidur di kamar lain? Claire bertanya-tanya di dalam hati.Pagi harinya, Rainer bangun lebih dulu. Ia langsung menuju kamar mandi. Lelaki itu berdiri di bawah pancuran air dingin.Rainer keluar dengan telah menggunakan pakaian. Saat itu, Claire sudah bangun. Ia tampak sibuk dengan telepon genggamnya.Melihat Rainer telah selesai menggunakan kamar mandi, Claire masuk ke kamar mandi. Setengah jam kemudian, wanita keluar.Pakaian yang dikenakan Claire membuat Rainer terpana. Blus halus polos lengan pendek den