'Tasya,' batin Varo sambil membelalakkan matanya saat mendengar jeritan itu.
Dengan langkah perlahan dan sedikit mengendap-endap, Varo pun menghampiri Tasya, dan saat melihat apa yang terjadi."Astagfirullah, Tasyaa ...."***Tasya menyayat pergelangan tangannya dengan sebuah cutter yang tadi ia ambil dari kedai.Perlahan, darah segar pun mulai mengalir dari pergelangan tangannya yang tersayat itu bersamaan dengan air mata yang mengalir deras dari manik matanya.Tak lama Tasya pun ambruk dan terduduk disana."Astagfirullah, Tasya," ucap Varo sambil terkejut.Varo pun segera berjongkok di depan Tasya dan bermaksud mengambil cutter yang di pegang olehnya. Namun, tangannya kalah cepat karena Tasya berhasil mengacungkan cutter itu persis ke hadapan Varo.Varo pun lalu melangkah mundur sambil memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh Tasya."Pergi, sana! Ngapain kamu disini!" seru Tasya menyuruh Varo pergi.Varo pun menggeleng pelan dan hal itu membuat Tasya semakin murka."Pergi, gak!" seru Tasya kembali sambil mencoba bangkit dari duduknya.Varo pun bangkit, mengikuti Tasya.Tasya terus mengacungkan cutter nya kepada Varo sambil terisak sampai akhirnya, cutter itu pun terlepas dari pegangannya, dan saat itu pula Varo pun dengan sigap segera menghampiri dan memeluk tubuh Tasya."Pergi! Pergi sana," ucap Tasya memberontak sambil memukul-mukul dada Varo."Ngga! Aku gak bakal pergi dengan keadaan kamu kek gini!" ucap Varo dengan tegas sambil mengeratkan pelukannya."Lepas! Lepasin gak!" Berontak Tasya di pelukan Varo.Tasya terus memukul-mukul dada bidang Varo berharap pelukan itu akan lepas, namun yang terjadi, justru Varo makin mengeratkan pelukannya dan mencium keningnya."Nggak! Aku gak bakal lepasin kamu!" seru Varo.Perlahan pukulan yang dilakukan Tasya pun mulai mengendur dan lama kelamaan ia pun akhirnya berhenti.Tangisan Tasya juga perlahan mulai berhenti dan menyisakan isakan - isakan kecil saja.Mengetahui Tasya yang mulai sedikit tenang, perlahan Varo pun mengendurkan pelukannya.Matanya tertuju pada luka yang tadi Tasya buat. Dan dengan cekatan ia pun menutup luka itu dengan merobek sebagian ujung kemejanya."Sya," lirih Varo setelah melihat Tasya yang sedikit tenang.Varo pun menghapus sisa-sisa air mata Tasya, berharap ia akan berhenti keluar."Jangan nangis lagi. Jangan nangisin dia yang udah bikin kamu terluka," lirih Varo lembut.Varo pun mengangkat dagu Tasya, dari sini mata keduanya pun nampak bersibobrok.Deg.Seketika Tasya pun diam terpaku. Manik mata elang yang diperlihatkan Varo membuat dirinya membeku dan juga terdiam.'Mata ini ... kenapa sama Varo?' batin Tasya di dalam hatinya.Tasya pun mencoba membuang pandangannya ke arah samping, namun lagi-lagi Varo mengambil wajah Tasya dan tak lama Varo pun mendaratkan bibirnya di bibir Tasya.Sontak, Tasya pun terkejut dengan apa yang dilakukan Varo saat itu. Rasanya ingin berontak namun tak bisa. Beruntung, Varo hanya sebentar saja melakukan ciuman itu karena setelah itu ia pun langsung melepaskannya."Sya, apa yang kamu lakukan ini enggak akan merubah keadan yang udah terjadi," ucap Varo kemudian."Apa maksud kamu?" tanya Tasya masih tak paham."Sya, mau kamu nangis kaya gini pun, pernikahan mereka tetap berlangsungkan? Lalu, untuk apa kamu bersusah payah untuk mengambil nyawamu sendiri? Lebih baik, energimu disimpan aja buat membalas perbuatan mereka,” ucap Varo memberikan saran.Tasya masih diam mencoba mencerna apa yang diucapkan oleh Varo. Otaknya berpikir sejenak dan merasa apa yang diucapkan Varo itu benar, tapi hatinya seakan berontak. Entah apa yang harus ia lakukan kini.Hidupnya memang benar-benar hancur saat ini."Untuk itu, aku di sini akan bantu kamu membalas perbuatan mereka," ucap Varo.Tasya masih diam sambil memperhatikan manik mata Varo. Perlahan ia mulai mengingat siapa sosok pemilik mata elang itu.Namun, dirinya masih tak paham, kenapa mata elang itu ada di dalam diri Varo.Tasya pun kembali tertunduk, memainkan jari jemarinya dan melihat ke arah tangannya yang tadi terluka.Masih ada sedikit darah yang merembes di sela-sela kain itu sehingga menimbulkan bercak merah di luarnya.“Gimana sama tawaran aku, Sya?” tanya Varo kembali memastikan.Tasya yang masih nampak bimbang itu akhirnya mengangguk setuju."Aku gak punya pilihan lain lagi, Var. Kamu benar, pasti Bagas dan Keysa akan lebih bahagia kalau sampai lihat aku gagal nikah dan hidup aku hancur kek gini. Terima kasih udah mau bantuin aku," lirih Tasya dan mendapat anggukan dari Varo.“Bagus. Tunjukkan pada mereka berdua bahwa kamu bisa lebih bahagia sama aku," ucap Varo penuh keyakinan.Tasya pun hanya bisa mengangguk pasrah lalu mengajak Varo untuk pulang dan bertemu sang Papa.Keduanya pun berjalan beriringan satu sama lain. Varo terus menggenggam tangan Tasya karena takut Tasya akan berbuat macam-macam lagi.“Var, bisa lepas tangan aku? Sepertinya gak nyaman digandeng gini,” ucap Tasya.“Maaf, Sya, gak bisa. Aku harus pastiin kamu gak berbuat macam-macam lagi!” ucap Varo tanpa menoleh sama sekali kepada Tasya.“Ta – tapi,”"Tak ada tapi - tapian!" seru Varo dengan sedikit ketus, bahkan tanpa menengok sedikit pun ke arah Tasya.Tasya pun hanya bisa menghembuskan napasnya kasar dan tak berani berontak lagi.Ia membiarkan Varo menggandeng tangannya hingga mereka tiba di parkiran.Setelah menstarter motornya dan menyuruh Tasya untuk naik, perlahan motor pun mulai bergerak meninggalkan kawasan hutan pinus.Hening pun melanda mereka selama di atas motor itu. Baik Tasya maupun Varo tak ada niat untuk memulai obrolan mereka, keduanya nampak kalut dengan pikiran masing-masing.Merasa sedikit jengah dan khawatir, Varo pun membenarkan kaca spion motornya menghadap Tasya agar ia bisa memantau apa yang dilakukan oleh wanita itu.Tak lama, motor pun akhirnya berhenti di sebuah klinik yang berada di sana."Kok berhenti di sini, gak jadi pulang?" tanya Tasya sedikit penasaran."Iya, kita berobatin tanganmu dulu,," jawab Varo sambil memarkirkan motornya."Gak usah, lukaku kecil kok, tenang aja," ucap Tasya berusaha meno
"Kenapa, Bu? Apa ada yang salah?" tanya Tasya sedikit bingung saat melihat ibu tadi tertawa."Nggak ada kok, Mbak, hanya aja, kok kaya kasian ya," ucap Ibu itu kembali."Kasian kenapa, Bu?" tanya Tasya sedikit penasaran.Sebenarnya, perasaannya sedikit tak enak saat melihat ibu itu dan beberapa ibu lainnya yang nampak tertawa meremehkannya."Gak papa kok, Mbak. Semoga bisa bahagia ya sama Mas Varo. Gak nyangka aja sih, kok bisa-bisanya Mbak nyia-nyiain Mas Bagas yang udah mapan dan lebih memilih Mas Varo yang cuma penyanyi cafe itu," ucap Ibu tersebut sambil tersenyum meremehkan."Ma -- maksud ibu apa?" tanya Tasya nampak tak paham."Ya ilah, Mbak, gak perlu berkelit lagi, kita semua udah tau kok yang sebenarnya kalau Mbak itu yang selingkuh di belakang Mas Bagas. Ya ampun, gak nyangka yah kalau ternyata seleranya sedikit lebih rendah haha," ucap Ibu tersebut.Beberapa ibu yang lain pun nampak menimpalinya.Semua sama, menyalahkan Tasya yang 'katanya' berselingkuh di belakang Bagas de
Varo pun mengucapkan kalimat ijab itu dengan tenang dan tegas.Setelah mengucapkan itu, pandangan Varo pun lalu beralih pada Tasya yang dari tadi nampak memandang nya.Namun, saat Varo mengarahkan pandangannya, Tasya pun segera memalingkan wajahnya ke arah samping.Varo pun hanya tersenyum sekilas karenanya dan kembali melanjutkan proses itu.Setelah melafalkan doa, kini tibalah pemberkasan. Beruntung, tak ada masalah saat melakukan pemberkasan itu meskipun nama mempelai prianya berganti.Setelah melakukan pemberkasan, kini tiba saat keduanya pun menyematkan kedua cincin mereka.Dengan perasaan yang berdebar, Varo pun menggapai lengan kanan Tasya dan mulai memasukkan cincin itu ke jari manisnya. Tasya pun melakukan hal yang serupa, memakaikan cincin di jari manis Varo dan kemudian menyalami lengan lelakinya itu."Makasih, Mas," ucap Tasya sambil tersenyum tulus dan hanya dibalas sebuah kecupan hangat di pucuk kepala Tasya.Mendapat perlakuan seperti itu, sungguh membuat wajah Tasya na
Tasya mengecup pelan pipi Varo, namun hanya sebentar saja, setelah itu ia memalingkan wajahnya ke sembarang arah sambil menahan rasa malu yang sedikit mendera.Varo yang mendapat serangan tiba-tiba itu, menjadi terkekeh sendiri dan tak kuat jadinya jika tak meledek sang istri.“Cie, ada yang udah gak sabar nih nunggu nanti malem,”ledek Varo kepada istrinya.“Apaan sih, Mas,” gerutu Tasya sambil menutup wajahnya dengan tangan yang lantas membuat keduanya tertawa geli karenanya.Tak terasa, waktu pun berlalu dan malam pun mulai menyapa. Acara di malam hari nampak lebih meriah dibanding dengan siang hari tadi, karena ada banyak teman Tasya yang baru hadir disana.Tak hanya itu, teman-teman musik Varo pun banyak yang hadir kembali meskipun tadi mereka sudah kesana. Hal itu, karena atas permintaan Varo agar acaranya tetap ramai.Acara itu pun akhirnya berakhir pukul 21.00 WIB. Sangat jauh di luar perkiraan Tasya yang hanya akan berakhir sebelum jam 18.00 WIB.Selama itu pula tak henti-hent
"Ngeselin banget sih, main tinggal tidur aja tuh orang," gerutu Tasya kesal saat melihat Varo yang sudah terlelap di kasurnya itu."Haish, aku belum ngantuk, tapi ya udahlah." Tasya pun akhirnya memilih untuk segera tidur meskipun saat itu ia belum benar - benar mengantuk.Setelah beberapa saat, akhirnya Tasya pun bisa memejamkan matanya dan menyusul Varo menuju alam mimpinya.Pagi pun mulai menyapa, sekitar pukul 06.00, Tasya mulai membuka matanya dengan perlahan dan merasa ada sesuatu yang melingkar di area perutnya. Ia merasa seperti sedang di peluk oleh seseorang dari belakang dan benar saja setelah ia mulai tersadar ternyata lengan Varo sudah melingkar sempurna disana."Aaarggh!" seru Tasya setengah berteriak."Varo lepasin gak!" seru Tasya kembali sambil menyingkirkan lengan Varo dengan sedikit kasarTasya pun segera bangkit dari tidurnya dan mengguncangkan tubuh lelaki yang ada disampingnya itu.Karena guncangan yang cukup keras, perlahan Varo pun membuka matanya dan terbangun.
Varo nampak mengaduh kesakitan saat kakinya di injak oleh Tasya."Maafin ucapan Mas Varo, Kak," ucap Tasya merasa bersalah dan hanya mendapat senyuman dari Sang kaka ipar."Santai aja, Sya, wajar kok, Varo kan baru masuk ke keluarga kita, dan aku gak marah. Aku emang belum di kasih kepercayaan sampe sekarang meskipun kita udah 5 tahun nikah, mungkin karena emang sakit aku juga," ucap Keysa dengan lirih."Kakak sakit? Sakit apa?" tanya Varo sedikit penasaran."Kanker sumsum tulang belakang, dan sekarang lagi proses kemoterapi. Aku udah nyuruh Revan buat cari istri baru biar dia bisa punya anak tapi gak mau," jawab Key sambil tersenyum.Namun, jawaban dari Key malah membuat raut wajah Revan sedikit masam."Kamu tuh ngomong apa sih, sampe kapan pun aku gak akan pernah ya nyari istri baru lagi. Gak punya anak gak masalah, yang penting aku cuma mau menua sama kamu," ucap Revan dan hanya mendapat senyuman saja dari Key."Bucin banget kamu, Mas sama aku haha," kekeh Key sambil tersenyum.Sen
Kedua lelaki yang ada di depannya itu nampak menghembuskan napasnya dengan kasar.Mereka pun lalu mengeluarkan sebuah kertas dan memberikannya kepada Varo."Coba Bapak lihat disini saja," ucap lelaki itu.Varo pun lalu mengambil dan memeriksa kertas yang diberikan oleh lelaki itu dengan seksama. Ternyata, kertas itu adalah sebuah nota hutang atas nama dirinya dengan nominal tiga puluh juta rupiah."Ti -- tiga puluh juta," lirih Tasya sambil memelototkan matanya saat melihat tagihan itu.Tagihan itu pun persis seperti mahar yang kemarin diberikan oleh Varo kepada dirinya."Tu -- tunggu sebentar, saya akan ambil uangnya," ucap Tasya setengah tergagap yang mampu membuat Varo sedikit terkejut.Tasya pun segera melepaskan lengan Varo dan hendak beranjak menuju rumahnya. Namun, baru saja hendak berbalik, lengannya kembali di cekal oleh Varo."Ambilin hp saya, tolong," pinta Varo."Ta -- tapi ...," ucap Tasya tergagap dan mendapat gelengan dari Varo."Ambilin cepet!" titah Varo sedikit mena
"Mas?" tanya Tasya lirih."Masuk yuk, udah kelar urusannya kok," ucap Varo mengalihkan pembicaraannya dan segera menggandeng lengan wanitanya itu untuk masuk ke dalam kamar mereka.Untuk sesaat keduanya nampak hening, tak ada percakapan satu sama lain. Keduanya nampak sibuk dengan hpnya masing - masing sehingga makin lama membuat Tasya sedikit jengah."Mas, mau nanya sesuatu boleh?" tanya Tasya penasaran."Apa?" tanya Varo balik sambil mengubah posisi duduknya berhadapan dengan sang istri."Mas itu sebenarnya kerja apa? Terus kok Pak Daren kek rada sungkan gitu ke kamu?" tanya Tasya sedikit ingin tahu.Varo pun hanya tersenyum lalu membelai lembut pipi Tasya."Untuk sementara, jangan mau tau dulu ya. Nanti, kalau udah waktunya, aku juga bakal bilang kok siapa aku," ucap Varo sambil tersenyum."Tapi, Mas ---,"Belum sempat Tasya menyelesaikan ucapannya, bibirnya sudah lebih dulu di kunci oleh bibir Varo.Awalnya, Tasya nampak berontak, namun lama - lama ia pun nampak pasrah. Apalagi,
"Mbaknya tau lampu ayam yang kuning itu gak?" tanya Key dan mendapat anggukan dari mereka berdua."Lampu ayam itu nanti taruh ditengahnya, Mbak. Posisinya pasin sama perut si dedek. Terus, nanti pas tidur, matanya dikasih penutup mata biar gak silau. Lampunya nyalahin aja jangan dimatiin," jelas Key."Lah, bisa begitu, Mbak?" tanya lelaki itu sedikit tak percaya."Iya. Keponakan saya kebetulan pas lahir kadar bilirubinnya sedikit tinggi dan disuru inkubator terus jadi pake itu. Saya juga tau itu dari anak tetangga yang lahir prematur, Mbak," jawab Key sambil tersenyum."Berarti, emang udah pernah nyoba ya, Mba? Terus hasilnya gimana?" tanya lelaki itu kembali."Alhamdulillah normal semua. Pas kontrol minggu depannya udah normal semua, jadi lampu ayamnya langsung di lepas," jawab Key dan mendapat anggukan dari orang itu.Kedua orang itu pun lalu mengucapkan terimakasih kepada Key karena sudah dibantu.Tak lama setelah itu, Revan pun kembali ke kamar dan mereka pun bersiap untuk pulang.
Revan hanya terkekeh lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sementara Key nampak tertawa geli setelah melihatnya."Ciee, ketemu pembacanya Mas Gerry tuh, Mas," ledek Key sambil terkekeh geli."Jadi beneran, Masnya itu Coco Nut?" tanya wanita itu kembali dan langsung mendapat anggukan dari Revan."Wah, seneng banget ketemu penulis aslinya. Bisa dong, minta tanda tangannya," ucap wanita itu kembali."Waduh, jangan lah, Bu. Malu saya," ucap Revan sambil menggelengkan kepalanya pelan."Haha gak apa-apa, Mas. Padahal, saya udah baca ceritanya di aplikasi hijau, tapi tetep pingin baca bukunya juga," ucap wanita itu kembali sambil tersenyum."Masya Allah, makasih ya, Bu, udah mau baca. Terimakasih udah mau beli bukunya juga, soalnya dari sana saya bisa punya uang lebih," ucap Revan merasa bersyukur dan mendapat anggukan dari wanita itu."Iya, Mas, sama-sama. Semangat berkaryanya ya, Mas," ucap wanita itu kembali.***Malam pun mulai menyapa, keadaan Key pun sudah membaik dan diperbolehkan untuk
"Abang!" seru Tasya dan Varo secara serempak.Namun, Revan hanya menggendikkan bahunya saja dan segera berlalu menuju mobilnya.Ia pun memilih untuk segera kembali ke rumah sakit karena takut sang istri kenapa - napa.Setibanya di rumah sakit, nampak Key yang masih terlelap. Revan pun membelai lembut pucuk kepala sang istri dan menciumnya perlahan.Key sama sekali tak bergeming, mungkin ia sedikit lelah jadi Revan membiarkannya saja untuk tidur.Revan pun memilih untuk membuka tabnya dan mulai mengetik. Namun, hanya sebentar, karena orang di seberangnya memanggil dirinya."Sibuk, Mas?" tanya pria itu ramah."Ndak, Pak," jawab Revan ramah lalu segera meletakkan tabnya di atas nakas.Revan pun segera mengalihkan pandangannya kepada pasien di samping sang bapak yang masih terlelap sama seperti Key."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Revan ramah."Istri saya, Mas, abis keguguran," jawab pria itu sendu.Revan nampak mengernyitkan dahinya saat melihat pasien itu. Istrinya? Tapi kenapa terlihat
"Saya kenapa, Dok?" tanya Key sedikit panik sambil tangannya mengeratkan pegangannya kepada Revan.Revan pun menggeleng pelan sambil melihat layar itu dengan seksama."Seperti ada dua, Dok," jawab Revan cepat dan mendapat anggukan dari sang dokter."Benar, Pak. Sepertinya ada dua, tapi nanti kita pastikan lagi setelah 12 minggu ya, Pak. Karena disini belum terlalu jelas, mungkin karena usia kandungannya masih 8 minggu," jelas Dokter Farel yang langsung membuat Key begitu terkejut."Be -- berarti, apa kemungkinan saya hamil kembar, Dok?" tanya Key memastikan dan mendapat anggukan dari sang dokter.Key pun lalu menutup mulutnya dan lagi, air matanya mulai kembali turun."Ya Allah, kembar, Mas, kembar," lirih Key sambil sedikit tersenyum.Revan hanya mengangguk karena ia pun tak tau harus bilang apa. Ia benar - benar bahagia dengan kabar yang ia dengar saat ini."Selamat ya, Pak, Bu. Nanti, kita pastiin lagi 4 minggu lagi yah. Sekarang, waktunya kita dengar denyut jantungnya si dedek ya,
Setelah semua berkas selesai diurus, keduanya pun kini segera pindah menuju ruang inap.Revan memilih ruang rawat kelas 2 agar mereka ada temannya. Biasanya jika kelas 2 terdiri 4 bed sehingga ada teman mengobrol. Dan benar saja, disana sudah ada 2 orang lainnya yang mungkin sudah terlelap.Sesampainya disana, Revan pun kembali membelai lembut pucuk kepala Key yang sedang rebahan itu dan mengecupnya beberapa kali."Ya Allah, aku masih gak percaya dengan semuanya," lirih Revan pelan.Air matanya kembali keluar tanpa di komando, entah mengapa dirinya menjadi sedikit cengeng saat mengetahui sang istri hamil.Key pun tersenyum lembut dan segera menghapus air mata sang suami."Rejeki anak itu,.gak ada yang tau, Mas. Mungkin, ini balas untuk kita, karena udah belajar ngerawat Yudha, jadi kita dikasih mainan sendiri. Jangan nangis lagi ya, Mas, cengeng banget kamu," lirih Key lembut dan mendapat anggukan dari Revan.Revan pun terdiam sebentar lalu menarik kursinya agar ia bisa duduk tepat di
"Mas," lirih Key pelan sambil membuka matanya.Kepalanya terasa sedikit berat dan juga pusing. Apalagi, ditambah cahaya yang begitu menyilaukan saat dirinya membuka mata.Revan yang saat itu duduk disebelahnya pun segera mengalihkan pandangan ke sang istri dan segera bangkit dari duduknya lalu mencium kening sang istri."Mas disini, Dek. Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Revan lembut dan mendapat anggukan dari Key."Apa aku dirumah sakit lagi kah?" tanya Key pelan dan mendapat anggukan dari Revan.Key pun menghembuskan napasnya berat, selalu saja seperti ini. Padahal, ia sudah dinyatakan sembuh dari kanker yang di deritanya, tapi tetap saja, ia kadang masih harus keluar rumah sakit jika kelelahan dan pingsan."Maafin adek, Mas. Adek selalu aja ngerepotin kamu, Mas," lirih Key sendu dan mendapat gelengan dari Revan."Kamu gak pernah sekalipun ngerepotin Mas, Dek. Mas malah bersyukur kalau kamu selalu ngegantungin hidupmu sama Mas. Jangan pikirin yang aneh - aneh lagi ya,"
"Ta -- Tasya," panggil Key terbata.Ia pun mengangguk lalu mengelap ingusnya yang keluar dari hidungnya hingga ke pipinya."Iuhh, jorok banget sih, Neng," ucap Key sedikit jijik.Ucapan Key pun ternyata langsung membuat Tasya kembali menangis dan anak yang berada di gendongannya ikut menangis juga."Eh, udah Neng, kamu ngapain nangis juga, haduh," ucap Key sedikit panik.Tanpa berpikir dua kali, Key pun segera mengambil sang bayi lalu menimang - nimangnya agar diam.Sementara Tasya, ia pun segera duduk di kursi meja makan sambil masih sesegukan."Yu -- Yudha rewel aja semaleman. A -- aku bingung harus ngapain, dia gak mau nen, gak mau tidur, maunya di gendong terus. Mana, Mas Varo juga gak mau gantian. A -- aku capek, Kak, aku ngantuk, huaaa," ucap Tasya kembali sambil terus merengek."Astagfirullah," ucap Key sambil menggelengkan kepalanya pelan.Key pun terus menimang sampai Yudha akhirnya tertidur, saat hendak keluar dari dapur, Revan pun muncul dari arah pintu."Kebetulan. Bawa Yu
"Mas, liat deh, cantik gak? Dia temen sekolah aku pas SMA. Udah jadi janda setahun lalu, sama udah punya anak satu," ucap Key sambil menyerahkan hpnya kepada sang suami.Revan pun segera mengambil hp itu dan melihatnya. Ternyata, sang istri menunjukkan foto seorang wanita bersama seorang anak laki-laki berumur sekitar 3 tahun."Gimana, Mas? Suka gak?" tanya Key kembali.Revan tak menjawab, hanya langsung menaruh hp itu diatas nakas samping tempat tidurnya. Dan langsung memeluk tubuh sang istri."Udah, cukup, Dek! Berapa kali aku bilang, aku gak akan mau nikah lagi, aku cuma pingin hidup sama kamu," ucap Revan lembut namun penuh penekanan."Tapi, Mas, aku bukan perempuan sempurna. Nyatanya, sampe usia pernikahan kita yang ke 7 pun, aku gak bisa kasih kamu anak, Mas, " lirih Key sambil mencoba menahan air matanya.Revan menggeleng pelan lalu menghapus air mata sang istri. Pasti akan selalu seperti ini, Key akan terus memaksanya untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Namun, tetap
"Kenapa pingin nostalgia, Dek?" tanya Varo penasaran."Entah, Mas. Pingin aja, apalagi dulu kita kan gak sempet pacaran," jawab Tasya sambil tersenyum.Varo pun hanya mengangguk lalu segera menarik tubuh sang istri kedalam pelukannya."Kadang, aku ngerasa, bahwa ini tuh kek mimpi, Dek," ucap Varo sendu."Mimpi?" tanya Tasya penasaran.Tasya pun keluar dari pelukan sang suami sambil memegang erat lengannya."Iya. Aku gak percaya bahwa sekarang, kamu adalah istri aku. Ibu dari anak - anakku kelak," ucap Varo.Tasya pun membelai lembut wajah sang suami dan tersenyum. Sementara Varo langsung mengambil lengan sang istri dan mengecupnya sebentar."Dulu, aku cuma bisa ngagumin kamu aja, Dek. Setiap aku manggung, selalu liat kamu, merhatiin kamu. Kadang, aku selalu bawain lagu - lagu untuk kamu. Hanya aja, dulu kamu gak peka. Kamu lah alasan untuk aku tetap bertahan disini, Dek," ucap Varo lembut."Terlepas dari kamu adalah titipan dari Damar atau bukan. Aku bener - bener sayang sama kamu. Ak