"Sya, kenapa?" tanya Pak Ega lembut sambil membelai punggung sang anak.
Namun, bukannya menjawab, Tasya hanya menggelengkan kepalanya saja."Duduk," titah Pak Ega kepada tiga orang yang ada di hadapannya itu.Dengan langkah malas-malasan, Pak Devan dan Bu Dhira yang tadi hendak pergi pun, akhirnya terpaksa duduk kembali karena permintaan lelaki itu."Kamu kenal Tasya?" tanya Pak Ega kepada lelaki itu dan mendapat anggukan darinya."Saya Varo, kebetulan saya sama Tasya satu tempat kerja di food court. Tasya jualan di sana, dan saya mengisi acara musik di sana setiap jumat sampai minggu. Saya sering memperhatikan Tasya, tapi mungkin Tasya yang gak pernah memperhatikan saya, apalagi dia juga sudah punya kekasih," ucap lelaki itu menjelaskan siapa dirinya kepada Pak Ega."Sya, daripada pernikahan ini gagal dan keluarga kita malu juga, lebih baik, izinkan aku yang gantiin Bagas jadi calon suamimu," pinta Varo lembut kepada Tasya.Tasya nampak tertunduk dan menggeleng pelan."Maaf," lirih Tasya pelan dan setengah berbisik."Udah sih terima aja. Toh, kamu sama Varo tuh emang cocok sebenarnya. Kamu tukang seblak, sedangkan Varo penyanyi cafe. Dah kan cocok, sama-sama suram!" seru Bu Dhira dengan sedikit kesal."Tapi setidaknya aku masih punya adab biar keluarga kita gak malu juga, Tan!” tegur Varo yang nampak kesal dengan sikap sang tante.Bu Dhira pun langsung terdiam dan sedikit menahan kesal karena mendengar ucapan Varo saat itu."Cukup!" sentak Tasya seraya bangkit dari duduknya.Tasya menatap tajam kepada kedua calon mertuanya itu sambil mengepalkan jari jemarinya menahan emosi yang mulai membuncah di dalam hatinya."Cukup! lebih baik pernikahan ini tak perlu dilanjutkan lagi. Pintu keluar ada disana, jadi sebaiknya kalian bertiga pergi dari rumah ini," ucap Tasya dengan ketus lalu segera meninggalkan mereka semua menuju kamarnya yang tak jauh dari ruang tamu.Brak!Bunyi pintu kamar yang di banting keras oleh Tasya."Pak," panggil Varo kepada Pak Ega namun mendapat gelengan darinya."Sebaiknya kalian semua pergi saja dulu. Tasya sedang tak baik-baik saja, jadi daripada memanas lebih baik kalian mengalah saja," ucap Pak Ega lembut namun tegas.“Baik, Pak,” ucap Varo seraya bangkit dari duduknya lalu disusul oleh Pak Devan. Sedangkan Bu Dhira masih nampak diam saja disana.“Tante ayo,” ajak Varo kepada sang tante yang masih diam saja.Akhirnya, Bu Dhira pun mau tak mau bangkit juga dari duduknya sambil menahan kekesalan yang ada.Saat hendak keluar dari rumah itu, muncullah Revan --- kakak Tasya bersama istrinya yang hendak masuk kedalam rumah.Varo yang berpapasan dengan Revan itu hanya tersenyum lalu segera beranjak pergi.Revan pun memindai sekitar ruang tamu yang nampak sedikit berantakan dan segera menghampiri Pak Ega."Ada apa, Pak?" tanya Revan penasaran namun mendapat gelengan dari Sang Papa.***Keesokan harinya, Tasya bangun dengan mata yang sedikit bengkak dan juga sembab.Semalaman, setelah Tasya masuk kedalam kamarnya, ia tak henti-hentinya menangis karena merasakan nestapa yang tengah melanda dirinya hingga ia pun tertidur dengan sendirinya. Dan saat ia bangun, matanya sudah sangat sakit dan bengkak.Tasya pun segera keluar dari kamarnya dan langsung menuju kamar mandinya untuk cuci muka dan mandi.Setelah mandi, perasaannya sedikit lebih segar dibanding dengan semalam.Ia pun lalu mengambil ponselnya dan membuka aplikasi hijaunya.Ada beberapa chat dari nomor yang tak dikenal yang tak lain adalah Varo.Entah dari mana lelaki itu mendapat nomernya, karena tiba-tiba ia begitu saja perhatian kepada dirinya.Tasya pun mengabaikan pesan yang dikirim Varo tersebut, lalu segera membuka beranda status aplikasi hijaunya itu.Pandangannya beralih pada status yang dibuat oleh Keysa.Nampak sebuah foto pernikahan dengan memamerkan buku nikah dan diberi caption, 'Alhamdulillah, sah.'"Secepat itu kamu ngebuang aku, Mas? Apa selama ini pengorbanan aku kurang untukmu, Mas. Ya Allah, kenapa nyesek banget," lirih Tasya pelan dan perlahan air matanya turun kembali.Sekuat apapun Tasya menahan perasaan ini, hatinya masih terasa sesak dan sakit.Ingin rasanya ia pergi dan menghilang saja dari dunia ini.Tasya pun segera menghapus air matanya dan beranjak dari kasurnya lalu mengambil tas selempangnya lalu segera keluar dari dalam kamarnya dan menuju dapur.Nampak disana sudah ada sang Papa dan juga kedua kakanya yang menunggu dirinya di meja makan."Sarapan dulu, Sya," ucap Pak Ega lemah dan mendapat anggukan dari Tasya.Tasya pun segera duduk di meja makan, lalu segera mengambil roti yang berada didepannya."Hati kamu gimana, Sya? Apa baik-baik saja?" tanya Bang Revan kepada adiknya.Tasya pun hanya tersenyum masam dan mengangguk."Aku mau ke kedai dulu, Bang," ucap Tasya lalu bangkit dari sana dan segera menyalami ketiga orang itu.Ia pun lalu memesan ojek online untuk mengantarkannya ke kedainya.Jarak antara kedai dan rumahnya tidak terlalu jauh, hanya butuh waktu sekitar lima belas menit saja. Biasanya, Tasya akan membawa motornya sendiri, namun entah mengapa hari ini ia naik ojek online saja.Setelah tiba disana, nampak Varo sedang berada di salah satu kedai lainnya.Varo hanya diam sambil mengamati Tasya dari jarak yang cukup dekat.Tak berselang lama, Varo melihat Tasya langsung berdiri dan pergi dari tempatnya."Tasya mau kemana ya?" tanya Varo sambil memegangi dagunya penasaran.Dari pada menduga-duga, Varo pun akhirnya memutuskan untuk membantu Tasya saja karena perasaannya benar-benar khawatir pada wanita itu.Selang lima belas menit kemudian, Tasya pun turun dari ojek online itu tepat di salah satu gerbang hutan pinus."Hutan pinus? Mau ngapain dia kesini?" tanya Varo penasaran.Varo pun segera memarkirkan motornya tak jauh dari sana dan mulai mengikuti Tasya kedalam.Sebenernya, hutan pinus itu adalah hutan wisata, dan biasanya akan ramai pengunjung terutama jika weekend seperti ini.Namun, Tasya malah melangkahkan kakinya menuju arah utara dimana tempat yang sedikit sepi pengunjung.Hingga akhirnya, ia pun berhenti di dekat suatu pohon. Cukup lama Tasya berada disana dan tiba - tiba ...."Argghh …”'Tasya,' batin Varo sambil membelalakkan matanya saat mendengar jeritan itu.Dengan langkah perlahan dan sedikit mengendap-endap, Varo pun menghampiri Tasya, dan saat melihat apa yang terjadi."Astagfirullah, Tasyaa ...."***Tasya menyayat pergelangan tangannya dengan sebuah cutter yang tadi ia ambil dari kedai.Perlahan, darah segar pun mulai mengalir dari pergelangan tangannya yang tersayat itu bersamaan dengan air mata yang mengalir deras dari manik matanya.Tak lama Tasya pun ambruk dan terduduk disana."Astagfirullah, Tasya," ucap Varo sambil terkejut.Varo pun segera berjongkok di depan Tasya dan bermaksud mengambil cutter yang di pegang olehnya. Namun, tangannya kalah cepat karena Tasya berhasil mengacungkan cutter itu persis ke hadapan Varo.Varo pun lalu melangkah mundur sambil memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh Tasya."Pergi, sana! Ngapain kamu disini!" seru Tasya menyuruh Varo pergi.Varo pun menggeleng pelan dan hal itu membuat Tasya semakin murka."Pergi, gak!" s
"Tak ada tapi - tapian!" seru Varo dengan sedikit ketus, bahkan tanpa menengok sedikit pun ke arah Tasya.Tasya pun hanya bisa menghembuskan napasnya kasar dan tak berani berontak lagi.Ia membiarkan Varo menggandeng tangannya hingga mereka tiba di parkiran.Setelah menstarter motornya dan menyuruh Tasya untuk naik, perlahan motor pun mulai bergerak meninggalkan kawasan hutan pinus.Hening pun melanda mereka selama di atas motor itu. Baik Tasya maupun Varo tak ada niat untuk memulai obrolan mereka, keduanya nampak kalut dengan pikiran masing-masing.Merasa sedikit jengah dan khawatir, Varo pun membenarkan kaca spion motornya menghadap Tasya agar ia bisa memantau apa yang dilakukan oleh wanita itu.Tak lama, motor pun akhirnya berhenti di sebuah klinik yang berada di sana."Kok berhenti di sini, gak jadi pulang?" tanya Tasya sedikit penasaran."Iya, kita berobatin tanganmu dulu,," jawab Varo sambil memarkirkan motornya."Gak usah, lukaku kecil kok, tenang aja," ucap Tasya berusaha meno
"Kenapa, Bu? Apa ada yang salah?" tanya Tasya sedikit bingung saat melihat ibu tadi tertawa."Nggak ada kok, Mbak, hanya aja, kok kaya kasian ya," ucap Ibu itu kembali."Kasian kenapa, Bu?" tanya Tasya sedikit penasaran.Sebenarnya, perasaannya sedikit tak enak saat melihat ibu itu dan beberapa ibu lainnya yang nampak tertawa meremehkannya."Gak papa kok, Mbak. Semoga bisa bahagia ya sama Mas Varo. Gak nyangka aja sih, kok bisa-bisanya Mbak nyia-nyiain Mas Bagas yang udah mapan dan lebih memilih Mas Varo yang cuma penyanyi cafe itu," ucap Ibu tersebut sambil tersenyum meremehkan."Ma -- maksud ibu apa?" tanya Tasya nampak tak paham."Ya ilah, Mbak, gak perlu berkelit lagi, kita semua udah tau kok yang sebenarnya kalau Mbak itu yang selingkuh di belakang Mas Bagas. Ya ampun, gak nyangka yah kalau ternyata seleranya sedikit lebih rendah haha," ucap Ibu tersebut.Beberapa ibu yang lain pun nampak menimpalinya.Semua sama, menyalahkan Tasya yang 'katanya' berselingkuh di belakang Bagas de
Varo pun mengucapkan kalimat ijab itu dengan tenang dan tegas.Setelah mengucapkan itu, pandangan Varo pun lalu beralih pada Tasya yang dari tadi nampak memandang nya.Namun, saat Varo mengarahkan pandangannya, Tasya pun segera memalingkan wajahnya ke arah samping.Varo pun hanya tersenyum sekilas karenanya dan kembali melanjutkan proses itu.Setelah melafalkan doa, kini tibalah pemberkasan. Beruntung, tak ada masalah saat melakukan pemberkasan itu meskipun nama mempelai prianya berganti.Setelah melakukan pemberkasan, kini tiba saat keduanya pun menyematkan kedua cincin mereka.Dengan perasaan yang berdebar, Varo pun menggapai lengan kanan Tasya dan mulai memasukkan cincin itu ke jari manisnya. Tasya pun melakukan hal yang serupa, memakaikan cincin di jari manis Varo dan kemudian menyalami lengan lelakinya itu."Makasih, Mas," ucap Tasya sambil tersenyum tulus dan hanya dibalas sebuah kecupan hangat di pucuk kepala Tasya.Mendapat perlakuan seperti itu, sungguh membuat wajah Tasya na
Tasya mengecup pelan pipi Varo, namun hanya sebentar saja, setelah itu ia memalingkan wajahnya ke sembarang arah sambil menahan rasa malu yang sedikit mendera.Varo yang mendapat serangan tiba-tiba itu, menjadi terkekeh sendiri dan tak kuat jadinya jika tak meledek sang istri.“Cie, ada yang udah gak sabar nih nunggu nanti malem,”ledek Varo kepada istrinya.“Apaan sih, Mas,” gerutu Tasya sambil menutup wajahnya dengan tangan yang lantas membuat keduanya tertawa geli karenanya.Tak terasa, waktu pun berlalu dan malam pun mulai menyapa. Acara di malam hari nampak lebih meriah dibanding dengan siang hari tadi, karena ada banyak teman Tasya yang baru hadir disana.Tak hanya itu, teman-teman musik Varo pun banyak yang hadir kembali meskipun tadi mereka sudah kesana. Hal itu, karena atas permintaan Varo agar acaranya tetap ramai.Acara itu pun akhirnya berakhir pukul 21.00 WIB. Sangat jauh di luar perkiraan Tasya yang hanya akan berakhir sebelum jam 18.00 WIB.Selama itu pula tak henti-hent
"Ngeselin banget sih, main tinggal tidur aja tuh orang," gerutu Tasya kesal saat melihat Varo yang sudah terlelap di kasurnya itu."Haish, aku belum ngantuk, tapi ya udahlah." Tasya pun akhirnya memilih untuk segera tidur meskipun saat itu ia belum benar - benar mengantuk.Setelah beberapa saat, akhirnya Tasya pun bisa memejamkan matanya dan menyusul Varo menuju alam mimpinya.Pagi pun mulai menyapa, sekitar pukul 06.00, Tasya mulai membuka matanya dengan perlahan dan merasa ada sesuatu yang melingkar di area perutnya. Ia merasa seperti sedang di peluk oleh seseorang dari belakang dan benar saja setelah ia mulai tersadar ternyata lengan Varo sudah melingkar sempurna disana."Aaarggh!" seru Tasya setengah berteriak."Varo lepasin gak!" seru Tasya kembali sambil menyingkirkan lengan Varo dengan sedikit kasarTasya pun segera bangkit dari tidurnya dan mengguncangkan tubuh lelaki yang ada disampingnya itu.Karena guncangan yang cukup keras, perlahan Varo pun membuka matanya dan terbangun.
Varo nampak mengaduh kesakitan saat kakinya di injak oleh Tasya."Maafin ucapan Mas Varo, Kak," ucap Tasya merasa bersalah dan hanya mendapat senyuman dari Sang kaka ipar."Santai aja, Sya, wajar kok, Varo kan baru masuk ke keluarga kita, dan aku gak marah. Aku emang belum di kasih kepercayaan sampe sekarang meskipun kita udah 5 tahun nikah, mungkin karena emang sakit aku juga," ucap Keysa dengan lirih."Kakak sakit? Sakit apa?" tanya Varo sedikit penasaran."Kanker sumsum tulang belakang, dan sekarang lagi proses kemoterapi. Aku udah nyuruh Revan buat cari istri baru biar dia bisa punya anak tapi gak mau," jawab Key sambil tersenyum.Namun, jawaban dari Key malah membuat raut wajah Revan sedikit masam."Kamu tuh ngomong apa sih, sampe kapan pun aku gak akan pernah ya nyari istri baru lagi. Gak punya anak gak masalah, yang penting aku cuma mau menua sama kamu," ucap Revan dan hanya mendapat senyuman saja dari Key."Bucin banget kamu, Mas sama aku haha," kekeh Key sambil tersenyum.Sen
Kedua lelaki yang ada di depannya itu nampak menghembuskan napasnya dengan kasar.Mereka pun lalu mengeluarkan sebuah kertas dan memberikannya kepada Varo."Coba Bapak lihat disini saja," ucap lelaki itu.Varo pun lalu mengambil dan memeriksa kertas yang diberikan oleh lelaki itu dengan seksama. Ternyata, kertas itu adalah sebuah nota hutang atas nama dirinya dengan nominal tiga puluh juta rupiah."Ti -- tiga puluh juta," lirih Tasya sambil memelototkan matanya saat melihat tagihan itu.Tagihan itu pun persis seperti mahar yang kemarin diberikan oleh Varo kepada dirinya."Tu -- tunggu sebentar, saya akan ambil uangnya," ucap Tasya setengah tergagap yang mampu membuat Varo sedikit terkejut.Tasya pun segera melepaskan lengan Varo dan hendak beranjak menuju rumahnya. Namun, baru saja hendak berbalik, lengannya kembali di cekal oleh Varo."Ambilin hp saya, tolong," pinta Varo."Ta -- tapi ...," ucap Tasya tergagap dan mendapat gelengan dari Varo."Ambilin cepet!" titah Varo sedikit mena