"Apa?! Bagaimana bisa?!"
Tasya terperanjat kaget mendengar ucapan Pak Devan --- calon mertuanya. Bagaimana tidak, pernikahannya akan terselenggara beberapa hari lagi, akan tetapi, pada malam ini mereka membatalkannya secara sepihak.Dan alasan pembatalan itu, sungguh membuat hati Tasya begitu sakit dan kecewa, karena tenyata, Bagas -- kekasihnya telah menghamili Keysa, yang tak lain adalah sahabat Tasya sendiri.Pak Devan yang ditemani oleh istrinya itu nampak tertunduk dalam sambil memainkan jari jemarinya karena rasa penyesalan yang berkecamuk.Brak!Semua orang pun terperanjat kaget karena gebrakan itu."Semudah itu kalian mempermainkan keluarga saya, hah?! Kenapa kalian tega seperti ini?!" sentak Pak Ega --- orangtua Tasya yang tadi menggebrak meja tersebut lalu menunjuk wajah kedua orang yang ada didepannya.Melihat hal itu, Tasya pun langsung buru-buru mengambil tangan sang Papa dan membelai tangan itu dengan lembut."Pah," lirih Tasya pelan sambil membelai tangan itu.Perasaannya pun hancur dan juga kecewa, namun ia masih bisa mencoba mengontrol emosinya."Saya benar-benar minta maaf, Pak. Saya juga gak menyangka bahwa akan seperti ini jadinya. Tapi, mau bagaimana lagi, Keysa saat ini sedang hamil anak Bagas, jadi gak mungkin juga kita lanjutkan pernikahan ini," ucap Pak Devan dengan penuh penyesalan.Hening pun kembali melanda ruangan itu. Pak Ega masih berusaha mengontrol emosinya yang nampak sudah mencapai ubun-ubunnya."Apa kalian pikir dengan minta maaf masalah ini akan selesai? Tentu saja tidak! Mau ditaruh di mana muka saya, hah?! Apalagi undangan telah tersebar dan rancangan acara sudah di tata rapi!" sentak Pak Ega kembali dan membuat siapa saja yang berada disana nampak diam seribu bahasa."Brengsek! Benar-benar brengsek dia! Berani sekali dia mempermainkan perasaan putriku. Tidak ingatkah siapa dia dahulu? Kalau bukan tanpa bantuan putriku, tentu saja dia tak akan bisa sesukses sekarang," ucap Pak Ega kembali dengan kesal dan marah.Mendengar ucapan Pak Ega yang terakhir, membuat kedua calon mertuanya itu nampak marah dan sedikit kesal."Maksud, Bapak apa bilang seperti itu, hah?! Harusnya bapak dan keluarga bapak itu sadar diri, cuma penjual seblak aja belagu!" sentak Bu Dhira merasa tak terima sambil mengepalkan jari jemarinya."Memang benar, seperti itu kenyataannya kok. Kalau bukan karena Taysa yang bantuin biaya kuliah Bagas, apa bisa Bagas sesukses dan semapan sekarang? Ibarat kacang lupa pada kulitnya kalian itu," ucap Pak Ega mencoba menahan amarahnya sambil menunjuk wajah kedua calon mertuanya.Mendengar ucapan itu, Bu Dhira pun kembali terdiam. Pak Ega benar, memang Tasya lah yang dulu membantu Bagas bisa sesukses sekarang.Namun, jika melihat pekerjaan Tasya saat ini, sungguh Bu Dhira akan merasa malu jika memiliki seorang menantu hanya seorang penjual seblak."Halah! Tentu saja bisa, Bagas itu pintar dan juga tampan. Tanpa bantuan Tasya juga harusnya dia bisa sesukses sekarang. Harusnya, kalian itu yang sadar diri. Tasya cuma pedagang seblak pinggiran, sedangkan Keysa seorang manajer perusahaan. Bagas pasti lebih cocok dengan Keysa dibanding kamu, perempuan sampah!" kecam Bu Dhira sambil menunjuk wajah Tasya."Ibu bilang saya apa? Sampah? Siapa yang sebenarnya sampah? saya atau anak ibu, hah?!" tanya Tasya tak terima.Perdebatan sengit antara Bu Dhira dan Tasya pun jadi tak terelakkan lagi. Tasya benar-benar kesal dengan ucapan calon mertuanya yang selalu meremehkannya itu.Awalnya, Tasya sendiri memang sedikit ragu untuk melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius, namun ucapan Bagas kepadanya yang selalu meyakinkan dirinya, membuat dirinya pun luluh akan hal itu.Namun malam ini, semua jelas, lagi dan lagi keluarga Bagas pun membuang dirinya."Sudah cukup! Kesabaran saya sudah habis dengan kalian berdua. Jika memang pernikahan ini tak bisa diteruskan ya sudah mau bagaimana lagi!" seru Tasya pada akhirnya sambil berurai air mata.Tasya memilih mengalah meskipun ia terluka. Ia tak ingin kecewa lebih jauh lagi, belum jadi menantunya saja ia sudah direndahkan habis-habisan, tak terbayang sudah bagaimana nanti jika ia benar-benar jadi menantu disana."Tapi, Sya, bagaimana ---," ucapan Pak Ega terpotong karena Tasya melambaikan tangannya meminta berhenti."Pintu keluar disana, silahkan anda berdua angkat kaki dari rumah saya," ucap Tasya sedikit ketus sambil menunjuk pintu keluar.Mendengar ucapan Tasya yang sedikit ketus membuat Pak Devan dan Bu Dhira segera bangkit dari duduknya dan hendak melangkah keluar rumah.Namun, belum sempat keluar, langkahnya tertahan oleh ucapan seseorang yang tiba-tiba saja datang dari arah pintu masuk."Tidak! Pernikahan ini tak boleh sampai batal. Jika, memang Bagas tak bisa, saya bersedia menjadi pengganti Bagas!" seru lelaki itu seraya masuk kedalam rumah Tasya.Sontak, mereka semua pun mengalihkan pandangannya pada lelaki yang berbicara itu.Seorang lelaki bertubuh tegap nan atletis, dengan gaya rambut under cut, ia pun memiliki wajah yang sedikit tampan dengan hidungnya yang sedikit mancung seperti perosotan anak TK itu, berjalan dengan langkah gagah dan mantap menuju tempat Tasya berdiri."Sya," panggil lelaki itu yang kini telah berdiri di hadapan Tasya.Tasya nampak diam membeku dan menutup mulutnya serta mengerjapkan matanya berkali-kali saat melihat lelaki yang ada di hadapannya itu."Ka -- kamu," ucap Tasya tergagap sambil menunjuk wajah lelaki itu."Iya, ini aku, Sya," ucap lelaki itu, sambil tersenyum ramah.Pandangan lelaki itu pun beralih ke arah Pak Devan dan juga Bu Dhira yang masih diam disana lalu berjalan menghampirinya."Om, Tante, jika Bagas tak bisa datang, izinkan aku untuk jadi penggantinya. Tolong jadi wali aku untuk melamar Tasya pada malam ini," ucap lelaki itu dengan sedikit tenang.Mendengar ucapan itu, seketika tubuh Tasya pun sedikit bergetar dan tak lama ia pun kembali terduduk di atas sofanya."Ka -- kamu, kan ...,”"Sya, kenapa?" tanya Pak Ega lembut sambil membelai punggung sang anak.Namun, bukannya menjawab, Tasya hanya menggelengkan kepalanya saja."Duduk," titah Pak Ega kepada tiga orang yang ada di hadapannya itu.Dengan langkah malas-malasan, Pak Devan dan Bu Dhira yang tadi hendak pergi pun, akhirnya terpaksa duduk kembali karena permintaan lelaki itu."Kamu kenal Tasya?" tanya Pak Ega kepada lelaki itu dan mendapat anggukan darinya."Saya Varo, kebetulan saya sama Tasya satu tempat kerja di food court. Tasya jualan di sana, dan saya mengisi acara musik di sana setiap jumat sampai minggu. Saya sering memperhatikan Tasya, tapi mungkin Tasya yang gak pernah memperhatikan saya, apalagi dia juga sudah punya kekasih," ucap lelaki itu menjelaskan siapa dirinya kepada Pak Ega."Sya, daripada pernikahan ini gagal dan keluarga kita malu juga, lebih baik, izinkan aku yang gantiin Bagas jadi calon suamimu," pinta Varo lembut kepada Tasya.Tasya nampak tertunduk dan menggeleng pelan."Maaf," lirih T
'Tasya,' batin Varo sambil membelalakkan matanya saat mendengar jeritan itu.Dengan langkah perlahan dan sedikit mengendap-endap, Varo pun menghampiri Tasya, dan saat melihat apa yang terjadi."Astagfirullah, Tasyaa ...."***Tasya menyayat pergelangan tangannya dengan sebuah cutter yang tadi ia ambil dari kedai.Perlahan, darah segar pun mulai mengalir dari pergelangan tangannya yang tersayat itu bersamaan dengan air mata yang mengalir deras dari manik matanya.Tak lama Tasya pun ambruk dan terduduk disana."Astagfirullah, Tasya," ucap Varo sambil terkejut.Varo pun segera berjongkok di depan Tasya dan bermaksud mengambil cutter yang di pegang olehnya. Namun, tangannya kalah cepat karena Tasya berhasil mengacungkan cutter itu persis ke hadapan Varo.Varo pun lalu melangkah mundur sambil memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh Tasya."Pergi, sana! Ngapain kamu disini!" seru Tasya menyuruh Varo pergi.Varo pun menggeleng pelan dan hal itu membuat Tasya semakin murka."Pergi, gak!" s
"Tak ada tapi - tapian!" seru Varo dengan sedikit ketus, bahkan tanpa menengok sedikit pun ke arah Tasya.Tasya pun hanya bisa menghembuskan napasnya kasar dan tak berani berontak lagi.Ia membiarkan Varo menggandeng tangannya hingga mereka tiba di parkiran.Setelah menstarter motornya dan menyuruh Tasya untuk naik, perlahan motor pun mulai bergerak meninggalkan kawasan hutan pinus.Hening pun melanda mereka selama di atas motor itu. Baik Tasya maupun Varo tak ada niat untuk memulai obrolan mereka, keduanya nampak kalut dengan pikiran masing-masing.Merasa sedikit jengah dan khawatir, Varo pun membenarkan kaca spion motornya menghadap Tasya agar ia bisa memantau apa yang dilakukan oleh wanita itu.Tak lama, motor pun akhirnya berhenti di sebuah klinik yang berada di sana."Kok berhenti di sini, gak jadi pulang?" tanya Tasya sedikit penasaran."Iya, kita berobatin tanganmu dulu,," jawab Varo sambil memarkirkan motornya."Gak usah, lukaku kecil kok, tenang aja," ucap Tasya berusaha meno
"Kenapa, Bu? Apa ada yang salah?" tanya Tasya sedikit bingung saat melihat ibu tadi tertawa."Nggak ada kok, Mbak, hanya aja, kok kaya kasian ya," ucap Ibu itu kembali."Kasian kenapa, Bu?" tanya Tasya sedikit penasaran.Sebenarnya, perasaannya sedikit tak enak saat melihat ibu itu dan beberapa ibu lainnya yang nampak tertawa meremehkannya."Gak papa kok, Mbak. Semoga bisa bahagia ya sama Mas Varo. Gak nyangka aja sih, kok bisa-bisanya Mbak nyia-nyiain Mas Bagas yang udah mapan dan lebih memilih Mas Varo yang cuma penyanyi cafe itu," ucap Ibu tersebut sambil tersenyum meremehkan."Ma -- maksud ibu apa?" tanya Tasya nampak tak paham."Ya ilah, Mbak, gak perlu berkelit lagi, kita semua udah tau kok yang sebenarnya kalau Mbak itu yang selingkuh di belakang Mas Bagas. Ya ampun, gak nyangka yah kalau ternyata seleranya sedikit lebih rendah haha," ucap Ibu tersebut.Beberapa ibu yang lain pun nampak menimpalinya.Semua sama, menyalahkan Tasya yang 'katanya' berselingkuh di belakang Bagas de
Varo pun mengucapkan kalimat ijab itu dengan tenang dan tegas.Setelah mengucapkan itu, pandangan Varo pun lalu beralih pada Tasya yang dari tadi nampak memandang nya.Namun, saat Varo mengarahkan pandangannya, Tasya pun segera memalingkan wajahnya ke arah samping.Varo pun hanya tersenyum sekilas karenanya dan kembali melanjutkan proses itu.Setelah melafalkan doa, kini tibalah pemberkasan. Beruntung, tak ada masalah saat melakukan pemberkasan itu meskipun nama mempelai prianya berganti.Setelah melakukan pemberkasan, kini tiba saat keduanya pun menyematkan kedua cincin mereka.Dengan perasaan yang berdebar, Varo pun menggapai lengan kanan Tasya dan mulai memasukkan cincin itu ke jari manisnya. Tasya pun melakukan hal yang serupa, memakaikan cincin di jari manis Varo dan kemudian menyalami lengan lelakinya itu."Makasih, Mas," ucap Tasya sambil tersenyum tulus dan hanya dibalas sebuah kecupan hangat di pucuk kepala Tasya.Mendapat perlakuan seperti itu, sungguh membuat wajah Tasya na
Tasya mengecup pelan pipi Varo, namun hanya sebentar saja, setelah itu ia memalingkan wajahnya ke sembarang arah sambil menahan rasa malu yang sedikit mendera.Varo yang mendapat serangan tiba-tiba itu, menjadi terkekeh sendiri dan tak kuat jadinya jika tak meledek sang istri.“Cie, ada yang udah gak sabar nih nunggu nanti malem,”ledek Varo kepada istrinya.“Apaan sih, Mas,” gerutu Tasya sambil menutup wajahnya dengan tangan yang lantas membuat keduanya tertawa geli karenanya.Tak terasa, waktu pun berlalu dan malam pun mulai menyapa. Acara di malam hari nampak lebih meriah dibanding dengan siang hari tadi, karena ada banyak teman Tasya yang baru hadir disana.Tak hanya itu, teman-teman musik Varo pun banyak yang hadir kembali meskipun tadi mereka sudah kesana. Hal itu, karena atas permintaan Varo agar acaranya tetap ramai.Acara itu pun akhirnya berakhir pukul 21.00 WIB. Sangat jauh di luar perkiraan Tasya yang hanya akan berakhir sebelum jam 18.00 WIB.Selama itu pula tak henti-hent
"Ngeselin banget sih, main tinggal tidur aja tuh orang," gerutu Tasya kesal saat melihat Varo yang sudah terlelap di kasurnya itu."Haish, aku belum ngantuk, tapi ya udahlah." Tasya pun akhirnya memilih untuk segera tidur meskipun saat itu ia belum benar - benar mengantuk.Setelah beberapa saat, akhirnya Tasya pun bisa memejamkan matanya dan menyusul Varo menuju alam mimpinya.Pagi pun mulai menyapa, sekitar pukul 06.00, Tasya mulai membuka matanya dengan perlahan dan merasa ada sesuatu yang melingkar di area perutnya. Ia merasa seperti sedang di peluk oleh seseorang dari belakang dan benar saja setelah ia mulai tersadar ternyata lengan Varo sudah melingkar sempurna disana."Aaarggh!" seru Tasya setengah berteriak."Varo lepasin gak!" seru Tasya kembali sambil menyingkirkan lengan Varo dengan sedikit kasarTasya pun segera bangkit dari tidurnya dan mengguncangkan tubuh lelaki yang ada disampingnya itu.Karena guncangan yang cukup keras, perlahan Varo pun membuka matanya dan terbangun.
Varo nampak mengaduh kesakitan saat kakinya di injak oleh Tasya."Maafin ucapan Mas Varo, Kak," ucap Tasya merasa bersalah dan hanya mendapat senyuman dari Sang kaka ipar."Santai aja, Sya, wajar kok, Varo kan baru masuk ke keluarga kita, dan aku gak marah. Aku emang belum di kasih kepercayaan sampe sekarang meskipun kita udah 5 tahun nikah, mungkin karena emang sakit aku juga," ucap Keysa dengan lirih."Kakak sakit? Sakit apa?" tanya Varo sedikit penasaran."Kanker sumsum tulang belakang, dan sekarang lagi proses kemoterapi. Aku udah nyuruh Revan buat cari istri baru biar dia bisa punya anak tapi gak mau," jawab Key sambil tersenyum.Namun, jawaban dari Key malah membuat raut wajah Revan sedikit masam."Kamu tuh ngomong apa sih, sampe kapan pun aku gak akan pernah ya nyari istri baru lagi. Gak punya anak gak masalah, yang penting aku cuma mau menua sama kamu," ucap Revan dan hanya mendapat senyuman saja dari Key."Bucin banget kamu, Mas sama aku haha," kekeh Key sambil tersenyum.Sen
"Mbaknya tau lampu ayam yang kuning itu gak?" tanya Key dan mendapat anggukan dari mereka berdua."Lampu ayam itu nanti taruh ditengahnya, Mbak. Posisinya pasin sama perut si dedek. Terus, nanti pas tidur, matanya dikasih penutup mata biar gak silau. Lampunya nyalahin aja jangan dimatiin," jelas Key."Lah, bisa begitu, Mbak?" tanya lelaki itu sedikit tak percaya."Iya. Keponakan saya kebetulan pas lahir kadar bilirubinnya sedikit tinggi dan disuru inkubator terus jadi pake itu. Saya juga tau itu dari anak tetangga yang lahir prematur, Mbak," jawab Key sambil tersenyum."Berarti, emang udah pernah nyoba ya, Mba? Terus hasilnya gimana?" tanya lelaki itu kembali."Alhamdulillah normal semua. Pas kontrol minggu depannya udah normal semua, jadi lampu ayamnya langsung di lepas," jawab Key dan mendapat anggukan dari orang itu.Kedua orang itu pun lalu mengucapkan terimakasih kepada Key karena sudah dibantu.Tak lama setelah itu, Revan pun kembali ke kamar dan mereka pun bersiap untuk pulang.
Revan hanya terkekeh lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sementara Key nampak tertawa geli setelah melihatnya."Ciee, ketemu pembacanya Mas Gerry tuh, Mas," ledek Key sambil terkekeh geli."Jadi beneran, Masnya itu Coco Nut?" tanya wanita itu kembali dan langsung mendapat anggukan dari Revan."Wah, seneng banget ketemu penulis aslinya. Bisa dong, minta tanda tangannya," ucap wanita itu kembali."Waduh, jangan lah, Bu. Malu saya," ucap Revan sambil menggelengkan kepalanya pelan."Haha gak apa-apa, Mas. Padahal, saya udah baca ceritanya di aplikasi hijau, tapi tetep pingin baca bukunya juga," ucap wanita itu kembali sambil tersenyum."Masya Allah, makasih ya, Bu, udah mau baca. Terimakasih udah mau beli bukunya juga, soalnya dari sana saya bisa punya uang lebih," ucap Revan merasa bersyukur dan mendapat anggukan dari wanita itu."Iya, Mas, sama-sama. Semangat berkaryanya ya, Mas," ucap wanita itu kembali.***Malam pun mulai menyapa, keadaan Key pun sudah membaik dan diperbolehkan untuk
"Abang!" seru Tasya dan Varo secara serempak.Namun, Revan hanya menggendikkan bahunya saja dan segera berlalu menuju mobilnya.Ia pun memilih untuk segera kembali ke rumah sakit karena takut sang istri kenapa - napa.Setibanya di rumah sakit, nampak Key yang masih terlelap. Revan pun membelai lembut pucuk kepala sang istri dan menciumnya perlahan.Key sama sekali tak bergeming, mungkin ia sedikit lelah jadi Revan membiarkannya saja untuk tidur.Revan pun memilih untuk membuka tabnya dan mulai mengetik. Namun, hanya sebentar, karena orang di seberangnya memanggil dirinya."Sibuk, Mas?" tanya pria itu ramah."Ndak, Pak," jawab Revan ramah lalu segera meletakkan tabnya di atas nakas.Revan pun segera mengalihkan pandangannya kepada pasien di samping sang bapak yang masih terlelap sama seperti Key."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Revan ramah."Istri saya, Mas, abis keguguran," jawab pria itu sendu.Revan nampak mengernyitkan dahinya saat melihat pasien itu. Istrinya? Tapi kenapa terlihat
"Saya kenapa, Dok?" tanya Key sedikit panik sambil tangannya mengeratkan pegangannya kepada Revan.Revan pun menggeleng pelan sambil melihat layar itu dengan seksama."Seperti ada dua, Dok," jawab Revan cepat dan mendapat anggukan dari sang dokter."Benar, Pak. Sepertinya ada dua, tapi nanti kita pastikan lagi setelah 12 minggu ya, Pak. Karena disini belum terlalu jelas, mungkin karena usia kandungannya masih 8 minggu," jelas Dokter Farel yang langsung membuat Key begitu terkejut."Be -- berarti, apa kemungkinan saya hamil kembar, Dok?" tanya Key memastikan dan mendapat anggukan dari sang dokter.Key pun lalu menutup mulutnya dan lagi, air matanya mulai kembali turun."Ya Allah, kembar, Mas, kembar," lirih Key sambil sedikit tersenyum.Revan hanya mengangguk karena ia pun tak tau harus bilang apa. Ia benar - benar bahagia dengan kabar yang ia dengar saat ini."Selamat ya, Pak, Bu. Nanti, kita pastiin lagi 4 minggu lagi yah. Sekarang, waktunya kita dengar denyut jantungnya si dedek ya,
Setelah semua berkas selesai diurus, keduanya pun kini segera pindah menuju ruang inap.Revan memilih ruang rawat kelas 2 agar mereka ada temannya. Biasanya jika kelas 2 terdiri 4 bed sehingga ada teman mengobrol. Dan benar saja, disana sudah ada 2 orang lainnya yang mungkin sudah terlelap.Sesampainya disana, Revan pun kembali membelai lembut pucuk kepala Key yang sedang rebahan itu dan mengecupnya beberapa kali."Ya Allah, aku masih gak percaya dengan semuanya," lirih Revan pelan.Air matanya kembali keluar tanpa di komando, entah mengapa dirinya menjadi sedikit cengeng saat mengetahui sang istri hamil.Key pun tersenyum lembut dan segera menghapus air mata sang suami."Rejeki anak itu,.gak ada yang tau, Mas. Mungkin, ini balas untuk kita, karena udah belajar ngerawat Yudha, jadi kita dikasih mainan sendiri. Jangan nangis lagi ya, Mas, cengeng banget kamu," lirih Key lembut dan mendapat anggukan dari Revan.Revan pun terdiam sebentar lalu menarik kursinya agar ia bisa duduk tepat di
"Mas," lirih Key pelan sambil membuka matanya.Kepalanya terasa sedikit berat dan juga pusing. Apalagi, ditambah cahaya yang begitu menyilaukan saat dirinya membuka mata.Revan yang saat itu duduk disebelahnya pun segera mengalihkan pandangan ke sang istri dan segera bangkit dari duduknya lalu mencium kening sang istri."Mas disini, Dek. Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Revan lembut dan mendapat anggukan dari Key."Apa aku dirumah sakit lagi kah?" tanya Key pelan dan mendapat anggukan dari Revan.Key pun menghembuskan napasnya berat, selalu saja seperti ini. Padahal, ia sudah dinyatakan sembuh dari kanker yang di deritanya, tapi tetap saja, ia kadang masih harus keluar rumah sakit jika kelelahan dan pingsan."Maafin adek, Mas. Adek selalu aja ngerepotin kamu, Mas," lirih Key sendu dan mendapat gelengan dari Revan."Kamu gak pernah sekalipun ngerepotin Mas, Dek. Mas malah bersyukur kalau kamu selalu ngegantungin hidupmu sama Mas. Jangan pikirin yang aneh - aneh lagi ya,"
"Ta -- Tasya," panggil Key terbata.Ia pun mengangguk lalu mengelap ingusnya yang keluar dari hidungnya hingga ke pipinya."Iuhh, jorok banget sih, Neng," ucap Key sedikit jijik.Ucapan Key pun ternyata langsung membuat Tasya kembali menangis dan anak yang berada di gendongannya ikut menangis juga."Eh, udah Neng, kamu ngapain nangis juga, haduh," ucap Key sedikit panik.Tanpa berpikir dua kali, Key pun segera mengambil sang bayi lalu menimang - nimangnya agar diam.Sementara Tasya, ia pun segera duduk di kursi meja makan sambil masih sesegukan."Yu -- Yudha rewel aja semaleman. A -- aku bingung harus ngapain, dia gak mau nen, gak mau tidur, maunya di gendong terus. Mana, Mas Varo juga gak mau gantian. A -- aku capek, Kak, aku ngantuk, huaaa," ucap Tasya kembali sambil terus merengek."Astagfirullah," ucap Key sambil menggelengkan kepalanya pelan.Key pun terus menimang sampai Yudha akhirnya tertidur, saat hendak keluar dari dapur, Revan pun muncul dari arah pintu."Kebetulan. Bawa Yu
"Mas, liat deh, cantik gak? Dia temen sekolah aku pas SMA. Udah jadi janda setahun lalu, sama udah punya anak satu," ucap Key sambil menyerahkan hpnya kepada sang suami.Revan pun segera mengambil hp itu dan melihatnya. Ternyata, sang istri menunjukkan foto seorang wanita bersama seorang anak laki-laki berumur sekitar 3 tahun."Gimana, Mas? Suka gak?" tanya Key kembali.Revan tak menjawab, hanya langsung menaruh hp itu diatas nakas samping tempat tidurnya. Dan langsung memeluk tubuh sang istri."Udah, cukup, Dek! Berapa kali aku bilang, aku gak akan mau nikah lagi, aku cuma pingin hidup sama kamu," ucap Revan lembut namun penuh penekanan."Tapi, Mas, aku bukan perempuan sempurna. Nyatanya, sampe usia pernikahan kita yang ke 7 pun, aku gak bisa kasih kamu anak, Mas, " lirih Key sambil mencoba menahan air matanya.Revan menggeleng pelan lalu menghapus air mata sang istri. Pasti akan selalu seperti ini, Key akan terus memaksanya untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Namun, tetap
"Kenapa pingin nostalgia, Dek?" tanya Varo penasaran."Entah, Mas. Pingin aja, apalagi dulu kita kan gak sempet pacaran," jawab Tasya sambil tersenyum.Varo pun hanya mengangguk lalu segera menarik tubuh sang istri kedalam pelukannya."Kadang, aku ngerasa, bahwa ini tuh kek mimpi, Dek," ucap Varo sendu."Mimpi?" tanya Tasya penasaran.Tasya pun keluar dari pelukan sang suami sambil memegang erat lengannya."Iya. Aku gak percaya bahwa sekarang, kamu adalah istri aku. Ibu dari anak - anakku kelak," ucap Varo.Tasya pun membelai lembut wajah sang suami dan tersenyum. Sementara Varo langsung mengambil lengan sang istri dan mengecupnya sebentar."Dulu, aku cuma bisa ngagumin kamu aja, Dek. Setiap aku manggung, selalu liat kamu, merhatiin kamu. Kadang, aku selalu bawain lagu - lagu untuk kamu. Hanya aja, dulu kamu gak peka. Kamu lah alasan untuk aku tetap bertahan disini, Dek," ucap Varo lembut."Terlepas dari kamu adalah titipan dari Damar atau bukan. Aku bener - bener sayang sama kamu. Ak