"Siapa itu?" tanya Varo dan mendapat gelengan dari Tasya.Untuk sesaat keduanya nampak saling berpandangan, sampai akhirnya suara tadi pun terdengar lagi."NATASYA, KELUAR LU! GUA TAU LU DI DALEM KAN?!""Siapa sih, Dek? Ayo keluar yuk, berisik banget, teriak - teriak aja," gerutu Varo seraya beranjak dari duduknya dan mendapat anggukan dari Tasya.Varo pun lalu menggandeng lengan sang istri untuk keluar rumah. Namun, baru saja hendak membuka pintu kamar, nampak Revan sudah berada disana."Keysa tuh teriak - teriak aja, berisik," gerutu Revan kesal dan hanya mendapat anggukan saja dari Varo.Keduanya pun lantas keluar rumah, disusul oleh Revan dan juga sang istri yang mengikutinya dari belakang."Ngapain sih, Lu, teriak - teriak aja!" sungut Tasya kesal kepada sang sahabat.Keysa yang sedang dalam keadaan marah pun tiba-tiba langsung menjambak rambut Tasya dan menggeretnya keluar teras."Sakit, Keysa, lepasin gak!" seru Tasya sambil memegangi rambutnya yang terjambak itu."Nggak! Gua g
Bagas mencoba meraih tangan Tasya namun berhasil di cekal oleh Varo."Lu dengerkan kalau Tasya minta lu pergi, kenapa masih disini dan mohon - mohon?" tanya Varo sedikit ketus."Berisik! Minggir lu, gua mau ketemu Tasya," ucap Bagas seraya mencoba melepaskan tangannya dan juga sedikit mendorong tubuh Varo.Namun, kelakuan Bagas itu malah membuat Varo tak bisa menahan senyumnya. Varo pun lalu menaruh kedua lengannya pada bahu Bagas."Bro, gua ingetin ya, Natasya itu sekarang udah jadi istri gua. Jadi, udah sewajarnya gua ngelarang lu gangguin Tasya. sampe sini paham?!" tanya Varo penuh penekanan sambil mencekal bahu Bagas.Bagas pun akhirnya hanya bisa menghembuskan napasnya kesal."Oke! Tapi Lu inget, suatu saat Gua pasti bakal rebut Tasya lagi dari lu!" seru Bagas seraya menepis lengan Varo dari bahunya."Coba aja kalau bisa. Gua yakin Tasya juga gak akan mau sama lu lagi," kekeh Varo sambil bersidekap dada.Kelakuan Varo yang nampak meremehkan itu membuat Bagas sangat kesal dan akhi
"Ke kontrakan aku, Bang," ucap Varo kemudian.Untuk sesaat Revan pun nampak menghela napas berat dan memijat pelan pelipisnya.Tasya pun segera menghampiri sang kakak dan segera berjongkok didepannya. Lalu, ia pun membelai lembut lengan sang Kakak."Bang, kita punya alasan kenapa kita pingin keluar dari rumah ini, dan Tasya rasa alasannya mungkin bisa masuk akal buat Abang," lirih Tasya pelan.Revan pun hanya bisa tersenyum samar sambil memandangi wajah sang adik yang nampak memelas itu."Apa alasannya, Sya?" tanya Revan akhirnya.Tasya pun kembali duduk di sebelah Varo dan menghembuskan napasnya berat."Ada beberapa alasan, Bang, salah satunya, sayang sama kontrakan yang udah aku sewa. Aku bayar kontrakan itu satu tahun full, dan aku baru tinggal disana 6 bulan, jadi masih ada waktu 6 bulan," ucap Varo memulai obrolannya."Gak cuma itu, Bang, aku juga kan jarang dirumah, beda sama Kakak dan Abang yang emang uda
Tasya yang nampak syok langsung ambruk saat melihat mobil sedan milik Varo. Hingga akhirnya, Varo pun langsung menghampiri sang istri kembali."Dek, kamu gak apa - apa?" tanya Varo.Untuk sesaat Tasya masih terdiam dan menggelengkan kepalanya pelan, hingga akhirnya ...."Arghh, sakit, Dek! Ampun," lenguh Varo sambil memegangi rambutnya yang di jambak oleh sang istri."Alvaro Bagaskara! Lu tuh bener - bener yak, demen banget bikin bini lu syok dan kaget! Untung aja gua gak punya penyakit jantung!" seru Tasya kesal sambil mengencangkan jambakanya sehingga membuat Varo makin mengaduh.Tak lama, Pak Daren pun nampak menghampiri mereka berdua lalu menyerahkan sebotol air mineral kepada Tasya."Tuh kan saya bilang juga apa, Mbak, jangan suka percaya sama omongannya Mas Varo," ucap Pak Daren nampak memanasi.Pak Daren sendiri terlihat sangat menikmati pemandangan didepannya itu. Kapan lagi, ia melihat bosnya yang sangat dingin itu tersiksa selain di tangan istrinya sendiri.Setelah merasa pu
"Kenapa, Dek? Kamu tau tempat ini?" tanya Varo seraya melepaskan salt beltnya."Tau, Mas. Mas yakin mau disini? Disini mahal loh katanya," jawab Tasya nampak ragu.Varo pun hanya tersenyum lalu segera keluar dari dalam mobilnya dan membuka pintu mobil istrinya."Gak papa, Dek, masih sanggup kok aku biayain perawatan kamu," ucap Varo seraya membantu sang istri keluar dari dalam mobilnya."Ta -- tapi, Mas," lirih Tasya masih dengan ragu.Tasya masih berdiam diri di samping pintu mobilnya. Hatinya benar - bener ragu untuk melangkah. Ia takut, jika itu akan membebankan Varo."Dek, kamu gak usah khawatir soal uang. Insya Allah ada kok, lagi pula bukannya dengan kamu boros dan bahagia, rejeki aku juga makin lancar? Bukankah istri salah satu penarik rejeki suami?" tanya Varo sambil tersenyum ramah.Tasya pun nampak berpikir sebentar lalu tersenyum dan mengangguk."Iya si, Mas. Ya udah deh, kalau Mas maksa mah, aku nurut aja, makasih ya,Mas," ucap Tasya dengan tulus dan hanya mendapat angguka
"Kenapa minta maaf, Le?" tanya Tasya semakin bingung dan mendapat gelengan dari Lea.Karena Lea tak kunjung menjawab, rasa canggung pun kembali menyelimuti mereka berdua. Tasya pun memilih untuk memejamkan matanya, sementara Lea meneruskan pijatannya.Tanpa sadar, ternyata Tasya pun tertidur mungkin karena saking enaknya pijatan Lea.Selang satu jam kemudian, pijatan Lea pun telah berakhir. Saat melihat sang kakak tertidur, Lea pun hanya tersenyum karenanya."Pantesan aja Abang jatuh cinta sama kamu, Kak. Kamu lagi tidur aja cantik gini, terus emang baik juga meskipun udah di ketusin aku. Ya ampun, kalau tau saingan aku begini, dah mundur aja aku mah, titip Abang aku ya Kak, dia tuh cinta pertama aku sebenernya, dan aku pun pingin milikin dia," lirih Lea pelan sambil memandang wajah Tasya yang nampak lelah."Kak, Kak Tasya bangun, Kak," ucap Lea seraya menepuk pelan punggung Tasya."Kak," ucap Lea kembali.Tasya yang tengah terlelap pun perlahan membuka matanya dan saat melihat wajah
Tasya terdiam dan tertunduk dalam mendengar pertanyaan sang suami itu."Dek," lirih Varo lembut sambil membelai mesra lengan sang istri."Sayang aja, Mas, uangnya. Lumayan loh 20 juta cuma buat perawatan gitu doang," lirih Tasya pelan.Varo pun hanya tersenyum melihat kelakuan sang istri itu. Ia pun kembali membelai lembut rambut panjang sang istri yang kini terlihat lebih halus dibanding dengan tadi."Sebanding dengan hasilnya, Dek. Kamu juga bukannya lebih seger dan rileks?" tanya Varo dan mendapat anggukan dari Tasya."Gak ada yang mahal selama kita emang mampu membayarnya, Dek. Doain aja, dengan Mas terus nyenengin kamu kek gini, rejeki Mas makin lancar ya," ucap Varo kembali sambil berusaha menenangkan sang istri.Tasya pun hanya mengangguk dan menghembuskan napasnya pasrah. Baginya, percuma berdebat dengan Varo. Entah mengapa, ia kini mulai melihat sisi lain dari diri Varo. Varo bukanlah orang lemah atau pecundang seperti yang orang - orang katakan. Namun, ia nampak seperti seor
"Haha, aww," seru Tasya saat melihat Varo menerkam tubuhnya.Setelahnya, malam pun mereka lalui dengan penuh gairah yang membara. Keduanya sama - sama imbang dalam melakukan permainan panas malam itu, seolah tak pernah ingin berhenti melakukannya. Selalu ingin melakukan lagi dan lagi."Mas, arghh, aku ... aku ...," engah Tasya."Be -- bentar, Dek ...," ucap Varo tertahan.Dan tak lama ..."Arghhh."Lenguhan panjang pun keluar dari mulut mereka berdua bersamaan dengan ambruknya tubuh Varo di atas tubuh sang istri.Setelah itu, keduanya sama - sama memejamkan matanya, tak kuat rasanya untuk sekedar bergeser saja. Tenaga keduanya nampak telah habis karena pergumulan panas yang hampir terjadi sepanjang malam itu.Sekitar pukul 10.00 WIB, Tasya pun mulai membuka matanya dengan perlahan karena mendengar ponselnya yang terus berdering.Saat matanya terbuka, yang terlihat pertama kali adalah wajah Varo yang nampak sedikit lelah. Sebenernya, ia pun masih lelah, tetapi deringan itu terus berbun
"Mbaknya tau lampu ayam yang kuning itu gak?" tanya Key dan mendapat anggukan dari mereka berdua."Lampu ayam itu nanti taruh ditengahnya, Mbak. Posisinya pasin sama perut si dedek. Terus, nanti pas tidur, matanya dikasih penutup mata biar gak silau. Lampunya nyalahin aja jangan dimatiin," jelas Key."Lah, bisa begitu, Mbak?" tanya lelaki itu sedikit tak percaya."Iya. Keponakan saya kebetulan pas lahir kadar bilirubinnya sedikit tinggi dan disuru inkubator terus jadi pake itu. Saya juga tau itu dari anak tetangga yang lahir prematur, Mbak," jawab Key sambil tersenyum."Berarti, emang udah pernah nyoba ya, Mba? Terus hasilnya gimana?" tanya lelaki itu kembali."Alhamdulillah normal semua. Pas kontrol minggu depannya udah normal semua, jadi lampu ayamnya langsung di lepas," jawab Key dan mendapat anggukan dari orang itu.Kedua orang itu pun lalu mengucapkan terimakasih kepada Key karena sudah dibantu.Tak lama setelah itu, Revan pun kembali ke kamar dan mereka pun bersiap untuk pulang.
Revan hanya terkekeh lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sementara Key nampak tertawa geli setelah melihatnya."Ciee, ketemu pembacanya Mas Gerry tuh, Mas," ledek Key sambil terkekeh geli."Jadi beneran, Masnya itu Coco Nut?" tanya wanita itu kembali dan langsung mendapat anggukan dari Revan."Wah, seneng banget ketemu penulis aslinya. Bisa dong, minta tanda tangannya," ucap wanita itu kembali."Waduh, jangan lah, Bu. Malu saya," ucap Revan sambil menggelengkan kepalanya pelan."Haha gak apa-apa, Mas. Padahal, saya udah baca ceritanya di aplikasi hijau, tapi tetep pingin baca bukunya juga," ucap wanita itu kembali sambil tersenyum."Masya Allah, makasih ya, Bu, udah mau baca. Terimakasih udah mau beli bukunya juga, soalnya dari sana saya bisa punya uang lebih," ucap Revan merasa bersyukur dan mendapat anggukan dari wanita itu."Iya, Mas, sama-sama. Semangat berkaryanya ya, Mas," ucap wanita itu kembali.***Malam pun mulai menyapa, keadaan Key pun sudah membaik dan diperbolehkan untuk
"Abang!" seru Tasya dan Varo secara serempak.Namun, Revan hanya menggendikkan bahunya saja dan segera berlalu menuju mobilnya.Ia pun memilih untuk segera kembali ke rumah sakit karena takut sang istri kenapa - napa.Setibanya di rumah sakit, nampak Key yang masih terlelap. Revan pun membelai lembut pucuk kepala sang istri dan menciumnya perlahan.Key sama sekali tak bergeming, mungkin ia sedikit lelah jadi Revan membiarkannya saja untuk tidur.Revan pun memilih untuk membuka tabnya dan mulai mengetik. Namun, hanya sebentar, karena orang di seberangnya memanggil dirinya."Sibuk, Mas?" tanya pria itu ramah."Ndak, Pak," jawab Revan ramah lalu segera meletakkan tabnya di atas nakas.Revan pun segera mengalihkan pandangannya kepada pasien di samping sang bapak yang masih terlelap sama seperti Key."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Revan ramah."Istri saya, Mas, abis keguguran," jawab pria itu sendu.Revan nampak mengernyitkan dahinya saat melihat pasien itu. Istrinya? Tapi kenapa terlihat
"Saya kenapa, Dok?" tanya Key sedikit panik sambil tangannya mengeratkan pegangannya kepada Revan.Revan pun menggeleng pelan sambil melihat layar itu dengan seksama."Seperti ada dua, Dok," jawab Revan cepat dan mendapat anggukan dari sang dokter."Benar, Pak. Sepertinya ada dua, tapi nanti kita pastikan lagi setelah 12 minggu ya, Pak. Karena disini belum terlalu jelas, mungkin karena usia kandungannya masih 8 minggu," jelas Dokter Farel yang langsung membuat Key begitu terkejut."Be -- berarti, apa kemungkinan saya hamil kembar, Dok?" tanya Key memastikan dan mendapat anggukan dari sang dokter.Key pun lalu menutup mulutnya dan lagi, air matanya mulai kembali turun."Ya Allah, kembar, Mas, kembar," lirih Key sambil sedikit tersenyum.Revan hanya mengangguk karena ia pun tak tau harus bilang apa. Ia benar - benar bahagia dengan kabar yang ia dengar saat ini."Selamat ya, Pak, Bu. Nanti, kita pastiin lagi 4 minggu lagi yah. Sekarang, waktunya kita dengar denyut jantungnya si dedek ya,
Setelah semua berkas selesai diurus, keduanya pun kini segera pindah menuju ruang inap.Revan memilih ruang rawat kelas 2 agar mereka ada temannya. Biasanya jika kelas 2 terdiri 4 bed sehingga ada teman mengobrol. Dan benar saja, disana sudah ada 2 orang lainnya yang mungkin sudah terlelap.Sesampainya disana, Revan pun kembali membelai lembut pucuk kepala Key yang sedang rebahan itu dan mengecupnya beberapa kali."Ya Allah, aku masih gak percaya dengan semuanya," lirih Revan pelan.Air matanya kembali keluar tanpa di komando, entah mengapa dirinya menjadi sedikit cengeng saat mengetahui sang istri hamil.Key pun tersenyum lembut dan segera menghapus air mata sang suami."Rejeki anak itu,.gak ada yang tau, Mas. Mungkin, ini balas untuk kita, karena udah belajar ngerawat Yudha, jadi kita dikasih mainan sendiri. Jangan nangis lagi ya, Mas, cengeng banget kamu," lirih Key lembut dan mendapat anggukan dari Revan.Revan pun terdiam sebentar lalu menarik kursinya agar ia bisa duduk tepat di
"Mas," lirih Key pelan sambil membuka matanya.Kepalanya terasa sedikit berat dan juga pusing. Apalagi, ditambah cahaya yang begitu menyilaukan saat dirinya membuka mata.Revan yang saat itu duduk disebelahnya pun segera mengalihkan pandangan ke sang istri dan segera bangkit dari duduknya lalu mencium kening sang istri."Mas disini, Dek. Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Revan lembut dan mendapat anggukan dari Key."Apa aku dirumah sakit lagi kah?" tanya Key pelan dan mendapat anggukan dari Revan.Key pun menghembuskan napasnya berat, selalu saja seperti ini. Padahal, ia sudah dinyatakan sembuh dari kanker yang di deritanya, tapi tetap saja, ia kadang masih harus keluar rumah sakit jika kelelahan dan pingsan."Maafin adek, Mas. Adek selalu aja ngerepotin kamu, Mas," lirih Key sendu dan mendapat gelengan dari Revan."Kamu gak pernah sekalipun ngerepotin Mas, Dek. Mas malah bersyukur kalau kamu selalu ngegantungin hidupmu sama Mas. Jangan pikirin yang aneh - aneh lagi ya,"
"Ta -- Tasya," panggil Key terbata.Ia pun mengangguk lalu mengelap ingusnya yang keluar dari hidungnya hingga ke pipinya."Iuhh, jorok banget sih, Neng," ucap Key sedikit jijik.Ucapan Key pun ternyata langsung membuat Tasya kembali menangis dan anak yang berada di gendongannya ikut menangis juga."Eh, udah Neng, kamu ngapain nangis juga, haduh," ucap Key sedikit panik.Tanpa berpikir dua kali, Key pun segera mengambil sang bayi lalu menimang - nimangnya agar diam.Sementara Tasya, ia pun segera duduk di kursi meja makan sambil masih sesegukan."Yu -- Yudha rewel aja semaleman. A -- aku bingung harus ngapain, dia gak mau nen, gak mau tidur, maunya di gendong terus. Mana, Mas Varo juga gak mau gantian. A -- aku capek, Kak, aku ngantuk, huaaa," ucap Tasya kembali sambil terus merengek."Astagfirullah," ucap Key sambil menggelengkan kepalanya pelan.Key pun terus menimang sampai Yudha akhirnya tertidur, saat hendak keluar dari dapur, Revan pun muncul dari arah pintu."Kebetulan. Bawa Yu
"Mas, liat deh, cantik gak? Dia temen sekolah aku pas SMA. Udah jadi janda setahun lalu, sama udah punya anak satu," ucap Key sambil menyerahkan hpnya kepada sang suami.Revan pun segera mengambil hp itu dan melihatnya. Ternyata, sang istri menunjukkan foto seorang wanita bersama seorang anak laki-laki berumur sekitar 3 tahun."Gimana, Mas? Suka gak?" tanya Key kembali.Revan tak menjawab, hanya langsung menaruh hp itu diatas nakas samping tempat tidurnya. Dan langsung memeluk tubuh sang istri."Udah, cukup, Dek! Berapa kali aku bilang, aku gak akan mau nikah lagi, aku cuma pingin hidup sama kamu," ucap Revan lembut namun penuh penekanan."Tapi, Mas, aku bukan perempuan sempurna. Nyatanya, sampe usia pernikahan kita yang ke 7 pun, aku gak bisa kasih kamu anak, Mas, " lirih Key sambil mencoba menahan air matanya.Revan menggeleng pelan lalu menghapus air mata sang istri. Pasti akan selalu seperti ini, Key akan terus memaksanya untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Namun, tetap
"Kenapa pingin nostalgia, Dek?" tanya Varo penasaran."Entah, Mas. Pingin aja, apalagi dulu kita kan gak sempet pacaran," jawab Tasya sambil tersenyum.Varo pun hanya mengangguk lalu segera menarik tubuh sang istri kedalam pelukannya."Kadang, aku ngerasa, bahwa ini tuh kek mimpi, Dek," ucap Varo sendu."Mimpi?" tanya Tasya penasaran.Tasya pun keluar dari pelukan sang suami sambil memegang erat lengannya."Iya. Aku gak percaya bahwa sekarang, kamu adalah istri aku. Ibu dari anak - anakku kelak," ucap Varo.Tasya pun membelai lembut wajah sang suami dan tersenyum. Sementara Varo langsung mengambil lengan sang istri dan mengecupnya sebentar."Dulu, aku cuma bisa ngagumin kamu aja, Dek. Setiap aku manggung, selalu liat kamu, merhatiin kamu. Kadang, aku selalu bawain lagu - lagu untuk kamu. Hanya aja, dulu kamu gak peka. Kamu lah alasan untuk aku tetap bertahan disini, Dek," ucap Varo lembut."Terlepas dari kamu adalah titipan dari Damar atau bukan. Aku bener - bener sayang sama kamu. Ak