Ketika sampai di depan restoran yang dituju, Kaira merasakan jika hatinya sangat gugup sekaligus deg-degan. Apalagi ia tidak mengenakan pakaian yang dipilihkan oleh Dipta melainkan pakaian yang dipilihkan oleh Vania.“Sudah sampai, Bu,” ujar sopir yang merasa jika Ibu Bosnya masih saja betah di dalam mobil. Padahal mobil sudah terparkir dengan baik.“Iya,” jawab Kaira lirih, sebelah tangannya memegang bagian dada yang mana degupan di dalamnya semakin cepat juga kencang tak beraturan.Terpaksa akhirnya Kaira pun turun dari dalam mobil. Saat sudah berada di luar, perasaannya semakin tak karuan. Apalagi ia merasa tidak percaya diri dengan pakaian yang digunakan. Namun, ingin menolak rasanya tidak enak dengan Mama mertuanya itu, takut membuat sedih.Dengan sedikit keberanian yang dimiliki, Kaira pun melangkah pelan menuju ke dalam restoran mewah.Ketika masuk, Kaira disambut ramah oleh pelayan yang memang bertugas di bagian pintu.“Meja atas nama siapa, Ibu?” tanya pelayan itu dengan rama
“Mas, kenapa tatapan kamu jadi begitu?” tanya Kaira dengan polosnya ketika mereka berdua sudah selesai melakukan ritual ‘tendang kencang’ oleh Dipta.“Gapapa.”Dipta tahu betul kalau istrinya melihat ke cermin nanti, sudah pasti dia akan berteriak kencang dan memaki dirinya dengan berbagai sumpah serapah.Tapi bukannya tadi Kaira juga menikmati apa yang sudah dilakukan bersama? Jadi ini bukan sepenuhnya salah Dipta dong? Toh sama-sama enak sudah mengeluarkan hormone endorphin bersama.“Kamu aneh banget,” komentar Kaira saat Dipta hanya diam saja. Padahal pria itu tadi sangat ganas sekali di atas ranjang.Bahkan pakaian yang sudah dibelikan oleh Vania kini sudah robek, compang-camping tak layak pakai akibat tarikan kuat dari tangan Dipta.“Aneh gimana, huh!?” bisik Dipta tepat di tengkuk leher milik Kaira. Masih terus memberikan kecupan-kecupan kecil untuk istrinya meski Kaira sedikit merasa kegelian.“Jadi diam gitu kayak nggak biasanya.” Kaira mengubah posisi terlentangnya menjadi mi
Sesuai dengan janji yang Dipta ucapkan jika minggu ini mereka berdua akan melakukan liburan babymoon ke kota Yogyakarta.Tentu saja hal ini membuat Kaira merasa senang sekaligus sangat antusias. Saking tidak sabarnya, Kaira sampai rela packing pakaian dari seminggu yang lalu, dan hal ini membuat Dipta dan Vania menggelengkan kepala saja.“Mas, kayaknya aku masih butuh beli baju hamil yang banyak deh. Soalnya suka gerah gitu.”“Yaudah sekarang kita pergi ke mal beli pakaian yang kamu suka.”Kaira tersenyum senang ketika keinginannya selalu saja dituruti oleh sang suami. Saking merasa bahagia, Kaira memeluk leher Dipta sangat kencang.“Kiss-nya mana?” Dipta menepuk sebelah pipinya, menunjukkan kepada Kaira kalau dia ingin dicium.“Ih, apaan sih, malu ada Mama,” balas Kaira sedikit berbisik di telinga Dipta.“Yaudah kalau gitu kita ke kamar dulu buat—ahhhh, sayang kenapa pinggang aku dicubit, ih!?” protes Dipta merasa kesakitan karena menjadi korban cubitan ganas sang istri.“Lagian omes
Beberapa bulan kemudian.Hari-hari Kaira kini diliputi dengan kegiatan yang cukup menyenangkan bagi wanita hamil. Ia mulai rutin ikut acara senam, bahkan ketika sudah di rumah sering belajar membuat kue berdasarkan resep dari youtube.Seperti saat ini, Kaira tengah sibuk membuat kue nastar di usia kehamilannya yang akan menginjak sembilan bulan.Entah kenapa Kaira merasakan nyeri yang begitu hebat di bagian perut bawahnya. Rasanya lebih sakit dari kebiasaannya saat akan datang bulan. Kali ini rasanya melilit, bahkan terkadang hilang dan muncul mendadak rasa itu.“Aaarrrggg!” jerit Kaira ketika rasa sakit itu melanda datang. “Aaawwhhh!” lanjutnya kembali menjerit karena tidak tahan dengan apa yang dirasakan perutnya.“Kaira, kamu kenapa sayang?” tanya Vania terlihat cemas sekaligus panik saat melihat menantunya tengah meringis kesakitan.“Sa-sa-sakit, Ma.”“Kamu mau lahiran, ya?” tebak Vania mengajak Kaira untuk segera istirahat duduk ke sofa ruang keluarga.Kaira sendiri tidak tahu ba
Mendapat kabar jika istrinya akan melahirkan sekarang membuat pikiran Dipta tak karuan. Otaknya tidak bisa berkonsentrasi. Sikapnya bahkan sedikit grasak-grusuk.“Bapak kenapa? Kok kayak bingung begitu?” tanya Adit, orang kepercayaan Dipta.“Kaira mau lahiran, Dit.”“Ibu bos mau lahiran? Kalau begitu Bapak pulang saja dulu, biar ini saya yang handle.”“Terima kasih banyak, Dit. Kalau begitu saya minta tolong carikan tiket pesawat pulang ke Jakarta sekarang juga, ya.”“Baik, Pak, akan saya usahakan sebaik dan secepat mungkin.”Dipta mengangguk pelan sebagai respon. Hatinya sedikit tenang karena Adit akan mencarikan tiket pesawat pulang. Apalagi Dipta tahu betul bagaimana kinerja Adit selama ini. Tidak perlu diragukan lagi.Sambil menunggu kabar dari Adit, Dipta mencoba tetap menyelesaikan pekerjaan yang sempat ditinggalkan barusan. Bagaimanapun Dipta harus tetap profesional.Tak lama Adit keluar, pria itu sudah kembali lagi dengan membawa kabar bahagia jika tiket pesawat untuk Dipta pu
Dipta yang melihat sendiri istrinya berjuang untuk melahirkan buah cintanya merasa tidak tega sendiri. Tanpa disadarinya, Dipta menitikan air matanya namun segera diusapnya dengan kasar agar Kaira tidak melihatnya dan justru akan menjadi beban pikiran istrinya nanti.“Sekali lagi, Ibu Kaira, mengejan yang lebih kuat lagi, oke. Sekarang rileks dulu ambil napas dalam-dalam.”Kaira mengikuti saran dari Dokter yang menangani dirinya. Merasa sudah siap untuk mengejan, Kaira memberikan kode kepada tim medis menggunakan jemari tangannya.“Kita hitung sekali lagi sampai tiga ya, Bu. Satu, dua, tiga! Mengejan yang kuat, Bu!”“AAAA!”“Terus, Bu! Jangan berhenti mengejan!”“AAAA!”“Ayo, Bu. Semangat!” kata salah satu Bidan, menyemangati Kaira.Kaira hanya mengangguk sebagai respon. Air matanya sudah tumpah ruah tidak karuan. Bahkan suara Dipta yang selalu menyemangati dirinya menjadi sebuah cambuk bagi Kaira agar kuat berjuang.“Sayang, kamu pasti bisa! Kamu perempuan kuat! Kamu perempuan hebat!
“Nama yang bagus,” komentar Kaira tersenyum lembut ke arah box bayi yang sudah ada Alle di sana.Kaira pun kini sudah berada di dalam kamar rawat inapnya. Petugas medis yang mengantarnya kini pamit keluar setelah memastikan selang infus milik Kaira berjalan dengan baik.Baru saja akan mendaratkan pantatnya ke kursi, pintu ruang rawat inap sudah terbuka kembali yang menampilkan sesosok Vania.Wanita paruh baya itu masuk dengan kedua bola mata berkaca-kaca. Apalagi melihat box bayi yang berada di samping brankar milik Kaira.“Selamat sayang, selamat sudah menjadi Ibu saat ini. Mama bangga dan senang bisa memiliki menantu seperti kamu,” ucap Vania sambil memeluk Kaira.“Terima kasih banyak, Ma. Apalagi tadi Mama sudah setia temani aku di ruang bersalin selama Mas Dipta tidak ada.”“Iya, sayang, Mama yang seharusnya berterima kasih sama kamu karena sudah melahirkan cucu Mama yang cantik itu,” ungkap Vania sembari melirik ke box bayi yang terdapat Alle tertidur di sana.Tanpa disadari Kair
Tepat hari ini Kaira sudah diperbolehkan pulang. Dipta langsung mengurus segala administrasi perawatan serta persalinan milik Kaira dengan cepat.Selesai mengurus pembayaran, Dipta kembali ke dalam ruang rawat inap istrinya untuk berkemas-kemas.Vania yang memang setia menunggu di rumah sakit, kini ikut membantu membereskan semuanya.“Kamu kuat jalan apa tidak, Kai?” tanya Vania penuh perhatian.Kaira tidak langsung menjawab melainkan tampak berpikir sambil mencoba berdiri, namun rasanya masih nyeri di bagian sensitifnya.“Kita pakai kursi roda saja,” ceplos Dipta menimbrung.“Ya sudah kalau begitu Mama setuju! Jangan dipaksakan kalau memang masih sakit atau nyeri,” ujar Vania yang kini beralih untuk meraih Alle dari dalam box bayi untuk segera digendong.Kaira pun akhirnya merasa lega ketika mertua dan suaminya bisa memahami apa yang diinginkan tanpa ia harus mengatakan. Pasalnya Kaira tipe orang yang tidak enakan meski dengan keluarga sekalipun.Mereka bertiga kini berjalan menuju k