Beberapa bulan kemudian.Hari-hari Kaira kini diliputi dengan kegiatan yang cukup menyenangkan bagi wanita hamil. Ia mulai rutin ikut acara senam, bahkan ketika sudah di rumah sering belajar membuat kue berdasarkan resep dari youtube.Seperti saat ini, Kaira tengah sibuk membuat kue nastar di usia kehamilannya yang akan menginjak sembilan bulan.Entah kenapa Kaira merasakan nyeri yang begitu hebat di bagian perut bawahnya. Rasanya lebih sakit dari kebiasaannya saat akan datang bulan. Kali ini rasanya melilit, bahkan terkadang hilang dan muncul mendadak rasa itu.“Aaarrrggg!” jerit Kaira ketika rasa sakit itu melanda datang. “Aaawwhhh!” lanjutnya kembali menjerit karena tidak tahan dengan apa yang dirasakan perutnya.“Kaira, kamu kenapa sayang?” tanya Vania terlihat cemas sekaligus panik saat melihat menantunya tengah meringis kesakitan.“Sa-sa-sakit, Ma.”“Kamu mau lahiran, ya?” tebak Vania mengajak Kaira untuk segera istirahat duduk ke sofa ruang keluarga.Kaira sendiri tidak tahu ba
Mendapat kabar jika istrinya akan melahirkan sekarang membuat pikiran Dipta tak karuan. Otaknya tidak bisa berkonsentrasi. Sikapnya bahkan sedikit grasak-grusuk.“Bapak kenapa? Kok kayak bingung begitu?” tanya Adit, orang kepercayaan Dipta.“Kaira mau lahiran, Dit.”“Ibu bos mau lahiran? Kalau begitu Bapak pulang saja dulu, biar ini saya yang handle.”“Terima kasih banyak, Dit. Kalau begitu saya minta tolong carikan tiket pesawat pulang ke Jakarta sekarang juga, ya.”“Baik, Pak, akan saya usahakan sebaik dan secepat mungkin.”Dipta mengangguk pelan sebagai respon. Hatinya sedikit tenang karena Adit akan mencarikan tiket pesawat pulang. Apalagi Dipta tahu betul bagaimana kinerja Adit selama ini. Tidak perlu diragukan lagi.Sambil menunggu kabar dari Adit, Dipta mencoba tetap menyelesaikan pekerjaan yang sempat ditinggalkan barusan. Bagaimanapun Dipta harus tetap profesional.Tak lama Adit keluar, pria itu sudah kembali lagi dengan membawa kabar bahagia jika tiket pesawat untuk Dipta pu
Dipta yang melihat sendiri istrinya berjuang untuk melahirkan buah cintanya merasa tidak tega sendiri. Tanpa disadarinya, Dipta menitikan air matanya namun segera diusapnya dengan kasar agar Kaira tidak melihatnya dan justru akan menjadi beban pikiran istrinya nanti.“Sekali lagi, Ibu Kaira, mengejan yang lebih kuat lagi, oke. Sekarang rileks dulu ambil napas dalam-dalam.”Kaira mengikuti saran dari Dokter yang menangani dirinya. Merasa sudah siap untuk mengejan, Kaira memberikan kode kepada tim medis menggunakan jemari tangannya.“Kita hitung sekali lagi sampai tiga ya, Bu. Satu, dua, tiga! Mengejan yang kuat, Bu!”“AAAA!”“Terus, Bu! Jangan berhenti mengejan!”“AAAA!”“Ayo, Bu. Semangat!” kata salah satu Bidan, menyemangati Kaira.Kaira hanya mengangguk sebagai respon. Air matanya sudah tumpah ruah tidak karuan. Bahkan suara Dipta yang selalu menyemangati dirinya menjadi sebuah cambuk bagi Kaira agar kuat berjuang.“Sayang, kamu pasti bisa! Kamu perempuan kuat! Kamu perempuan hebat!
“Nama yang bagus,” komentar Kaira tersenyum lembut ke arah box bayi yang sudah ada Alle di sana.Kaira pun kini sudah berada di dalam kamar rawat inapnya. Petugas medis yang mengantarnya kini pamit keluar setelah memastikan selang infus milik Kaira berjalan dengan baik.Baru saja akan mendaratkan pantatnya ke kursi, pintu ruang rawat inap sudah terbuka kembali yang menampilkan sesosok Vania.Wanita paruh baya itu masuk dengan kedua bola mata berkaca-kaca. Apalagi melihat box bayi yang berada di samping brankar milik Kaira.“Selamat sayang, selamat sudah menjadi Ibu saat ini. Mama bangga dan senang bisa memiliki menantu seperti kamu,” ucap Vania sambil memeluk Kaira.“Terima kasih banyak, Ma. Apalagi tadi Mama sudah setia temani aku di ruang bersalin selama Mas Dipta tidak ada.”“Iya, sayang, Mama yang seharusnya berterima kasih sama kamu karena sudah melahirkan cucu Mama yang cantik itu,” ungkap Vania sembari melirik ke box bayi yang terdapat Alle tertidur di sana.Tanpa disadari Kair
Tepat hari ini Kaira sudah diperbolehkan pulang. Dipta langsung mengurus segala administrasi perawatan serta persalinan milik Kaira dengan cepat.Selesai mengurus pembayaran, Dipta kembali ke dalam ruang rawat inap istrinya untuk berkemas-kemas.Vania yang memang setia menunggu di rumah sakit, kini ikut membantu membereskan semuanya.“Kamu kuat jalan apa tidak, Kai?” tanya Vania penuh perhatian.Kaira tidak langsung menjawab melainkan tampak berpikir sambil mencoba berdiri, namun rasanya masih nyeri di bagian sensitifnya.“Kita pakai kursi roda saja,” ceplos Dipta menimbrung.“Ya sudah kalau begitu Mama setuju! Jangan dipaksakan kalau memang masih sakit atau nyeri,” ujar Vania yang kini beralih untuk meraih Alle dari dalam box bayi untuk segera digendong.Kaira pun akhirnya merasa lega ketika mertua dan suaminya bisa memahami apa yang diinginkan tanpa ia harus mengatakan. Pasalnya Kaira tipe orang yang tidak enakan meski dengan keluarga sekalipun.Mereka bertiga kini berjalan menuju k
Setelah selesai membersihkan diri, Dipta langsung buru-buru turun ke lantai bawah untuk menyusul istrinya juga ingin bermain dengan putri kesayangan, Alle.Ketika baru sampai di tangga terakhir, Dipta mendengar suara tangis kejer dari Alle. Langkah kakinya semakin dibuat cepat menuju ke kamar Alle.Saat membuka pintu, ternyata Alle tengah digendong oleh Kaira, namun masih saja menangis dengan kejer.“Kenapa? Kok nangisnya gitu banget?” tanya Dipta mendekati Kaira yang sedang menimang-nimang Alle.“Nggak tahu, Mas. Padahal udah dikasih susu barusan. Tapi masih nangis aja,” adu Kaira yang merasa ikut bingung apa penyebab anaknya menangis kejer seperti ini.“Mungkin pampers-nya penuh,” tebak Dipta.“Baru aja diganti tadi, Mas. Tapi nangis terus. Udah aku cek semua badannya gapapa kok.”“Sini biar aku yang gantian gendong Alle.” Dipta menerima putrinya dari tangan Kaira. Hal tak terduga terjadi. Alle langsung diam dengan kedua mata yang mengerjap-ngerjap pelan kemudian langsung terpejam.
Selesai berbelanja di mal, kini Kaira pulang dengan membawa beberapa paperbag yang berisi tas branded hasil pilihan dari Vania.Ketika melihat jam di layar ponselnya, Kaira mendesah panjang. Apalagi tadi saat sudah selesai ‘ me time’ niatnya ingin langsung pulang, tapi Vania minta ditemani memilih-milih tas. Dan, itu menghabiskan waktu kurang lebih dua jam.Ingin mendumel pun rasanya percuma saja. Hanya buang-buang tenaga. Apalagi Vania sama Dipta ini memiliki karakter yang hampir mirip. Sama-sama suka memanjakan Alle.“Jangan masuk ke kamar Alle, bersih-bersih dulu,” kata Vania mengingatkan Kaira yang sudah hampir ingin membuka pintu kamar putrinya.Semenjak Alle lahir, siapapun yang habis keluar dari rumah wajib bersih-bersih terlebih dahulu sebelum menemui Alle. Vania takut kalau orang yang habis keluar rumah membawa banyak virus atau bakteri hingga membuat Alle gampang terserang penyakit nantinya.Kaira sendiri setuju dengan aturan ini karena membawa dampak baik untuk anaknya. Nam
“Aku malu, Mas,” lirih Kaira yang langsung bersembunyi di balik tubuh milik Dipta. “Kamu, sih, main nyosor aja nggak lihat-lihat keadaan,” lanjut Kaira menyalahkan suaminya.Lain hal dengan Dipta yang bodoh amat soal ART-nya yang melihat dirinya bercumbu dengan Kaira.Lagipula sudah hal lumrah bagi Dipta jika sepasang suami istri bermesraan. Kaira saja yang apa-apa dibuat serba tidak enakan.“Sudah nggak ada. Bi Imas sudah pergi,” ujar Dipta memberitahukan soal ini kepada Kaira yang masih saja bersembunyi di balik tubuhnya.Dengan gerakan pelan, Kaira mengintip ke arah di mana Bi Imas berdiri dengan ekspresi terkejut tadi. Ketika Bi Imas memang sudah tidak ada, Kaira mengembuskan napas lega.Tak mau berpapasan dengan Bi Imas, Kaira akhirnya buru-buru pamit pergi menuju ke kamar Alle.“Mangkuk kotornya jangan lupa dicuci!” titah Kaira sambil menunjuk ke arah mangkuk kosong dengan dagunya.Dipta yang ditinggalkan istrinya begitu saja hanya bisa menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal sa