Alex terbangun pagi-pagi buta untuk melakukan rencananya. Setelah memastikan kedua orang yang mengaku menjadi penyelamat tertidur nyenyak, Alex berusaha mencari keberadaan kunci rumah, yang ternyata tersimpan di saku celana salah satu pria itu. Namun sepertinya sangat beresiko jika harus mengambilnya, tentu akan membangunkan pria penjaga. Alex memutuskan untuk mencari jalan keluar lain. Dia mengendap-endap menuju ruangan paling ujung, dimana ada sebuah jendela yang tak tertutup rapat. Alex berusaha membukanya tanpa mengeluarkan suara. Sampai akhirnya dia berhasil keluar dari tempat yang sudah seperti gudang itu. Pandangannya merotasi pada keadaan sekitar yang dipenuhi oleh semak belukar. Tingginya hampir setara dengan tinggi badannya. Meskipun dirinya harus mengorbankan kulit putihnya yang tergores semak belukar, namun Alex berusaha untuk mencari jalan keluar. Sebelum keberadaannya diketahui oleh kedua penjaga. Nafasnya tersengal, karena harus berjalan sangat jauh. Alex harus mene
“Dasar tidak becus! Bagaimana bisa kalian berdua tidak becus menjaga satu pria lemah? Hah?” Ucap Argi penuh penekanan. Tangannya terkepal hingga urat di dahi nampak terlihat.“Aku tidak butuh alasan! Sekarang cari keberadaan Anggara! Jika tidak ketemu maka kalian akan menerima hukumannya!” Ucap Argi lalu segera menutup panggilannya. Dia tidak bisa menerima kabar ini, bagaimana mungkin dia mempekerjakan anak buah yang tidak becus bekerja? Argi sengaja menyuruh dua orang menjaga tawanannya, agar nantinya jika salah satu istirahat tidur, maka yang lain bisa menggantikan. Namun alasan yang dia dengar tadi, sungguh tidak bisa Argi terima dan dimaafkan. Bagaimana bisa keduanya tidur bersamaan, sehingga tawanannya kini pergi entah kemana? Argi geram, hingga dia melangkah keluar kamar dengan membawa wajah gusar.Akira menangkap perubahan raut wajah dari sang suami. Entah apa yang membuat Argi mendadak berubah sikap. Suaminya hanya diam saat menghabiskan sarapan, Argi juga tak menanggapi cel
“Mama?” Ucap Akira dengan mata membulat, namun senyum merekah di bibirnya. Ya, itu Ruth ibu mertuanya dulu, ibunya Anggara. Sudah dua tahun ini Akira tidak bertemu dengan Ruth.“Nak apa kabar?” Ucap Ruth yang tampak terharu, akhirnya dia bisa melihat menantunya kembali.“Akira baik, ma. Mama apa kabar? Mama sendiri?” Akira melihat ke belakang Ruth, tak menjumpai seorang pun di sana.“Hum, mama sendiri.” Kini pandangan Ruth beralih pada anak perempuan yang berdiri di belakang menantunya. “Cucu Oma sudah besar?” Ruth berjongkok agar bisa melihat Ashley lebih dekat.Namun Ashley semakin menutup dirinya dengan kain dress ibunya.“Ash, ayo berikan salam sama Oma.” Perintah Akira pada putrinya.“Ini Oma nak, Omanya Ashley. Nenek Ashley. Ayo kemarilah, sayang.” Ruth tak kuasa menahan haru. Setelah sekian lama memendam kerinduan pada cucu yang telah lama ditinggal, kini akhirnya dia bisa kembali melihat Ashley yang sudah tumbuh lebih besar.“Oma? Oma Ash?” Ashley bertanya dan memandang pada
“Apa kalian tuli? Hah? Ingat jika dalam waktu satu Minggu ini pria pengkhianat itu tidak kalian temukan, maka tak segan-segan aku akan memberi kalian hukuman. Camkan itu!” Ucap Argi dengan nada penuh penekanan.Deg, hati Akira diliputi rasa penasaran. Entah siapa yang dimaksud pria pengkhianat yang dibicarakan oleh suaminya? Apakah ada sebuah hal yang tidak diketahui oleh Akira? Apakah ini ada sangkut pautnya dengan Aksara, pria yang babak belur dipukuli suaminya?Akira akan mencari tahu siapa pria yang dimaksud suaminya. Sampai suara Argi tak terdengar, Akira mulai membuka pintu.“Mas, sudah dari tadi?” Tanya Akira dengan senyum hangat.“Dari mana saja kamu?” Argi balik bertanya dengan tatapan mengintimidasi.“Maaf mas, tadi siang aku bertemu dengan mama Ruth. Dia baru saja pulang ke rumah—”“Kau sudah tidak ada hubungannya dengan orang itu, Akira. Apa kau tidak mengerti?” Argi memotong ucapan Akira, membuat Akira mengerutkan wajah bingung.“Tapi mas, aku hanya ingin mengajak Ash me
Mata Mona hampir tak berkedip, melihat tato yang menghiasi tubuh Alex. Baru kali ini dirinya melihat sosok Alex tanpa baju. Hingga tatapannya terfokus pada gambar potrait seorang wanita cantik di dada kanan Alex. “Ma-maaf ayah memintaku untuk memanggilmu makan siang.” Ucap Mona terbata, wajahnya merona hingga dia segera menunduk. “Baiklah, aku akan segera kesana secepatnya. Terima kasih, Mona.” Jawab Alex dengan wajah datar tanpa ekspresi. Namun dia menangkap pandangan terkejut gadis itu pada dirinya. Tadinya Alex baru saja membersihkan tubuhnya dari keringat, namun sebelum sempat mengenakan kaos, dia mendengar pintu kamarnya diketuk. Mona memutar tubuhnya cepat lalu berjalan menuju dalam rumah. Jantungnya terasa berdegup kencang tatkala mengingat tubuh atletis milik Alex. Alex segera mengenakan kaos usang pemberian Hartono. Selama tinggal di rumah Hartono, pemilik rumah memberinya beberapa setelan baju. Dan itu merupakan milik mendiang putra Hartono yang meninggal, dan untungny
Pagi hari Alex bangun hendak bersiap diri menemani pak Hartono. Namun dia dikejutkan dengan ucapan Mona yang mengatakan jika Hartono sedang jatuh sakit.“Apa aku boleh menemuinya?” Tanya Alex yang tak berani masuk ke rumah sebelum Mona mengijinkan.“Masuklah, tapi ayah masih istirahat.” Jawab Mona, sembari membuka lebar pintu.Alex berjalan menuju kamar Hartono. Sesaat sebelum dia hendak melangkah masuk, suara Hartono mengejutkannya.“Alex, masuklah!” Ucap Hartono dengan suara serak.Alex melangkah memasuki kamar Hartono, dan melihat pada pria tua yang terbaring dengan wajah sedikit pucat.“Nak Alex, apa bapak bisa minta tolong? Hari ini tolong gantikan pekerjaan bapak. Antar sembako ke toko yang biasa kita datangi. Apa kau bisa menyetir pick-up?” Tanya Hartono menatap Alex yang sudah berdiri di sisi kasur.“Sepertinya bisa. Saya akan menggantikan pak Har. Beristirahatlah hari ini, dan cepatlah sembuh. Saya permisi.” Ucap Alex lalu segera memutar tubuhnya hendak keluar kamar. Namun uc
Beberapa ratus meter terlihat lampu hijau akan berubah merah dalam hitungan detik. Alex menginjak gas dalam-dalam agar laju mobil tidak terhenti di lampu merah.Alex berhasil melalui lampu lalu lintas, hingga dia bisa bernafas lebih lega. Melihat kembali ke spion, dan tak melihat kedua pria yang mengejarnya. Nafasnya terengah-engah, dengan peluh bercucuran. Namun kini dia sedikit tenang, bisa lolos dari kejaran. Meskipun ke depannya Alex harus lebih berhati-hati, karena nantinya dia akan melewati jalanan yang sama.Alex memarkirkan mobil di pekarangan rumah. Dari dalam mobil, Alex sudah melihat Hartono dan putrinya duduk di teras rumah. Tersenyum ramah menyambut kedatangannya.Alex mengusap peluh di wajah dengan kaos yang dia pakai, sebelum melangkah keluar.“Bagaimana? Apa kamu mengalami kesulitan, Lex?” Tanya Hartono yang sedikit khawatir.“Tidak pak Har, aku sepertinya sudah mulai terbiasa.” Jawab Alex sembari menyerahkan kunci pick-up.“Terima kasih Lex, sudah menolong bapak.” uc
“Hum, maksud aku apa kamu pernah berhubungan dengan seorang wanita?” Ucap Mona sembari memandang ke arah pria yang tengah fokus menyetir. Setelah melihat foto portrait yang tergambar di dada Alex, membuat Mona dihantui rasa penasaran terhadap gambar wanita itu. Alex mengurangi laju kendaraan, menoleh sekilas ke arah gadis di sampingnya. “Maksudmu? Maaf Mona, aku sendiri tak mengingatnya. Mungkin pak Hartono belum pernah menceritakan ini. Aku hilang ingatan dan aku sendiri tidak tahu siapa namaku sebenarnya.” Jawab Alex sambil menghembuskan nafas panjang. “Aku melihat foto itu, aku kira kamu mempunyai hubungan dengan wanita di foto itu.” Ujar Mona, yang kemudian merutuki dirinya telah lancang menanyakan hal yang pribadi. “Foto?” Wajah Alex mengerut tak mengerti, kembali menatap Mona dengan wajah penuh pertanyaan. “Foto apa yang kamu maksud, Mona?” Mona tak kuat membalas tatapan Alex, membuatnya salah tingkah hingga kembali memandang ke arah jalanan. “Foto di dadamu, Lex.” Jawab Mo
Dokter wanita menghembuskan nafas pelan, lalu kembali memandang Akira. “Jangan khawatir nyonya Akira, bayi-bayi anda tumbuh dengan baik. Kabar yang akan kalian dengar justru adalah kabar baik.” Dokter menjeda ucapannya. Anggara yang sedari tadi memperhatikan ucapan dokter dengan serius, kini bisa bernafas lega. Dokter mengalihkan pandangan ke Anggara lalu berkata, “pak Anggara, istri anda tengah mengandung bayi kembar.” Ucapan dokter sontak membuat Anggara terkejut hingga matanya membulat sempurna. Namun hanya sesaat, raut wajahnya berganti dengan kebahagiaan. “Benarkah?” tanyanya seakan ingin memastikan perkataan dokter. Dokter wanita itu segera menunjuk ke arah monitor, memperlihatkan rahim Akira yang memiliki dua kantong janin yang terpisah. Masing-masing kantong terlihat calon buah hati mereka yang terlihat sangat kecil. Rasa kebahagian Akira kini semakin lengkap. Kehilangan putra tercinta setahun yang lalu, namun kini Tuhan menggantinya dengan dua anak sekaligus. Tak henti
“Seperti dugaan saya, nyonya Akira hamil. Dan usia kandungannya masih lima Minggu,” ucap dokter Arya. “Nanti jika ingin mengetahui detailnya, anda bisa mengunjungi rumah sakit. Kami bisa melakukan USG untuk memastikan.” Orang-orang yang berdiri mengelilingi Akira sangat terkejut, terlebih Anggara yang sudah berbulan-bulan menantikan kabar baik ini. “Secepatnya kami akan mengunjungi rumah sakit. Lalu apa ada obat untuk mengurangi mual? Hari ini istri saya sering merasakan mual,” tanya Anggara sembari menggenggam erat tangan Akira. “Saya akan resepkan obat mual dan vitamin. Nanti tolong pak Anggara menebusnya di apotik terdekat.” Dokter pun segera menulis resep dan memberikannya pada Anggara. “Terima kasih, dok.” Anggara hendak mengantarkan dokter itu, namun Baskoro menahannya. “Temanilah istrimu! Biar papa yang mengantar dokter Arya,” ucap Baskoro terdengar seperti sebuah perintah. Anggara pun mengangguk, kembali menghampiri istrinya dan duduk di sisi ranjang. “Kau dengar? Anak k
Karena tamu undangan sudah hadir, maka acara segera dimulai. Anggara dan Akira berdiri di samping putri kesayangannya.Ashley tampak cantik dengan balutan dress putih. Rambut hitam lebatnya terurai berhiaskan sebuah mahkota di atas kepala.Lagu selamat ulang tahun berkumandang, mengiringi orang-orang yang bernyanyi. Setelah lagu selesai, Ashley meniup lilin angka tiga itu dengan antusias.Kini giliran Ashley menyuapkan kue pertama pada kedua orang tuanya. Ashley mengambil sesendok kue, hendak memberikan suapan pertama pada ibunya.Akira menerima suapan itu, lalu mencium kening Ashley dengan penuh kasih. Namun saat hendak menelan kue, mendadak perutnya bergejolak. Diapun segera menutup mulutnya dengan telapak tangan.“Ada apa sayang?” tanya Anggara dengan raut wajah panik. Namun Akira hanya menepuk bahu Anggara dan segera menuruni panggung dengan langkah terburu-buru.Anggara kehilangan konsentrasi, namun tak mungkin jika dirinya pergi dari sana meninggalkan putrinya sendiri. Maka dari
Dalam sepekan, Anggara dan keluarganya menghabiskan waktu liburnya di Pulau Dewata, tentu waktu yang membahagiakan dan banyak kenangan yang terukir.Janji Anggara dua tahun lalu sudah digenapi. Sebelum dia berangkat ke Jepang, Anggara telah berjanji akan mengajak istrinya untuk berlibur ke Bali. Namun karena kasus kematian palsunya, membuat janji itu tertunda.Namun takdir kembali mempertemukan dirinya dengan Akira dan keluarga kecilnya.Waktu berjalan sangat cepat, kehidupan rumah tangga Akira dan Anggara hanya dipenuhi oleh kebahagian.Pagi itu keluarga Anggara tengah menyiapkan sebuah pesta untuk ulang tahun Ashley yang ketiga.Pekarangan rumah telah ditata oleh tim pendekor yang sengaja disewa Anggara. Dekorasi layaknya pesta kebun. Dengan sebuah panggung kecil di tengah taman. Serta beberapa pernak pernik anak perempuan, dari bunga dan balon warna-warni.Anggara sengaja meliburkan seluruh karyawannya agar bisa datang memeriahkan acara. Juga tetangganya yang memiliki anak kecil ju
Malam semakin larut, ketika mereka tiba di tempat penginapan. Jarak yang tak terlalu jauh, namun karena kondisi macet membuat perjalanan terasa lambat.Kini Anggara dan Akira berada di kamar mereka yang berada di bangunan terpisah dengan bangunan utama, dimana kedua orangtuanya beristirahat.“Mas Aang, mau mandi duluan?” tanya Akira yang merasa tubuhnya terasa lengket karena perjalanan panjang.“Mandilah terlebih dulu, nanti aku menyusul,” jawab Anggara, lalu membimbing istrinya untuk memasuki kamar mandi terlebih dulu.Akira memutuskan untuk merendam tubuhnya dalam bathup yang telah terisi dengan air hangat. Mungkin dengan ini, bisa membuat tubuhnya rileks dan rasa lelahnya hilang.Akira segera mengikat rambut panjangnya dan menanggalkan seluruh kain yang melekat di tubuhnya, lalu melangkah memasuki bathup.Dan benar, tubuhnya terasa rileks ketika terendam dalam air hangat yang dipenuhi busa itu.Hingga beberapa menit berlalu, Akira menyadari jika suaminya tak kunjung datang. Bukanka
Anggara sudah merencanakan liburan keluarga. Selama satu pekan menghabiskan liburan di Pulau Dewata. Menyerahkan segala tugas kantornya pada Taufan dan Bayu.Meskipun awalnya Anggara hendak melakukan bulan madu berdua, namun hatinya tidak tenang jika tidak mengajak Ashley.Baskoro dan Ruth turut serta dalam perjalanan kali ini.“Ang, papa dan mama tinggal di rumah saja. Bukankah ini liburan untuk kalian berdua? Maksud mama, kamu dan istrimu?” “Justru itu ma, aku akan tenang jika putriku juga ikut. Maka dari itu, Aang meminta mama dan papa juga ikut. Kita bisa menghabiskan akhir tahun di sana,” jelas Anggara.Hingga akhirnya Ruth dan Baskoro pun menuruti permintaan putranya, karena Anggara sudah terlanjur memesan tiket untuk semua keluarganya.“Baiklah, anggap saja mama jadi pengasuh Ash nanti dan kalian cepatlah memiliki momongan lagi. Mama tidak sabar ingin menggendong cucu lagi,” balas Ruth mengerlingkan mata ke arah menantunya. Membuat Akira tersipu dengan pipi merona merah."Ini
“Lakukan, mas! Aku menginginkannya!” ujar Akira dengan nafas terengah-engah, menahan gejolak gairah yang mulai muncul.Anggara kembali memagut bibir Akira, sembari memasukkan miliknya dalam tubuh sang istri. Gerakan perlahan, hingga miliknya terbenam seluruhnya dalam rahim Akira.Menikmati sensasi yang membuat keduanya sama-sama tenggelam dalam lautan kenikmatan.“Mphhhhhh…” Akira mendesah tertahan, karena mulutnya yang terbungkam. Membiarkan lidah Anggara menjelajahi rongga mulutnya.Hingga tak lama, Anggara mengurai tautan bibirnya sebelum Akira kehabisan nafas. Lidahnya kembali menjelajahi daun telinga Akira hingga leher putihnya. Sensasi yang membuat milik Akira semakin basah. Namun Anggara masih dalam posisi diam, membiarkan miliknya terbenam dan terasa diurut.Akira sudah tidak tahan lagi, dia menginginkan lebih.“Mas Aang, bergeraklah! Aku tak tahan lagi!” rintih Akira dengan tatapan memohon. Keinginannya sudah tak bisa ditahan lagi, karena nafsunya yang sudah membumbung tinggi
Seharian ini, Akira menghabiskan waktu untuk bermain bersama putrinya di dalam kamar. Niatnya hanya untuk membayar waktu yang telah terbuang selama beberapa hari ini mengabaikan Ashley.“Mami mungkin bukan ibu yang terbaik, tapi mami akan selalu menyayangi Ash. Maafkan mami jika beberapa hari ini membuat Ash kesepian,” ucap Akira lirih sembari mencium pipi gembul putrinya yang sudah tertidur.“Tidak, kamu adalah ibu yang terbaik untuk anak-anak kita!” suara Anggara terdengar dari belakangnya. Membuat Akira seketika menoleh.“Mas?”Anggara tersenyum hangat, lalu melangkah menuju sisi ranjang.“Akira, aku selalu berjanji akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia. Berhentilah menyalahkan dirimu, dan yakinlah kita mampu melewati ini.”Anggara meraih tangan Akira lalu membawanya ke bibir. Sebuah ungkapan cinta yang selalu terdengar romantis di pendengaran Akira.Akira beranjak dari posisinya, duduk di samping Anggara.“Mas tidak perlu melakukan apapun, karena dicintai dengan cara sepert
Hari-hari berlalu terasa begitu menyesakkan bagi hati seorang ibu yang mengalami kehilangan buah hatinya.Semenjak putranya tiada, Akira selalu mengunjungi makam putranya. Bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berada di pusara sang putra.Meskipun kehadiran suami dan putri kecilnya menjadi pelipur lara, namun rasa sakit belum sepenuhnya hilang dari hati Akira.“Ikhlaskan kepergian putra kita, sayang. Apa kamu tahu, putra kita kini sudah bahagia di surga. Bisa bertemu dengan nenek dan kakeknya,” hibur Anggara yang kini duduk bersimpuh di samping istrinya.Tak henti-hentinya Anggara mencari cara untuk menghibur hati Akira. Kepergian putra Akira juga menjadi pukulan terberat untuknya.Akira memaksakan senyumnya. Dia tahu Anggara begitu cemas melihat kondisinya.“Mas, aku sudah ikhlas jika memang ini jalan yang terbaik untuk Odelio.”Akira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepergian putranya bukan berarti membuat hidupnya terpuruk. Ada Ashley yang masih ha