"Lihatlah rekaman vidio ini!" ucap Jack kemudian memperlihatkan vidio saat kejadian semalam berlangsung. Tangan Abel mengepal saat melihat vidio itu di putar, begitu juga Ikhsan.Ponsel Ikhsan berdering, ternyata panggilan masuk dari anak buahnya.[Kami kehilangan jejak lelaki tadi. Beberapa mobil tiba-tiba datang mengacaukan fokus kami. Sepertinya lelaki tadi tahu kalau kami sedang mengikutinya.] lapor anak buah Ikhsan.Ikhsan jengkel, kalau saja dia tau lebih awal soal vidio yang Jack tunjukan, Heru pasti sudah bisa di ringkusnya."Segera kembali kesini. Kembali berjaga di sekitar rumah sini!" perintah Ikhsan kemudian mematikan sambungan telepon."Bagaimana, Bang? Apa kata anak buah, abang?" tanya Abel."Heru berhasil lolos dari pantauan mereka. Aku yakin Heru sudah tahu sebelumnya kalau dia sedang diikuti.""Jadi, bagaimana, Bang? Bagaimana kalau dia kembali datang kesini saat kalian tak ada." tanya Abel. Mulai ketakutan."Dia takan bisa masuk ke rumah ini. Aku akan menambah jumlah
Pov Dita"Om, sudah menjenguk Raja?" tanyaku pada Om Damar. Anaknya masuk penjara, sempat-sempatnya dia ngajak ngamar aku di hotel. Gak ada iba-ibanya sama sekali ini orang."Nanti setelah puas di layani kamu, Om baru akan datang nemuin dia." ujarnya mulai melepas kancing-kancing bajunya."Aku ikut ya, Om." rengekku sambil membantunya melepaskan bajunya."Bukan, Om gak ijinin kamu. Tapi hubungan kita bisa terbongkar nanti kalau sampai kamu ikut kesana. Lagian, Om pergi kan sama Jeni, jadi gak mungkin bisalah bawa kamu.""Jeni? siapa dia? setahuku istri Om namanya bukan Jeni.""Iya, dia memang bukan istri, Om. Tapi wanita yang mau Om jodohin dengan Raja." ucap Om Danar. Mendengar Jeni adalah wanita yang akan di jodohkan dengan Raja membuat hatiku seketika panas. Entah kenapa meski sudah berkali-kali mencoba melupakan Raja, aku tetap tak bisa. Bahkan kehadiran Om Damar pun tak bisa menggantikan posisi Raja di hatiku."Kok kamu diam dan cemberut, sih. Gak semangat seperti tadi." tanya Om
Pov Author"Mbak Cantik sekali." ucap Citra pada mantan kakak Iparnya saat selesai di dandani.Hari ini adalah hari pernikahan Abel dan Raja. Dengan mengenakan gaun pengantin berwarna putih, Abel terlihat sangat anggun dan cantik."Benarkah? bukankah make up ini terlihat sangat tebal?" tanya Abel tak percaya diri."Enggak tebal kok, Bel. Hari ini kamu terlihat sangat cantik." sahut Sisil yang sudah sembuh sepenuhnya dari sakitnya."Jangan terlalu memuji gitu, Sil. Aku sangat malu." ucap Abel dengan raut wajah malu."Baru aku yang muji sudah salah tingkah seperti itu kamu, Bel. Bagaimana kalau nanti suamimu yang muji!" kekeh Sisil. Wajah Abel makin memerah menahan malu."Aku lagi gerogi malah kamu ngledek gitu!" bebel Abel yang tak suka mendengar ledekan temannya membuatnya makin gerogi."Mbak mari kita turun, takutnya Mas Raja gak sabar nungguin calon istrinya turun!" ucap Citra menghentikan niat Sisil untuk kembali menggoda sahabatnya."Bener kata Citra, mari kita turun!" sahut Sisil
Mobil Raja telah masuk ke halaman rumahnya. Abel membantu Citra berjalan memasuki rumah Raja."Asalamualaikum, Bu. Kami pulang!" ucap Abel saat masuk ke dalam rumah.Ibu Raja yang mendengar suara Abel langsung keluar dari kamarnya lalu menghampiri Abel."Syukurlah kamu sudah pulang sayang. Kasian kamu harusnya sibuk melayani suami malah di repotkan dengan urusan gadis ini!" ceplosan ibu Raja membuat Citra tersinggung. Namun dia hanya bisa menahan diri agar tidak marah."Enggak apa-apa, Buk. Kami masuk dulu, ya." Abel cepat-cepat menghindar dari ibu mertuanya. Dia takut makin membuat Citra tak enak hati dengan ucapan-ucapan mertuanya.Saat dia meminta izin ingin membawa Citra ke rumah Raja awalnya memang tak di setujui ibu mertuanya namun karena dia terus membujuk wanita itu menjadikan wanita itu tak tega.Ibu mertua Abel sebenarnya orang yang sangat baik. Dia juga sangat menyayangi Abel. Tapi karena Citra adalah adik Putra, mantan suami jahat Abel yang pernah juga berhasil melukai Raj
"Jangan banyak drama kamu, kamu nangis cuma pingin di kasihiani anakku kan?"Citra masih diam di tempat duduknya. Kali ini dia menghentikan tangisnya."Sudahla Buk, kasian Citra!" bela Raja lagi. Ibunya tersenyum kecut mendengar perintah anaknya."Kamu membelanya karena kamu suka di perlakukan seperti itu kan?""Ibu apaan, sih!" Raja mengelak tuduhan ibunya."Kamu lelaki harusnya lebih peka dari ibu. Enggak mungkin kamu enggak tahu wanita ini memperhatikanmu. Kamu pura-pura diam, karena kamu menyukai perlakuan istimewa dari gadis liar ini kan?"Ibu Raja tak tahan lagi melihat anak lelakinya terus membela gadis yang sangat di bencinya.Citra tak tahan, meski dia penasaran dengan jawaban Raja tapi dia memilih pergi meninggalkan ruang makan. Dia berlari ke kamarnya sambil terus menangis."Kita bisa bicarakan ini secara baik-baik, Bu. Tanpa membuat Citra menangis seperti ini!"Ibu Raja makin geram, Raja selalu saja membela Citra."Akan ku adukan hal ini sama Abel biar dia yang akan kasih
Sebelas tahun kemudian...Pov CitraTok...tok...tok.."Mbak Citra, buka pintu!" Suara ketukan pintu dan teriakan seorang tukang kredit berulang-ulang memanggilku. Aku yang bersembunyi di balik tirai kamar paling depan merasa gelisah dan tak tau harus berbuat apa. Suara itu semakin keras membuat anak sulungku Zahra terpaksa membukakan pintu."Ibumu dimana?" tanya Bang Maman tukang kredit alat-alat rumah tangga di kampung ku dengan ketus."Ibu sedang pergi ke pasar!" Jawab Zahra berbohong."Sudah 3kali ibumu tidak ada ketika ditagih, sebenarnya niat bayar atau tidak dia, hah?" bentak bang Maman meninggikan lagi volume suaranya."Maafkan ibu saya, Bang!" ucap Zahra memelas.Deg, tak terasa air mataku jatuh tanpa terencana. Anak seusia Zahra harus terus-terusan berbohong setiap hari hanya untuk melindungiku dari kejaran para penagih hutang. Sungguh aku merasa gagal sebagai seorang ibu."Bilang pada ibumu, Minggu depan dia harus membayar 4 cicilan sekaligus kalau tidak mau rumahnya saya ob
Pov CitraHari demi hari ku lalui tanpa ketenangan, Usiaku yang baru menginjak 31 tahun terlihat jauh lebih tua dibanding teman seusiaku. Ditambah perut buncit dan kenaikan berat badanku secara drastis membuat penampilanku jauh dari kata standar.Tok...tok..tok..Suara ketukan pintu membuatku beranjak dari dapur, kubuka pintu lalu kudapati kejutan yang membuatku senang bercampur sedih. Suamiku pulang dari kota. Ia memberi kejutan pulang sebelum waktunya, aku benar-benar belum siap menerima kepulangannya."Mana sikembar dan Zahra, Dek?" tanyanya tak sabar"Zahra belum pulang sekolah, dan sikembar masih tidur siang, Bang." jawabku sambil membantunya mengangkat kardus bawaannya ke dalam rumah. Bang Noval segera berlari dan mencuci tangannya, dia tidak sabar menunggu Naira dan Naura bangun. Dengan hati-hati dia menggendong Naira dan Naura secara bergantian."Mandi dulu Bang, biar segar!" perintahku sama sekali tak dihiraukan Bang Noval, dia terus menggendong dan mengecup bergantian sikemb
Akhirnya selesai juga aku membuat empek-empek, sengaja aku berjualan empek-empek yang masih mentah karena keterbatasan modal. Aku berhasil membuat 50 bungkus dengan harga perbungkusnya lima ribu rupiah. Kuletakan empek-empek yang sudah terbungkus rapih itu kedalam dua keranjang plastik yang mudah kutenteng keliling kampung.Baru saja keluar dari gang rumah , ku dengar suara motor yang sepertinya tak asing. Dia berhenti tepat dibelakangku, aku hampir melarikan diri tapi gagal, terlanjur dia mendapatiku yang ingin kabur."Citra, mau lari kemana?" aku membalikan punggungku mendengar panggilan Bu Ida."Anu bu.. saya...." belum sempat melanjutkan kalimat Bu Ida memotong."Kenapa takut melihat saya, kaya punya utang saja sama saya sampai lari begitu!" Aku kebingungan mendengar ucapan Bu ida. Apakah dia sedang menyindirku karena selalu telat bayar?"Kalau kamu butuh pinjaman lagi telepon ya, saya segera datang!" ucapan bu ida membuatku makin bingung. Bukankah hutangku yang sudah berbunga ba
Pov Liam"Mingkem Liam, nanti kemasukan nyamuk mulutmu!"Aku baru sadar setelah Irish menyuruhku menutup mulutku. Malu? tentu saja begitu."Kamu lama sekali!" aku pura-pura geram pada Irish."Ngantri. Pengunjung salon bukan aku saja!" jawabnya.Aku membukakan pintu mobil untuknya."Aku pakai mobilku saja!" ucap Irish."Jangan membantah kenapa? Masuk!"Irish pasrah dan menuruti perintahku. Sepanjang perjalanan memang kami saling diam tapi mataku jelalatan curi-curi pandang kearahnya.Mobilku telah sampai di depan hotel yang sudah di sewa sebagai tempat pernikahan Viola dan Yudha. Aku menuntun Irish selayaknya kami betulan sepasang kekasih.Saat masuk kedalam, aku melihat Viola dan suaminya sedang sibuk mengobrol dengan tamu lainnya."Irish menunduk dan sama sekali tak berani menatap mantan pacarnya. Aku tahu hatinya sedang sangat hancur tapi dia harus mengangkat wajahnya agar tidak terlihat lemah seperti ini."Jangan nangisin jodoh orang gitu!" ucapku menggoda Irish."Siapa yang nangis
Pov Liam"Polisi sudah datang. Maaf, telah membuatmu malu di depan umum. Aku tak mau kamu kabur dan kembali menyakiti Irish!" ucapku. Vikha sangat marah melihat beberapa polisi datang ingin menangkapnya."Brengs*k kamu Liam. Kamu temanku tapi kenapa kamu malah membela wanita itu!" teriak Vikha saat polisi akan membawanya pergi. Pengunjung restoran yang datang semua menatap kearah Vikha.Vikha memang temanku. Kami cukup akrab semasa SMA dulu tapi bukan berarti aku diam saja saat dia melakukan kejahatan.Aku kasihan pada Irish. Hidupnya sudah sangat berantakan karena Vikha. Aku harap Irish akan kembali mendapat haknya setelah Vikha dan yang lainnya tertangkap.Setelah urusan Vikha selesai aku langsung pulang kerumah."Kau sudah makan?" tanyaku saat Irish membuka pintu rumah."Belum. Kamu sendirikan yang melarangku makan sebelum kamu pulang!" jawabnya datar. Aku tersenyum karena senang dia menuruti perintahku."Aku mandi dulu, kamu siapkan makan malamnya!" perintahku. Dia mengangguk dan
Pov LiamAwalnya aku sangat marah karena mantan istri temanku selalu saja membuat masalah. Aku kesal wanita itu selalu membuatku hampir celaka, namun setelah mendengarkan cerita menyedihkannya, semua perasaan benciku hilang. Namun meski begitu aku tak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap ku hukum.Setelah keadaannya membaik aku membawanya pulang ke rumahku. Mobilnya masih di bengkel jadi dia menurut begitu saja saat aku menyuruhnya masuk ke dalam mobilku.Irish sangat rajin, dia mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan sangat rapih. Masakannya juga sangat enak. aku heran dengan Alan. Bagaimana dia bisa membuang wanita seperti Irish demi wanita egois seperti Vikha dan keluarganya."Kamu sudah makan?" tanyaku ketika akan makan malam."Sudah." jawabnya sambil menyiapkan makanan di atas meja makan."Lain kali jangan makan sendirian. Kamu harus tunggu aku sampai pulang." ucapku."Ok!" jawabnya singkat padahal aku ingin dia lebih cerewet seperti biasanya. Tapi yang tetjadi malah seba
Pov AlanAku tak menyangka Irish tega menghancurkan kepercayaan Ayahku. Untuk apa coba dia menjual rumah dan toko pemberian Ayahku kalau bukan untuk memberi Yudha bantuan.Aku tahu keuangan Yudha pasti sedang hancur untuk mengurus ibunya. Jadi lelaki itu menggunakan Irish untuk menyelamatkannya dari kemiskinan.Awalnya aku tak percaya Irish menjadi wanita sebodoh itu demi Yudha. Nmaun setelah Vikha memberiku bukti bahwa Irish benar-benar sudah menjual toko dan rumah aku baru percaya.Meski aku tahu kesalahan Irish fatal, melihat wanita itu di maki secara kasar oleh Ayahku, aku menjadi tak tega. Entah aki masih terus menyukainya atau perasaan ini hanya perasaan kasian saja."Kamu sedang memikirkan apa, sayang?" tanya Vikha sambil mendekat kearahku. Sebelah wajahnya masih sangat menakutkan, tapi syukurnya dia sudah bisa menerima kenyataan."Aku masih saja tak habis pikir dengan perbuatan Irish. Kenapa dia makin bodoh setelah bercerai denganku. Dulu meski aku jahat, aku tak peelrnah meni
Mataku hampir saja terpejam, namun bel di rumahku terus-terusan berbunyi tanpa jeda. Aku yakin orang datang berniat cari masalah.Pintu ku buka, ada lima lelaki berbadan kekar berdiri di depan pintu. Apa orang-orang ini adalah orang suruhan dari orang yang sudah menipuku kemarin?"Kami akan memberi waktu satu jam dari sekarang untuk kamu mengemas barang-barang kamu!" ucap salah satu dari mereka."Kenapa aku harus mengemas barangku?" tanyaku sambil menatap nyalang para lelaki itu."Jangan pura-pura bodoh! kamu sudah menjual rumah ini pada bos kami!" bentak lelaki tadi."Bos kalian gila. Dia sudah menjebakku. Aku tak pernah menjual rumah ini padanya!""Jangan banyak bicara kamu atau kamu akan menyesal!" lelaki yang dari tadi bicara memberi kode pada temannya untuk menyeretku. Aku melakukan perlawanan, tapi tenagaku tidak ada apa-apanya di banding mereka. Aku terlempar keluar pintu rumah.Beberapa lelaki yang tadinya masuk ke dalam rumah kembali dan membawakanku koper berisi baju-bajuku.
Pov Irish"Apa enggak ada cara lain ya, Bik? aku enggak tega menyerahkan sertifikat rumah dan toko pemberian Ayah Adit pada mereka. Aku takut Ayah Adit akan marah jika tahu.""Dia takan tahu, Bu. Rahasia ini cuma kita berdua yang tahu. Toko ibu cukup ramai sebelumnya. Anda pasti pelan-pelan bisa mencicil uang yang anda pinjam." balas bik Linda. Benar juga ucapannya, bisnis kueku cukup ramai, aku yakin bisa dengan cepat membayar cicilan hutangku."Baiklah, Bik. Kapan kita temui orang itu?" tanyaku pada Bik Linda."Kapanpun anda ingin menemuinya saya akan antarkan." jawabnya."Kalau gitu besok kita akan ke rumah orang itu.""Baik bu, esok jemput langsung saja saya di rumah kontrakan saya."Aku mengangguk setuju. Kemudian bik Linda pamit pulang. Setelah kepergiannya aku merasa kembali kesunyian di rumahku sendiri. Mengingat penghianatan Yudha aku kembali menangis. Selemah ini memang aku sekarang.Semua fotoku saat bersama Yudha sudah aku hapus, nombornya pun sudah ku blokir. Barang-baran
Pov IrishHari ini aku menemui pemilik perusahaan yang beberapa waktu lalu mengorder kueku. Butuh waktu lama dan perjuangan keras agar bisa langsung menemui orang itu. Itu karena dia selalu menyuruh asistennya untuk menyelesaikan semuanya tanpa mau bertemu langsung denganku. Aku tak puas hati hanya menyelesikan masalah dengan bawahannya yang keras kepala itu saja.Nasib para karyawanku di pertaruhkan, aku akan melakukan apa saja demi menyelamatkan mereka dari fitnah kejam ini. Aku yakin seseorang sedang dengan sengaja menjebak kami.Dalam pertemuan kami, lelaki yang menjadi bos perusahaan tersebut bilang akan mengurungkan niatnya melaporkan kami asal kami mambayar denda sebesar 500juta. Sepertinya mereka memang menginginkan kehancuranku. Tapi bisa apa aku sekarang? aku tak mau karyawanku menderita, aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka.Setelah pertemuanku dan bos gila itu berakhir, aku segera menghubungi Yudha untuk meminta pendapatnya. Namun entah kenapa kali ini Yudh
Pov YudhaAku rasa dunia sedang sangat kejam kepadaku. Masalah datang bertubi-tubi. Keadaan ibuku kritis, aku bingung harus bagaimana sekarang.Kenapa aku seceroboh ini. Harusnya aku tak perlu dulu memberitahu ibuku tentang lamaranku pada Irish. Saat ini ibuku sangat butuh dukungan, harusnya aku bisa mengontrol diri agar keadaannya tidak menjadi seperti ini.Beberapa hari setelah ibuku berhasil melewati masa kritis, akhirnya dia sembuh juga. Aku bisa tersenyum lega sekarang.Perasaan bahagiaku tidak bertahan lama. Setelah kesembuhan ibuku, dia sama sekali tidak mau di jenguk olehku. Aku benar-benar tak tahu dengan cara apa aku bisa memandapatkan maafnya.Di tengah perasaan kacauku, aku teringat pada sebuah kartu nama yang ibuku berikan.Aku kemudian membuka dompetku lalu mengambil kartu nama itu.'Viola Amalia' itu nama wanita yang ibu bilang menginginkanku. Mungkin aku butuh bantuannya untuk bisa mendapatkan maaf wanita yang sudah melahirkanku.Aku melajukan mobil menuju perusahaan w
Pov Yudha Sekitar jam satu siang aku sudah sampai di depan rumah Om Adit. Meski dalam keadaan terdesakpun aku tetap mengantarkan Irish menggunakan taksi sampai ke rumahnya. Sebenarnya aku sama sekali tak punya nyali menginjakan kaki di rumah Om Adit lagi. Namun mengingat kebaikan Om Adit aku harus belajar bermuka tebal. Aku ingin minta maaf pada keluarga Om Adit, meskipun itu takan membuat lelaki itu mencabut tuntutannya pada ibuku."Den, Yudha?" satpam di rumah Om Adit langsung membukakan pintu setelah melihatku di depan gerbang. Akupun segera masuk namun baru beberapa langkah masuk aku di halangi."Den maaf, sesuai perintah Tuan saya hanya di tugaskan memberikan beberapa koper itu jika anda pulang." Mang Ucup menunjuk kearah beberapa koper yang ada di sebelah post satpam."Itu apa, Mang?" tanyaku padanya."Itu barang-barang anda."Sontak aku sangat terkejut, apakah aku sudah di usir dari rumah mewah ini setelah kejahatan ibuku pada keluarga Om Adit terbongkar?"Benarkah Tuan yang m