Namaku Abel, umurku 25tahun. Aku bekerja sebagai staff administrasi di perusahaan cukup ternama di kotaku. Biaya hidup membuatku menjadi pekerja keras. Aku bekerja banting tulang sendirian menghidupi suamiku yang pengangguran beserta Ibu dan adiknya. Baru satu tahun menikah dengan suamiku badanku menjadi kurus kering karena banyak tekanan. Dulu saat pernikahanku menginjak 7bulan aku sempat kabur dari rumah karena sudah tidak kuat dengan keluarga benalu ini. Aneh bukan? aku kabur dari rumahku sendiri. Rumah peninggalan kedua orangtuaku yang sudah meninggal. Seharusnya mereka yang pergi, tapi berkali-kali ku usir, tetap saja mereka tak mau pergi. Aku yang frustasi dengan keluarga muka tembok ini memilih pergi. Berharap setelah kepergianku dari rumah, mereka merasa tahu diri kemudian menyusul pergi jauh-jauh dari rumahku. Namun takdir berkata lain, saat sedang semangat-semangatnya ingin menggugat cerai suamiku, aku terpaksa mengurungkan niat karena hamil. Kini aku masih aktif bekerja
"Hey pelakor! apa kau yakin mau masuk dalam keluarga benalu ini? Kau tak takut nasibmu sama buruknya sepertiku? Lihat nasibku sekarang, sudah diperas habis-habisan kemudian diduakan!" Wanita yang berumur 20tahun itu mulai berani menatapku. Aku ingin tahu jawaban apa yang akan keluar dari mulutnya. Usianya masih terlalu muda untuk jadi seorang pelakor. Meski aku sangat membencinya, aku tak mau dia terjerumus ke dalam kejamnya keluarga benalu ini."Aku cinta mas Putra apa adanya. Aku siap menerima semua resikonya. Ayahku kaya, uang bukan masalah bagiku."Aku tertawa geli mendengar ucapan wanita labil itu. Uang memang bukan masalah baginya karena selama ini semua kebutuhannya masih dicukupi orangtuanya. Cinta telah membutakan mata dan akal sehatnya. Aku jadi penasaran, bagaimana perasaan orangtuanya jika tahu anak perempuan kebanggaannya mau menjadi istri kedua seorang suami pengangguran seperti Mas Putra."Aku kira, akulah satu-satunya wanita bodoh yang mau dengan suami tak bergunaku
Setelah selesai makan, sengaja ku buang bekas bungkusan dari makanan yang sudah kuhabiskan ke dalam tong sampah didapur. Berharap setelah ibu mertua melihatnya darah tingginya langsung kumat dan langsung dibawa ke rumah sakit. Itu caraku mengusirnya secara halus. Jika tidak mempan juga, aku akan gunakan cara kasar. Tapi sepertinya aku ingin bermain-main dengan keluarga benalu ini sebentar lagi. Biar mereka tersiksa sama tersiksanya sepertiku selama setahun tinggal bersama mereka. 3 Langkah...2 Langkah...1 Langkah..."Dasar menantu kurangajar, makan sendiri enak-enak. Buat suami dan mertua cuma sayur sisa tadi pagi!" belum juga langkahku berhasil keluar dari dapur sudah mendapat omelan dari ibu mertua. Senyumku mengembang melihat ekspresi wajah marahnya. Imut sekali!"Bersyukur saja deh, Bu. Dapat makanan geratis. Dari pada tak makan." balasku santai. Dulu aku tak berani sekasar ini dengannya, namun makin lama sikapnya padaku makin semena-mena. "Aku nggak butuh sayur sisa!" Ibu mer
Keesokan paginya aku sudah bersiap. Sisil bilang, akan menjemputku. Dia menyuruhku membawa barang-barangku pagi ini juga, tak perlu menunggu pulang dari pengadilan Agama.Demi aku, Sisil dan suaminya izin tak berangkat kerja. Sahabatku itu sangat baik padaku. Sudah sejak lama dia menasehatiku untuk keluar dari rumah ini namun aku bandel. Untuk sementara dia juga melarangku mengontrak rumah. Karena dia takut keluarga benalu ini akan menggangguku di kontrakan. Aku menurut untuk tinggal dirumahnya untuk sementara waktu.[Bel, aku sudah ada didepan rumahmu!] ucap Sisil lewat panggilan telepon.[Ok, aku keluar sekarang!][Aku bantu angkat barang-barangmu, ya!] ucap Sisil.[Tidak perlu. Aku cuma bawa baju seperlunya saja, kok] balasku, kemudian mematikan telepon.Ku edarkan pandanganku ke setiap sudut ruangan kamarku. Banyak sekali kenanganku di kamar ini. Jujur aku sangat tak tega menjual rumah peninggalan orangtuaku ini. Banyak sekali kenanganku bersama mereka. Mataku basah saat sadar aku
Pov Ibu MertuaNamaku Tuminah. Orang di kampungku kebanyakan memanggil aku Situm. Aku seorang janda beranak dua yang ditinggal menikah lagi oleh suamiku sejak anak Pertamaku 'Putra' masih berumur 10tahun.Menjadi Janda tak punya rumah dan tak punya penghasilan tetap, membuatku sangat tersiksa saat itu. Aku selalu hidup berpindah-pindah tempat, numpang rumah dan numpang makan mengharap belas kasihan saudara-sauadaraku. Tak jarang aku akan berkelahi dengan pemilik rumah karena mereka cerewet sekali yang protes bajuku numpuk belum dicucilah, kamar yang aku tempati berantakanlah. Beginilah nasib orang yang numpang, selalu disalahkan dan tidak bisa hidup bebas. Aku benci kehidupan yang seperti ini.Saat Putra mulai dewasa ku paksa dia kerja. Namun susah sekali membujuknya merantau. Aku sudah sangat risih melihatnya menganggur, pergi ngluyur tidak jelas bersama teman-temannya. Bahkan dia sering pulang dalam keadaan mabuk.Karena ulah Putra yang sering pulang mabuk, kami diusir oleh keluarga
Pov PutraTok...tok...tok...Suara ketukan pintu terdengar, aku enggan beranjak dari tempat tidur. Dita sangat liar di ranjang membuatku cukup kewalahan. Aku cape, aku ingin istirahat. Hanya dengan melayani Dita aku berharap bisa mendapatkan semua yang ku inginkan. Wanita haus sentuhan itu pasti akan memberikan semua hartanya untukku pelan-pelan.Dita bangkit memakai bajunya kemudian membuka pintu kamar."Iya, Bu. Ada apa?" suara lembut Dita terdengar menyapa ibuku."Ibu cuma mau minta uang. Stok makanan didapur habis semua.""Owh uang, ya? Aku jarang bawa uang cash, Bu. Soalnya orang kaya sepertiku selalu bawanya kredit card kemana-mana. Aku nggak suka bawa uang cash karena takut kerampokan."Jawaban Dita membuatku terbelalak kaget. Rasa kantukku jadi hilang. Bisa-bisanya setelah kupuaskan dia malah pelit banget sama ibuku. Nggak ada niatan sema sekali dia balas budiku. Awas kamu, Dita!"Masa uang 100ribu pun tak ada?" Ibuku masih memaksanya memberikan uang. Kasihan ibuku, dia pasti
Pov Author"Mas, Putra!"Suara teriakan Dita seakan menimbulkan gempa bumi di rumah yang keluarga benalu itu tempati. Putra enggan beranjak dari tempatnya, dia tahu kesalahannya yang telah mencuri perhiasan milik istri barunya."Mas Putra!"Suara Dita makin keras, membuat emosi sang mertua."Kenapa diam saja. Istrimu panggil itu. Sakit telinga ibu mendengar teriakannya. Baru sehari jadi istrimu tapi sudah berani-beraninya teriak-teriak seperti itu. Harusnya yang boleh teriak cuma ibu. Ibu yang paling berhak dirumah ini, bukan anak ingusan itu!"Kepala Putra makin mau pecah mendengar repetan ibunya."Dita pasti sudah tau perhiasannya aku curi, Bu. Gimana ini?""Owh, kamu tak menyahut panggilannya karena takut dia marah. Tadi gaya-gayaan mau rampok rumahnya, sekarang baru denger teriakannya saja nyalimu sudah ciut seperti ini. Geli ibu lihat tingkahmu! kamu lelaki mental kerupuk!" oceh Situm."Bukan aku takut dia marah, Bu. Tapi kita kan masih butuhin dia. Pelit-pelit gitu dia masih ada
Pov Abel"Kamu yakin akan menjual rumahmu? kamu tak sayang, rumah itu kan satu-satunya kenanganmu bersama orangtuamu?" tanya Sisil ketika kami makan siang bersama di rumahnya. Sisil kurang setuju jika aku harus menjual rumah peninggalan orangtuaku."Tidak ada cara lain untuk membuat para benalu itu keluar rumah, Sil. Meskipun nantinya aku berhasil mengusir mereka, mereka akan tetap kembali jika tahu aku yang masih memiliki rumah itu." jawabku frustasi."Kamu tak perlu menjualnya, Bel. Kamu kontrakin saja rumah itu pada orang lain. Nanti para benalu itu pikir pasti kamu sudah menjualnya dan enggak akan pernah berani datang lagi ke rumah itu." Mas Heru ikut menyahut obrolan kami."Tapi bagaimana caranya aku mengusir mereka. Mereka terlalu bandel dan keras kepala. Bukan sekali dua kali aku usir mereka, sudah puluhan kali. Tapi enggak mempan sama sekali.""Kamu percayakan saja semua urusan itu padaku kali ini, Bel. Aku akan menyewa pereman untuk mengusir para benalu itu." ucap Mas Heru ke
Pov Liam"Mingkem Liam, nanti kemasukan nyamuk mulutmu!"Aku baru sadar setelah Irish menyuruhku menutup mulutku. Malu? tentu saja begitu."Kamu lama sekali!" aku pura-pura geram pada Irish."Ngantri. Pengunjung salon bukan aku saja!" jawabnya.Aku membukakan pintu mobil untuknya."Aku pakai mobilku saja!" ucap Irish."Jangan membantah kenapa? Masuk!"Irish pasrah dan menuruti perintahku. Sepanjang perjalanan memang kami saling diam tapi mataku jelalatan curi-curi pandang kearahnya.Mobilku telah sampai di depan hotel yang sudah di sewa sebagai tempat pernikahan Viola dan Yudha. Aku menuntun Irish selayaknya kami betulan sepasang kekasih.Saat masuk kedalam, aku melihat Viola dan suaminya sedang sibuk mengobrol dengan tamu lainnya."Irish menunduk dan sama sekali tak berani menatap mantan pacarnya. Aku tahu hatinya sedang sangat hancur tapi dia harus mengangkat wajahnya agar tidak terlihat lemah seperti ini."Jangan nangisin jodoh orang gitu!" ucapku menggoda Irish."Siapa yang nangis
Pov Liam"Polisi sudah datang. Maaf, telah membuatmu malu di depan umum. Aku tak mau kamu kabur dan kembali menyakiti Irish!" ucapku. Vikha sangat marah melihat beberapa polisi datang ingin menangkapnya."Brengs*k kamu Liam. Kamu temanku tapi kenapa kamu malah membela wanita itu!" teriak Vikha saat polisi akan membawanya pergi. Pengunjung restoran yang datang semua menatap kearah Vikha.Vikha memang temanku. Kami cukup akrab semasa SMA dulu tapi bukan berarti aku diam saja saat dia melakukan kejahatan.Aku kasihan pada Irish. Hidupnya sudah sangat berantakan karena Vikha. Aku harap Irish akan kembali mendapat haknya setelah Vikha dan yang lainnya tertangkap.Setelah urusan Vikha selesai aku langsung pulang kerumah."Kau sudah makan?" tanyaku saat Irish membuka pintu rumah."Belum. Kamu sendirikan yang melarangku makan sebelum kamu pulang!" jawabnya datar. Aku tersenyum karena senang dia menuruti perintahku."Aku mandi dulu, kamu siapkan makan malamnya!" perintahku. Dia mengangguk dan
Pov LiamAwalnya aku sangat marah karena mantan istri temanku selalu saja membuat masalah. Aku kesal wanita itu selalu membuatku hampir celaka, namun setelah mendengarkan cerita menyedihkannya, semua perasaan benciku hilang. Namun meski begitu aku tak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap ku hukum.Setelah keadaannya membaik aku membawanya pulang ke rumahku. Mobilnya masih di bengkel jadi dia menurut begitu saja saat aku menyuruhnya masuk ke dalam mobilku.Irish sangat rajin, dia mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan sangat rapih. Masakannya juga sangat enak. aku heran dengan Alan. Bagaimana dia bisa membuang wanita seperti Irish demi wanita egois seperti Vikha dan keluarganya."Kamu sudah makan?" tanyaku ketika akan makan malam."Sudah." jawabnya sambil menyiapkan makanan di atas meja makan."Lain kali jangan makan sendirian. Kamu harus tunggu aku sampai pulang." ucapku."Ok!" jawabnya singkat padahal aku ingin dia lebih cerewet seperti biasanya. Tapi yang tetjadi malah seba
Pov AlanAku tak menyangka Irish tega menghancurkan kepercayaan Ayahku. Untuk apa coba dia menjual rumah dan toko pemberian Ayahku kalau bukan untuk memberi Yudha bantuan.Aku tahu keuangan Yudha pasti sedang hancur untuk mengurus ibunya. Jadi lelaki itu menggunakan Irish untuk menyelamatkannya dari kemiskinan.Awalnya aku tak percaya Irish menjadi wanita sebodoh itu demi Yudha. Nmaun setelah Vikha memberiku bukti bahwa Irish benar-benar sudah menjual toko dan rumah aku baru percaya.Meski aku tahu kesalahan Irish fatal, melihat wanita itu di maki secara kasar oleh Ayahku, aku menjadi tak tega. Entah aki masih terus menyukainya atau perasaan ini hanya perasaan kasian saja."Kamu sedang memikirkan apa, sayang?" tanya Vikha sambil mendekat kearahku. Sebelah wajahnya masih sangat menakutkan, tapi syukurnya dia sudah bisa menerima kenyataan."Aku masih saja tak habis pikir dengan perbuatan Irish. Kenapa dia makin bodoh setelah bercerai denganku. Dulu meski aku jahat, aku tak peelrnah meni
Mataku hampir saja terpejam, namun bel di rumahku terus-terusan berbunyi tanpa jeda. Aku yakin orang datang berniat cari masalah.Pintu ku buka, ada lima lelaki berbadan kekar berdiri di depan pintu. Apa orang-orang ini adalah orang suruhan dari orang yang sudah menipuku kemarin?"Kami akan memberi waktu satu jam dari sekarang untuk kamu mengemas barang-barang kamu!" ucap salah satu dari mereka."Kenapa aku harus mengemas barangku?" tanyaku sambil menatap nyalang para lelaki itu."Jangan pura-pura bodoh! kamu sudah menjual rumah ini pada bos kami!" bentak lelaki tadi."Bos kalian gila. Dia sudah menjebakku. Aku tak pernah menjual rumah ini padanya!""Jangan banyak bicara kamu atau kamu akan menyesal!" lelaki yang dari tadi bicara memberi kode pada temannya untuk menyeretku. Aku melakukan perlawanan, tapi tenagaku tidak ada apa-apanya di banding mereka. Aku terlempar keluar pintu rumah.Beberapa lelaki yang tadinya masuk ke dalam rumah kembali dan membawakanku koper berisi baju-bajuku.
Pov Irish"Apa enggak ada cara lain ya, Bik? aku enggak tega menyerahkan sertifikat rumah dan toko pemberian Ayah Adit pada mereka. Aku takut Ayah Adit akan marah jika tahu.""Dia takan tahu, Bu. Rahasia ini cuma kita berdua yang tahu. Toko ibu cukup ramai sebelumnya. Anda pasti pelan-pelan bisa mencicil uang yang anda pinjam." balas bik Linda. Benar juga ucapannya, bisnis kueku cukup ramai, aku yakin bisa dengan cepat membayar cicilan hutangku."Baiklah, Bik. Kapan kita temui orang itu?" tanyaku pada Bik Linda."Kapanpun anda ingin menemuinya saya akan antarkan." jawabnya."Kalau gitu besok kita akan ke rumah orang itu.""Baik bu, esok jemput langsung saja saya di rumah kontrakan saya."Aku mengangguk setuju. Kemudian bik Linda pamit pulang. Setelah kepergiannya aku merasa kembali kesunyian di rumahku sendiri. Mengingat penghianatan Yudha aku kembali menangis. Selemah ini memang aku sekarang.Semua fotoku saat bersama Yudha sudah aku hapus, nombornya pun sudah ku blokir. Barang-baran
Pov IrishHari ini aku menemui pemilik perusahaan yang beberapa waktu lalu mengorder kueku. Butuh waktu lama dan perjuangan keras agar bisa langsung menemui orang itu. Itu karena dia selalu menyuruh asistennya untuk menyelesaikan semuanya tanpa mau bertemu langsung denganku. Aku tak puas hati hanya menyelesikan masalah dengan bawahannya yang keras kepala itu saja.Nasib para karyawanku di pertaruhkan, aku akan melakukan apa saja demi menyelamatkan mereka dari fitnah kejam ini. Aku yakin seseorang sedang dengan sengaja menjebak kami.Dalam pertemuan kami, lelaki yang menjadi bos perusahaan tersebut bilang akan mengurungkan niatnya melaporkan kami asal kami mambayar denda sebesar 500juta. Sepertinya mereka memang menginginkan kehancuranku. Tapi bisa apa aku sekarang? aku tak mau karyawanku menderita, aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka.Setelah pertemuanku dan bos gila itu berakhir, aku segera menghubungi Yudha untuk meminta pendapatnya. Namun entah kenapa kali ini Yudh
Pov YudhaAku rasa dunia sedang sangat kejam kepadaku. Masalah datang bertubi-tubi. Keadaan ibuku kritis, aku bingung harus bagaimana sekarang.Kenapa aku seceroboh ini. Harusnya aku tak perlu dulu memberitahu ibuku tentang lamaranku pada Irish. Saat ini ibuku sangat butuh dukungan, harusnya aku bisa mengontrol diri agar keadaannya tidak menjadi seperti ini.Beberapa hari setelah ibuku berhasil melewati masa kritis, akhirnya dia sembuh juga. Aku bisa tersenyum lega sekarang.Perasaan bahagiaku tidak bertahan lama. Setelah kesembuhan ibuku, dia sama sekali tidak mau di jenguk olehku. Aku benar-benar tak tahu dengan cara apa aku bisa memandapatkan maafnya.Di tengah perasaan kacauku, aku teringat pada sebuah kartu nama yang ibuku berikan.Aku kemudian membuka dompetku lalu mengambil kartu nama itu.'Viola Amalia' itu nama wanita yang ibu bilang menginginkanku. Mungkin aku butuh bantuannya untuk bisa mendapatkan maaf wanita yang sudah melahirkanku.Aku melajukan mobil menuju perusahaan w
Pov Yudha Sekitar jam satu siang aku sudah sampai di depan rumah Om Adit. Meski dalam keadaan terdesakpun aku tetap mengantarkan Irish menggunakan taksi sampai ke rumahnya. Sebenarnya aku sama sekali tak punya nyali menginjakan kaki di rumah Om Adit lagi. Namun mengingat kebaikan Om Adit aku harus belajar bermuka tebal. Aku ingin minta maaf pada keluarga Om Adit, meskipun itu takan membuat lelaki itu mencabut tuntutannya pada ibuku."Den, Yudha?" satpam di rumah Om Adit langsung membukakan pintu setelah melihatku di depan gerbang. Akupun segera masuk namun baru beberapa langkah masuk aku di halangi."Den maaf, sesuai perintah Tuan saya hanya di tugaskan memberikan beberapa koper itu jika anda pulang." Mang Ucup menunjuk kearah beberapa koper yang ada di sebelah post satpam."Itu apa, Mang?" tanyaku padanya."Itu barang-barang anda."Sontak aku sangat terkejut, apakah aku sudah di usir dari rumah mewah ini setelah kejahatan ibuku pada keluarga Om Adit terbongkar?"Benarkah Tuan yang m