Pov Ibu Mertua
Namaku Tuminah. Orang di kampungku kebanyakan memanggil aku Situm. Aku seorang janda beranak dua yang ditinggal menikah lagi oleh suamiku sejak anak Pertamaku 'Putra' masih berumur 10tahun.
Menjadi Janda tak punya rumah dan tak punya penghasilan tetap, membuatku sangat tersiksa saat itu. Aku selalu hidup berpindah-pindah tempat, numpang rumah dan numpang makan mengharap belas kasihan saudara-sauadaraku. Tak jarang aku akan berkelahi dengan pemilik rumah karena mereka cerewet sekali yang protes bajuku numpuk belum dicucilah, kamar yang aku tempati berantakanlah. Beginilah nasib orang yang numpang, selalu disalahkan dan tidak bisa hidup bebas. Aku benci kehidupan yang seperti ini.
Saat Putra mulai dewasa ku paksa dia kerja. Namun susah sekali membujuknya merantau. Aku sudah sangat risih melihatnya menganggur, pergi ngluyur tidak jelas bersama teman-temannya. Bahkan dia sering pulang dalam keadaan mabuk.
Karena ulah Putra yang sering pulang mabuk, kami diusir oleh keluarga kakak kandungku. Mereka bilang cukup sudah memberi kami tumpangan bertahun-tahun. Mereka juga bilang kami nggak pantas dikasihani karena sebenarnya kami masih muda dan masih bisa bekerja. Karena tak terima diusir aku sempat menjambak rambut kakak iparku, kami yang sesama perempuan ini bergelut hebat saat itu hingga harus dilerai tetangga karena tak ada yang mau mengalah diantara kami.
Sejak kejadian itu aku bersumpah akan menjadi orang kaya raya agar bisa membalas penghinaan kakak kandungku beserta istrinya itu.
Setelah terusir, aku menyuruh Putra pergi kerumah bapaknya untuk meminta uang. Beruntung Putra berhasil membawa uang yang saat itu kami gunakan untuk pergi ke kota.
Di kota aku menjadi buruh cuci dari rumah ke rumah. Sedangkan anakku Putra masih saja menjadi pemalas. Tak ada yang bisa diharapkan dari anak laki-lakiku satu-satunya itu. Sangat Pemalas.
Waktu berlalu, tak ada kemajuan pada hidup keluargaku. Malah hal buruk sering kami alami, misalnya diusir dari kontrakan karena tak membayar sewa dan kami terpaksa menjadi gelandangan tinggal di bawah kolong jembatan. Aku drop, aku sempat sakit parah saat itu. Dan ada hikmahnya juga aku sakit waktu itu. Putra jadi mau bekerja menjadi OB disalah satu perusahaan besar di kota ini. Disitulah dia mulai mengenal Abel. Sejak pernikahan Putra dan Abel hidupku berangsur lebih baik meskipun Putra kembali memilih jadi pengangguran tapi hidupnya terjamin oleh istrinya. Bahkan dia bisa memberiku uang secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan Abel istrinya.
Enam bulan pernikahan mereka, aku memutuskan ikut pindah kerumah menantuku itu. Rumahnya cukup luas aku betah tinggal disana. Namun belum genap sebulan aku tinggal disana, Abel kabur dari rumah dan meminta cerai dari anakku.
Alasan dia meminta cerai karena tak sanggup memberi kami sekeluarga makan. Padahal dia kerja di kantor besar, mana mungkin gajinya tak cukup. Dasarnya mungkin dia pelit tak mau membagikan uang gajinya buat keluarga suami.
Alasan lainnya karena dia bilang cape mengurus rumah. Dia harus mencuci bajuku dan anak perempuanku. Bukankah itu sudah jadi kewajibannya jadi menantu. Mau jadi menantu durhaka dia! Aku mertua dia, masa disuruh cuci piringlah, nyapulah. Ogah! Untung saat itu dia hamil, jadi Putra tak perlu bercerai dengannya. Aku lega karena gagal menjadi gelandangan lagi. Dan aku kembali bisa hidup tenang dirumah menantuku ini.
Dua minggu lalu Putra membawa pulang perempuan, namanya Dita. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya dia membawa perempuan. Dia sering ganti-ganti perempuan yang berbeda dibawa ke rumah ini. Tentu saja tanpa sepengetahuan siapapun karena aku bilang mereka anak temanku jadi tetangga tak ada yang curiga. Hingga saat Putra membawa Dita, aku mengusulkan mereka berdua menikah saja. Dita sepertinya orang kaya, dia membawa mobil mewah datang ke rumah ini. Dan Ditapun bilang tak keberatan menjadi istri ke dua anakku.
Dengan Dita aku berharap kehidupanku dan keluargaku berubah. Dia bisa menjadi jalan pintasku menjadi kayaraya. Gadis yang berumur 20tahun itu sempat membawa kami ke rumahnya. Rumahnya lantai tiga. Mobilnya bukan hanya satu tapi tiga. Kami disambut oleh orang tua Dita yang menurutku berpenampilan sangat aneh. Ayah Dita orang kaya dan memiliki perusahaan besar, tapi jas yang dipakainya saat menyambutku sangat lusuh. Dan istrinya pun sama saja, tidak terlihat aura orang kaya sama sekali. Wajah menornya malah terlihat sangat norak, tidak terlihat berkelas sama sekali.
Dipertemuan pertama kali keluarga kami saat itu, orang tua Dita langsung membahas pernikahan.Tentu saja membuatku sangat senang. Namun karena kami belum memegang uang sama sekali kami minta waktu.
Hingga saat perselingkuhan Putra dan Dita terbongkar. Kemudian Abel memilih keluar dari rumah ini, kami kembali datang ke rumah Dita dan menerima tawaran orangtua Dita untuk menikahkan mereka secepatnya. Aku dan Putra menjelaskan kalau kami tak punya uang sepeserpun untuk menikahkan mereka, tapi kata mereka uang tidak masalah bagi mereka. Mereka yang akan membayar semua biaya.
Impianku melihat Putra menikah di gedung mewah atau di rumah calon besan ku yang megah kandas. Orang tua Dita bilang mereka akan menikahkan Putra dan Dita dirumah yang ku tempati sekarang, rumah Abel. Alasannya karena mereka takut keluarga mereka tahu kalau Dita menikahi lelaki beristri, miskin lagi. Alasan yang membuat dadaku sesak dan darah tinggiku naik. Kembali aku mengalah karena masih berharap bisa menjadikan Dita mesin atm ku setelah kepergian Abel.
Tak ada pesta ataupun tamu undangan, orangtua Dita hanya memberiku uang dua juta untuk semua biaya pernikahan berlangsung. Pernikahan hanya disaksikan oleh keluarga dan beberapa orang tetangga saja. Makanan yang kami suguhkanpun sangat sederhana. Sangat berbeda jauh apa yang ada dalam bayanganku. Saat inilah aku mulai mencium bau tidak beres tentang keluarga Dita.
"Pak besan, kapan anda memboyong kami ke rumah anda? Kasian kan anak bapak tinggal di rumah sempit ini." ucapku selepas ijab kabul Putra dan Dita. Lelaki yang hari ini resmi jadi besanku tampak diam dan berpikir.
"Sementara biar Dita tinggal disini dulu. Aku mau, dia jadi istri yang baik, belajar sederhana hidup bersama suaminya."
Lututku gemetar mendengar ucapan besanku. Ini diluar perjanjian awal, bahwa ia akan langsung memboyong kami sekeluarga ke rumah mewahnya. Apa aku sudah tertipu janji manisnya?
"Tapi Pak besan sama Buk besan sendiri yang janji pada kami akan langsung memboyong kami kerumah kalian kalau kami cepat-cepat menikahkan Putra dan Dita." kembali aku menagih janji mereka dengan ekspresi kesal.
"Iya tahu. Kami enggak lupa janji kami kok. Tapi kan kami mau mengajari anak kami kesederhanaan. Selama ini dia hidup serba mewah dan manja. Dia sekarang sudah bersuami, kami ingin merubah anak itu. Disini tempat yang paling cocok untuk Dita belajar mandiri."
"Kok alasan kalian aneh banget ya. Dari kemarin muter-muter ngomongnya enggak jelas. Kalian orang kaya betulan apa orang kaya bohongan sih! masa ingkar janji terus, enggak bisa dipegang omongannya." geram ku tunjukan secara terang-terangan pada kedua besanku.
"Lah, kalian kan sudah datang ke rumah kami berulang-ulang, masa masih sangsi seberapa banyak harta kami!" ucap besan perempuanku.
"Makanya biar kami lebih percaya, cepat bawa kami kerumah itu. Jangan bohong terus dong!" cercaku penuh emosi.
"Tunggu sebulan lagi ya, kami sibuk mau keluar negeri selama sebulan. Nggak sopan kan ninggalin kalian sendirian dirumah sebesar itu."
Mataku berbinar mendengar alasan besanku. Bangga sekali ternyata punya besan kayaraya.
"Keluar negeri? negara mana? kenapa nggak ajak aku juga."
"Kami ke Swiss untuk perjalanan bisnis bukan untuk liburan. Kapan-kapan ya, kami janji akan bawa kalian sekeluarga liburan ke luar negeri."
"Sungguh, Pak besan? enggak bohong lagi kamu kan?" tanyaku penuh harap.
"Nggak dong! asal kamu jaga anakku baik-baik disini." ucapnya memberi syarat.
"Siap Pak besan. Pokoknya kami akan jaga Dita dengan baik disini."
Setelah kepergian besanku kembali ke rumahnya. Dita dibopong oleh Putra masuk kamar bekas Abel. Mereka berdua sepertinya tak sabar bermesraan di kamar. Dasar lelaki memang sama saja. Kemarin Putra nangis-nangis ditinggal Abel. Dan sekarang dengan cepat melupakan Abel saat bersama Dita. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku melihat kelakuan putra semata wayangku.
Sore harinya ku ketuk kamar pengantin baru itu. Aku dan putriku lapar, tak ada makanan sisa sedikitpun. Aku harus minta uang belanja pada menantu baruku.
"Iya, Bu. Ada apa?" suara lembut Dita menyejukan hatiku. Berbeda banget dengan cara Abel selalu memperlakukanku. Kasar sekali perlakuan Abel selama ini padaku.
"Ibu cuma mau minta uang. Stok makanan di dapur habis semua."
"Owh uang, ya? Aku jarang bawa uang cash, Bu. Soalnya orang kaya sepertiku selalu bawanya kredit card kemana-mana. Aku enggak suka bawa uang cash karena takut kerampokan." jawabannya terdengar sangat dibuat-buat.
"Masa uang 100ribu pun tak ada?" tanyaku tak percaya. Kalau tak ada uang cash berjuta-juta masih masuk akal. Tapi kalau hanya 100ribu, kok sepertinya ada yang ganjal dengan pernyataannya.
"Iya, Bu. Benar tak ada. Jangankan seratus ribu, sepuluh ribupun aku tak punya uang cash, Bu!"
"Kamu orang kaya betulan bukan sih! masa uang segitu tak ada!" tanyaku to the ponit.
"Kok ibu bertanya kayak gitu. Ya betulanlah aku kaya, masa bohong sih! Masa gara-gara uang seratus ribu, ibu jadi sekasar ini padaku!"
"Bukan maksud ibu mau kasar. Tapi ibu sekarang ragu, kamu punya uang beneran nggak sih?"
"Uangku ratusan juta ada dalam atm ku, Bu. Jangan asal curiga gitu dong!" wanita itu mulai menunjukan wajah aslinya. Ternyata dugaanku selama ini salah. Dia bukan wanita lemah lembut, dia lebih jahat dari pada Abel. Menantu baik yang sudah ku sia-siakan itu.
"Kalau ada ratusan juta, buktikan sekarang. Ambil ke atm. Jangan cuma mamerin barang yang tak nampak wujudnya!" tantangku.
"Kenapa aku harus nuruti permintaan ibu. Suka-suka akulah mau nunjukin bukti atau enggak!"
"Kamu!" saat aku hendak menampar perempuan yang baru dinikahi anakku. Gerakanku terhenti. Kulihat wanita itu membungkam mulutnya dan berlari kekamar mandi. Dia tak berhenti muntah di kamar mandi. Kenapa dia? nggak mungkin kan dia hamil padahal ketemu Putra saja baru dua minggu yang lalu.
Pov PutraTok...tok...tok...Suara ketukan pintu terdengar, aku enggan beranjak dari tempat tidur. Dita sangat liar di ranjang membuatku cukup kewalahan. Aku cape, aku ingin istirahat. Hanya dengan melayani Dita aku berharap bisa mendapatkan semua yang ku inginkan. Wanita haus sentuhan itu pasti akan memberikan semua hartanya untukku pelan-pelan.Dita bangkit memakai bajunya kemudian membuka pintu kamar."Iya, Bu. Ada apa?" suara lembut Dita terdengar menyapa ibuku."Ibu cuma mau minta uang. Stok makanan didapur habis semua.""Owh uang, ya? Aku jarang bawa uang cash, Bu. Soalnya orang kaya sepertiku selalu bawanya kredit card kemana-mana. Aku nggak suka bawa uang cash karena takut kerampokan."Jawaban Dita membuatku terbelalak kaget. Rasa kantukku jadi hilang. Bisa-bisanya setelah kupuaskan dia malah pelit banget sama ibuku. Nggak ada niatan sema sekali dia balas budiku. Awas kamu, Dita!"Masa uang 100ribu pun tak ada?" Ibuku masih memaksanya memberikan uang. Kasihan ibuku, dia pasti
Pov Author"Mas, Putra!"Suara teriakan Dita seakan menimbulkan gempa bumi di rumah yang keluarga benalu itu tempati. Putra enggan beranjak dari tempatnya, dia tahu kesalahannya yang telah mencuri perhiasan milik istri barunya."Mas Putra!"Suara Dita makin keras, membuat emosi sang mertua."Kenapa diam saja. Istrimu panggil itu. Sakit telinga ibu mendengar teriakannya. Baru sehari jadi istrimu tapi sudah berani-beraninya teriak-teriak seperti itu. Harusnya yang boleh teriak cuma ibu. Ibu yang paling berhak dirumah ini, bukan anak ingusan itu!"Kepala Putra makin mau pecah mendengar repetan ibunya."Dita pasti sudah tau perhiasannya aku curi, Bu. Gimana ini?""Owh, kamu tak menyahut panggilannya karena takut dia marah. Tadi gaya-gayaan mau rampok rumahnya, sekarang baru denger teriakannya saja nyalimu sudah ciut seperti ini. Geli ibu lihat tingkahmu! kamu lelaki mental kerupuk!" oceh Situm."Bukan aku takut dia marah, Bu. Tapi kita kan masih butuhin dia. Pelit-pelit gitu dia masih ada
Pov Abel"Kamu yakin akan menjual rumahmu? kamu tak sayang, rumah itu kan satu-satunya kenanganmu bersama orangtuamu?" tanya Sisil ketika kami makan siang bersama di rumahnya. Sisil kurang setuju jika aku harus menjual rumah peninggalan orangtuaku."Tidak ada cara lain untuk membuat para benalu itu keluar rumah, Sil. Meskipun nantinya aku berhasil mengusir mereka, mereka akan tetap kembali jika tahu aku yang masih memiliki rumah itu." jawabku frustasi."Kamu tak perlu menjualnya, Bel. Kamu kontrakin saja rumah itu pada orang lain. Nanti para benalu itu pikir pasti kamu sudah menjualnya dan enggak akan pernah berani datang lagi ke rumah itu." Mas Heru ikut menyahut obrolan kami."Tapi bagaimana caranya aku mengusir mereka. Mereka terlalu bandel dan keras kepala. Bukan sekali dua kali aku usir mereka, sudah puluhan kali. Tapi enggak mempan sama sekali.""Kamu percayakan saja semua urusan itu padaku kali ini, Bel. Aku akan menyewa pereman untuk mengusir para benalu itu." ucap Mas Heru ke
Pov HeruSudah hampir maghrib, keributan terjadi di depan rumah. Aku, istriku dan Abel sudah bisa menebak siapa yang datang. Satu jam lalu aku menyuruh pereman mengusir para benalu dirumah Abel. Agaknya mereka tak terima kemudian langsung menuju ke rumahku.Sesuai dugaan, yang datang benar-benar ibu mertua Abel. Tapi perempuan yang bersamanya tak kusangka ikut muncul di depan pagar rumahku. Kenapa bisa dia ada bersama mertua Abel? Apa dia pelakor yang diceritakan Abel, hingga Abel memilih keluar dari rumahnya?"Mas Heru?""Dita?"Keributan tertunda karena semua mata fokus padaku dan Dita. Seolah meminta penjelasan padaku kenapa bisa aku mengenal perempuan bernama Dita itu."Siapa wanita itu? kenapa kamu mengenalnya, Mas?" Sisil mulai menodongku dengan sebuah pertanyaan yang membuatku gugup."Dia anak salah satu peminjam dikoprasi milik, Mas." jawabku lancar. Untunglah istriku percaya begitu saja."Owh, gitu. Kirain siapa tadi.""Kamu masuk sekarang, ya. Bawa Abel kedalam. Orang hamil
Pov AbelSudah sebulan lamanya aku tinggal dirumah Sisil. Berbagai alasan aku gunakan untuk bisa keluar dari rumahnya. Namun hasilnya nihil, baik Sisil maupun suaminya tak mengijinkanku keluar dari rumah mereka. Aku akan mencari cara lagi agar bisa keluar dari rumah sahabatku ini. Perlakuan Sisil sangat baik padaku. Bahkan tiap hari dia menyuruh pembantunya untuk menyiapkan makanan sesuai seleraku. Bukan seleranya.Suatu ketika Sisil disuruh lembur oleh atasan kami. Karena kandunganku mulai membesar aku tidak disuruh ikut lembur. Malas sekali rasanya pulang tanpa Sisil karena dirumah akan bertemu dengan Mas Heru. Perhatian dia yang berlebihan membuatku sangat risih. Meski aku tahu dia takan berbuat macam-macam padaku karena aku tengah hamil besar tetap saja aku tak suka caranya memperlakukanku."Sil, aku tak langsung pulang kerumah, aku mau mampir dulu ke sepurmarket. Mau beli barang-barang kebutuhanku." pamitku pada Sisil ketika jam kerjaku habis. Itu satu-satunya caraku menghindar
Pov AuthorDengan penuh keterpaksaan, Dita nekad menunggu Heru disekitar rumah Heru. Jika menemui lelaki itu dikantornya, dia yakin akan berurusan dengan pereman-pereman suruhan lelaki itu lagi. Kali ini Dita terpaksa datang sendirian, karena desakan mertua dan suaminya untuk mendapatkan uang. Sedangkan suami penganggurannya beserta keluarganya ongkang kaki tinggal terima beresnya saja.Pukul empat sore, mobil Heru masuk dalam rumah, saat satpam rumah itu lengah belum sempat menutup pintu pagar, Dita berlari menyelonong masuk ke dalam pagar rumah itu. Heru yang baru turun dari mobilnya terkejut melihat Dita nekad berbuat seperti itu."Mas, Heru! tolong aku Mas, aku mohon!"Dita memeluk kaki Heru. Heru panik, ada Abel dalam rumah itu. Dia tak mau semua kebusukannya terbongkar sekarang."Apa yang kau lakukan? kenapa berani datang kerumah ini setelah kemarin berjanji takan menggangguku lagi?""Rumah kontrakan kami terbakar, Mas. Cek nya pun ikut terbakar. Sekarang kita tak tahu mau tingg
Pov Abel"Kenapa anda terlihat gugup? mana vidio yang anda ceritakan tadi?" ucap pengacara yang mendampingi Mas Heru.Mas Heru tersenyum mengejekku. Apa dia sudah tahu aku tak lagi menyimpan vidio itu? Apa dia juga yang menghapusnya?Bagaimana caranya dia tahu? Dan sejak kapan dia tahu aku merekam semuanya? kepalaku mau pecah memikirkan semua kejadian tak masuk akal ini. Bagaimana dia tahu juga sandi ponselku. Lelaki misterius itu makin terlihat mengerikan. Semua tindakannya diluar logika. Aku psimis bisa menghadapinya dilain waktu."Semalam masih ada, tapi--""Tapi apa? jangan buat alasan yang tak masuk akal. Anda dan perempuan ini sekongkol mau menjebak klien saya kan?" tuduh pengacara itu."Sekongkol? untuk apa? saya hanya memberi kesaksian sesuai apa yang saya lihat.""Benarakah? apa buktinya jika anda benar-benar melihat?" sahut pengacara itu lagi.Bukti? jika vidio rahasia yang ku rekam saja bisa terhapus apalagi bukti yang lainnya. Kulirik Dita yang mulai pasrah karena tahu dia
Pov Abel"Abel!" Aku lari setelah tahu Mas Heru menemukanku, yang sedang berdiri menunggu taksi di tepi jalan. Aku tak bisa lari cepat karena kondisi perut besarku. Aku terus berdoa semoga tidak tertangkap oleh lelaki gila itu."Abel tunggu!" Mas Heru dan orang-orangnya mengejarku, aku terus berlari tak mempedulikan kondisi kandunganku lagi."Abel...berhenti!"Mas Heru berhasil menangkapku, aku berteriak minta tolong. Tiga lelaki yang kebetulan mendengar teriakan minta tolongku segera berlari ke arahku. Mereka berkelahi dengan orang-orang suruhan mas Heru.Sambil mencekal tanganku Mas Heru menelpon sopirnya untuk menjemput kami, saat ia masih sibuk berbicara dengan sopirnya, aku gigit tangannya sampai dia berteriak kesakitan. Aku injak kakinya lalu ku dorong tubuhnya hingga dia jatuh ke belakang. Ketakutan akan tertangkap membuat tenagaku seakan bertambah sepuluh kali lipat.Aku kembali berlari, tak mempedulikan teriakan dan ancaman Mas Heru. Sekilas ku toleh ke belakang, Mas Heru ke
Pov Liam"Mingkem Liam, nanti kemasukan nyamuk mulutmu!"Aku baru sadar setelah Irish menyuruhku menutup mulutku. Malu? tentu saja begitu."Kamu lama sekali!" aku pura-pura geram pada Irish."Ngantri. Pengunjung salon bukan aku saja!" jawabnya.Aku membukakan pintu mobil untuknya."Aku pakai mobilku saja!" ucap Irish."Jangan membantah kenapa? Masuk!"Irish pasrah dan menuruti perintahku. Sepanjang perjalanan memang kami saling diam tapi mataku jelalatan curi-curi pandang kearahnya.Mobilku telah sampai di depan hotel yang sudah di sewa sebagai tempat pernikahan Viola dan Yudha. Aku menuntun Irish selayaknya kami betulan sepasang kekasih.Saat masuk kedalam, aku melihat Viola dan suaminya sedang sibuk mengobrol dengan tamu lainnya."Irish menunduk dan sama sekali tak berani menatap mantan pacarnya. Aku tahu hatinya sedang sangat hancur tapi dia harus mengangkat wajahnya agar tidak terlihat lemah seperti ini."Jangan nangisin jodoh orang gitu!" ucapku menggoda Irish."Siapa yang nangis
Pov Liam"Polisi sudah datang. Maaf, telah membuatmu malu di depan umum. Aku tak mau kamu kabur dan kembali menyakiti Irish!" ucapku. Vikha sangat marah melihat beberapa polisi datang ingin menangkapnya."Brengs*k kamu Liam. Kamu temanku tapi kenapa kamu malah membela wanita itu!" teriak Vikha saat polisi akan membawanya pergi. Pengunjung restoran yang datang semua menatap kearah Vikha.Vikha memang temanku. Kami cukup akrab semasa SMA dulu tapi bukan berarti aku diam saja saat dia melakukan kejahatan.Aku kasihan pada Irish. Hidupnya sudah sangat berantakan karena Vikha. Aku harap Irish akan kembali mendapat haknya setelah Vikha dan yang lainnya tertangkap.Setelah urusan Vikha selesai aku langsung pulang kerumah."Kau sudah makan?" tanyaku saat Irish membuka pintu rumah."Belum. Kamu sendirikan yang melarangku makan sebelum kamu pulang!" jawabnya datar. Aku tersenyum karena senang dia menuruti perintahku."Aku mandi dulu, kamu siapkan makan malamnya!" perintahku. Dia mengangguk dan
Pov LiamAwalnya aku sangat marah karena mantan istri temanku selalu saja membuat masalah. Aku kesal wanita itu selalu membuatku hampir celaka, namun setelah mendengarkan cerita menyedihkannya, semua perasaan benciku hilang. Namun meski begitu aku tak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap ku hukum.Setelah keadaannya membaik aku membawanya pulang ke rumahku. Mobilnya masih di bengkel jadi dia menurut begitu saja saat aku menyuruhnya masuk ke dalam mobilku.Irish sangat rajin, dia mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan sangat rapih. Masakannya juga sangat enak. aku heran dengan Alan. Bagaimana dia bisa membuang wanita seperti Irish demi wanita egois seperti Vikha dan keluarganya."Kamu sudah makan?" tanyaku ketika akan makan malam."Sudah." jawabnya sambil menyiapkan makanan di atas meja makan."Lain kali jangan makan sendirian. Kamu harus tunggu aku sampai pulang." ucapku."Ok!" jawabnya singkat padahal aku ingin dia lebih cerewet seperti biasanya. Tapi yang tetjadi malah seba
Pov AlanAku tak menyangka Irish tega menghancurkan kepercayaan Ayahku. Untuk apa coba dia menjual rumah dan toko pemberian Ayahku kalau bukan untuk memberi Yudha bantuan.Aku tahu keuangan Yudha pasti sedang hancur untuk mengurus ibunya. Jadi lelaki itu menggunakan Irish untuk menyelamatkannya dari kemiskinan.Awalnya aku tak percaya Irish menjadi wanita sebodoh itu demi Yudha. Nmaun setelah Vikha memberiku bukti bahwa Irish benar-benar sudah menjual toko dan rumah aku baru percaya.Meski aku tahu kesalahan Irish fatal, melihat wanita itu di maki secara kasar oleh Ayahku, aku menjadi tak tega. Entah aki masih terus menyukainya atau perasaan ini hanya perasaan kasian saja."Kamu sedang memikirkan apa, sayang?" tanya Vikha sambil mendekat kearahku. Sebelah wajahnya masih sangat menakutkan, tapi syukurnya dia sudah bisa menerima kenyataan."Aku masih saja tak habis pikir dengan perbuatan Irish. Kenapa dia makin bodoh setelah bercerai denganku. Dulu meski aku jahat, aku tak peelrnah meni
Mataku hampir saja terpejam, namun bel di rumahku terus-terusan berbunyi tanpa jeda. Aku yakin orang datang berniat cari masalah.Pintu ku buka, ada lima lelaki berbadan kekar berdiri di depan pintu. Apa orang-orang ini adalah orang suruhan dari orang yang sudah menipuku kemarin?"Kami akan memberi waktu satu jam dari sekarang untuk kamu mengemas barang-barang kamu!" ucap salah satu dari mereka."Kenapa aku harus mengemas barangku?" tanyaku sambil menatap nyalang para lelaki itu."Jangan pura-pura bodoh! kamu sudah menjual rumah ini pada bos kami!" bentak lelaki tadi."Bos kalian gila. Dia sudah menjebakku. Aku tak pernah menjual rumah ini padanya!""Jangan banyak bicara kamu atau kamu akan menyesal!" lelaki yang dari tadi bicara memberi kode pada temannya untuk menyeretku. Aku melakukan perlawanan, tapi tenagaku tidak ada apa-apanya di banding mereka. Aku terlempar keluar pintu rumah.Beberapa lelaki yang tadinya masuk ke dalam rumah kembali dan membawakanku koper berisi baju-bajuku.
Pov Irish"Apa enggak ada cara lain ya, Bik? aku enggak tega menyerahkan sertifikat rumah dan toko pemberian Ayah Adit pada mereka. Aku takut Ayah Adit akan marah jika tahu.""Dia takan tahu, Bu. Rahasia ini cuma kita berdua yang tahu. Toko ibu cukup ramai sebelumnya. Anda pasti pelan-pelan bisa mencicil uang yang anda pinjam." balas bik Linda. Benar juga ucapannya, bisnis kueku cukup ramai, aku yakin bisa dengan cepat membayar cicilan hutangku."Baiklah, Bik. Kapan kita temui orang itu?" tanyaku pada Bik Linda."Kapanpun anda ingin menemuinya saya akan antarkan." jawabnya."Kalau gitu besok kita akan ke rumah orang itu.""Baik bu, esok jemput langsung saja saya di rumah kontrakan saya."Aku mengangguk setuju. Kemudian bik Linda pamit pulang. Setelah kepergiannya aku merasa kembali kesunyian di rumahku sendiri. Mengingat penghianatan Yudha aku kembali menangis. Selemah ini memang aku sekarang.Semua fotoku saat bersama Yudha sudah aku hapus, nombornya pun sudah ku blokir. Barang-baran
Pov IrishHari ini aku menemui pemilik perusahaan yang beberapa waktu lalu mengorder kueku. Butuh waktu lama dan perjuangan keras agar bisa langsung menemui orang itu. Itu karena dia selalu menyuruh asistennya untuk menyelesaikan semuanya tanpa mau bertemu langsung denganku. Aku tak puas hati hanya menyelesikan masalah dengan bawahannya yang keras kepala itu saja.Nasib para karyawanku di pertaruhkan, aku akan melakukan apa saja demi menyelamatkan mereka dari fitnah kejam ini. Aku yakin seseorang sedang dengan sengaja menjebak kami.Dalam pertemuan kami, lelaki yang menjadi bos perusahaan tersebut bilang akan mengurungkan niatnya melaporkan kami asal kami mambayar denda sebesar 500juta. Sepertinya mereka memang menginginkan kehancuranku. Tapi bisa apa aku sekarang? aku tak mau karyawanku menderita, aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka.Setelah pertemuanku dan bos gila itu berakhir, aku segera menghubungi Yudha untuk meminta pendapatnya. Namun entah kenapa kali ini Yudh
Pov YudhaAku rasa dunia sedang sangat kejam kepadaku. Masalah datang bertubi-tubi. Keadaan ibuku kritis, aku bingung harus bagaimana sekarang.Kenapa aku seceroboh ini. Harusnya aku tak perlu dulu memberitahu ibuku tentang lamaranku pada Irish. Saat ini ibuku sangat butuh dukungan, harusnya aku bisa mengontrol diri agar keadaannya tidak menjadi seperti ini.Beberapa hari setelah ibuku berhasil melewati masa kritis, akhirnya dia sembuh juga. Aku bisa tersenyum lega sekarang.Perasaan bahagiaku tidak bertahan lama. Setelah kesembuhan ibuku, dia sama sekali tidak mau di jenguk olehku. Aku benar-benar tak tahu dengan cara apa aku bisa memandapatkan maafnya.Di tengah perasaan kacauku, aku teringat pada sebuah kartu nama yang ibuku berikan.Aku kemudian membuka dompetku lalu mengambil kartu nama itu.'Viola Amalia' itu nama wanita yang ibu bilang menginginkanku. Mungkin aku butuh bantuannya untuk bisa mendapatkan maaf wanita yang sudah melahirkanku.Aku melajukan mobil menuju perusahaan w
Pov Yudha Sekitar jam satu siang aku sudah sampai di depan rumah Om Adit. Meski dalam keadaan terdesakpun aku tetap mengantarkan Irish menggunakan taksi sampai ke rumahnya. Sebenarnya aku sama sekali tak punya nyali menginjakan kaki di rumah Om Adit lagi. Namun mengingat kebaikan Om Adit aku harus belajar bermuka tebal. Aku ingin minta maaf pada keluarga Om Adit, meskipun itu takan membuat lelaki itu mencabut tuntutannya pada ibuku."Den, Yudha?" satpam di rumah Om Adit langsung membukakan pintu setelah melihatku di depan gerbang. Akupun segera masuk namun baru beberapa langkah masuk aku di halangi."Den maaf, sesuai perintah Tuan saya hanya di tugaskan memberikan beberapa koper itu jika anda pulang." Mang Ucup menunjuk kearah beberapa koper yang ada di sebelah post satpam."Itu apa, Mang?" tanyaku padanya."Itu barang-barang anda."Sontak aku sangat terkejut, apakah aku sudah di usir dari rumah mewah ini setelah kejahatan ibuku pada keluarga Om Adit terbongkar?"Benarkah Tuan yang m