Pov Ibu MertuaSudah hampir sore, aku dan Citra sudah membereskan semua pekerjaan rumah. Kenapa Dita belum pulang juga, dia belum membelikan makan kami dari pagi. Aku dan Citra sangat kelaparan, kurangajar dia.Putra lagi, anak tak bergunaku itu. Semalam pamit mau merampok di rumah besanku yang kaya tapi pelit itu. Katanya mumpumg mereka masih keluar negeri, jadi pasti akan lebih mudah merampok disana. Rumah dalam keadaan kosong. Paling pembantu dan satpam rumah itu saja yang ada. Aku yakin Putra dan teman-trmannya bisa mengatasinya.Hari sudah semakin sore, tapi kenapa Putra sampai sekarang belum pulang ataupun kasih kabar juga? Awas kamu Put, kalau nikmati hasil rampokan itu sendirian. Awas juga nanti kalau kamu pulang dengan tangan kosong, karena sudah kau habiskan uang hasil dari merampok itu untuk berjudi."Bu, ayolah pergi dari sini! Jual kalung ibu, kita ngontrak rumah sendiri, kan enak kalau kita ngontrak rumah sendiri, gak usah jadi babu seperti ini. Citra cape, Bu. Diperlak
Pov RajaBeberapa hari ini, aku disibukan dengan kasus perampokan sekaligus pembunuhan Ayah dari istri kedua suami Abel. Bimbang ingin ku beritahu Abel atau tidak, takut menambah beban pikirannya jika aku memberitahunya.Hari ini, hari liburku. Aku akan kembali menjenguknya. Karena terlalu lelah, aku tak larat pergi ke sana selama hampir dua minggu ini, jadi kuputuskan untuk pergi siang ini juga.Satu ponsel sudah ku siapkan untuk Abel. Sejak dia kabur, dia tak berani menyalakan ponselnya. Aku bingung jika ingin menghubunginya sekedar menanyakan kabar.Mobil segera ku hentikan sejenak di depan sebuah supermarket. Aku membeli susu hamil dan beberapa kebutuhan dapur untuk Abel.Di supermarket ini, temanku Ikhsan kembali datang. Dia memberikan kunci mobil sewaanya beserta jaket, kumis palsu, topi dan kacamata. Aku segera pergi toilet untuk memakai barang-barang pemberian temanku. Ini untuk mengecoh penguntit yang diam-diam mengikutiku. Aku yakin, Heru belum menyerah juga. Dia pasti masi
Pov PutraAku tak menyangka hidupku sesial ini. Baru sehari jadi buronan polisi aku sudah kelaparan. Tak ada barang berharga apapun yang bisa ku tukar dengan uang. Akhirnya akupun terpaksa hidup jadi gembel di kolong jembatan. Hidupku makin berantakan setelah gagal merampok. Kenapa sih, aku nekad memukul penipu itu. Harusnya ku kuras saja uang gajinya, dengan mengancamnya akan menceraikan putrinya kalau dia tak mau memberikan gajinya padaku.Ingin sekali ku hubungi ibu, namun aku tak berani. Dia tinggal di kontrakan Dita. Bagaimana nasibnya dan Citra setelah Dita tahu akulah pembunuh Ayahnya. Tak terasa cairan bening memaksa keluar dari pelupuk mataku. Ini pertama kalinya aku menangis. Seandainya saja dulu aku tidak menghianati Abel hanya demi wanita murahan seperti Dita dan yang lainnya, hidupku takan serumit ini. Kurang apa coba Abel terhadapku, meski dia sering mengomeliku yang tak kunjung kerja setelah pernikahan kami, namun dia tak pernah melupakan tugasnya sebagai istri. Bahkan
Pov Author"Bang Ikhsan, tolong Abel, Bang!" ucap lemah Abel. Putra terkejut melihat Abel ternyata mengenal polisi yang ada di samping mobilnya. Karena tak mau tertangkap Putra segera kembali melajukan mobilnya tanpa peduli keselamatannya. Dia terus melajukan mobilnya dikecepatan tinggi. Satu mobil polisi dan dua motor mengejarnya."Bel, kau kenapa?"Tangan kiri Putra menyentuh lengan Abel."Bel, bangun!"Abel tak kunjung bangun, fokus menyetir Putra hilang."Bel, bangun. Asalkan kamu bisa bertahan aku janji bisa lepas dari kejaran polisi-polisi itu dan segera membawamu ke rumah sakit."Hidung dan mata Putra mendadak merah. Untuk pertama kalinya ia menyesali perbuatan kasarnya pada istrinya.Mobil masih melaju dikecepatan tinggi."Aku hanya kalap karena terlalu cemburu denganmu, Bel. Bangunlah! aku minta maaf."Air mata Putra keluar juga. Pertahaannya jebol.Mobil terus melaju, hingga saat mobil Putra sedang melintas di jembatan besar. Putra menghentikannya ditengah jembatan."Maaf, k
Pov CitraAku tak menyangka Mbak Dita tega sekali dengan keluargaku. Dulu dia tega menjadikan kami seperti pembantunya. Setelah itu dia rela melaporkan aku dan ibu ke polisi. Aku yang kesal saat itu justru membuka kedokku dan ibuku sendiri di depannya dan polisi yang sedang menyamar bersamanya. Aku baru tahu maksud ibu menamparku saat itu. Itu karena aku terus membongkar kebusukan kami yang justru membuat celaka aku dan ibuku.Tak sampai di situ saja kekejaman Mbak Dita. Dia tega merampas emas-emas ibu sampai membuat penyakit jantung ibu kumat. Ibu meninggal dan aku harus mendekap di penjara beberapa hari saat itu.Tiga hari aku di penjara, namun tiba-tiba perempuan sinting itu mencabut tuntutannya. Aku pikir saat itu dia mencabut tuntutannya karena merasa bersalah karena kematian ibu. Tapi ternyata tidak. Perempuan itu dengan tega menjualku pada lelaki hidung belang. Dan lelaki itu kini menyekapku di sebuah rumah mewah dengan penjagaan ketat karena aku terus melakukan perlawanan dan
Pov DitaWaktu berlalu, semenjak kepergian Ayahku, ibuku menjadi seperti orang gila. Tiap hari dia menangis dan tertawa seorang diri. Karena sikapnya yang seprti itu majikannya memecatnya dari pekerjaannya. Kini aku titipkan ibuku pada keluarga budhe ku.Meski aku sudah membalas dendamku pada keluarga benalu itu, aku masih sangat-sangat membenci keluarga itu. Bayangan rasa bersalah pada Ayahku terus menghantuiku. Aku menyesal telah menghadirkan menantu brengsek seperti Mas Putra pada Ayahku.Malam ini aku kedatangan tamu tak diundang. Rumah kontrakanku di datangi pereman entah suruhan siapa. Aku segera menelpon Pak Raja. Lumayankan, aku jadi bisa bertemu dengannya tanpa harus mendatangi rumahnya. Ini kesempatan emasku untuk berpura-pura menangis dan lemah padanya nanti setelah dia datang menghajar para pereman. Kemudian saat ia lengah, aku akan memasukan obat tidur dan menjebaknya hingga dia mau menikahiku.Namun semua rencana itu hanya menjadi angan-anganku saja. Lelaki tampan itu ma
Pov Author"Demi aku? jangan ngelantur lagi, dech! jangan bawa-bawa namaku lagi dalam masalahmu. Sekarang keluar dari ruanganku sebelum aku panggil polisi yang berjaga di depan untuk mengusirmu!" ancam Abel sambil mengarahkan jari telunjuknya kearah pintu keluar."Ok, aku akan keluar. Tapi ingat, Bel. Aku enggak akan menyerah cuma gara-gara kamu mengusirku.""Dasar sinting! aku rasa kau perlu ke psikiater, Mas! Jiwa dan pikiranmu pasti bermasalah. Kau perlu berobat." maki kembali Abel yang semakin jijik dengan ucapan suami temanannya itu."Terserah kamu, Bel. Mau anggap aku gila, sinting atau lainnya. Tapi tolong jangan marah-marah lagi. Kamu baru pulih dari sakitmu." ucap Heru menenangkan Abel."Makanya cepat keluar dari sini, kalau enggak mau lihat aku tambah mengamuk!"Heru mengikuti ucapan Abel, dia akhirnya mengalah keluar.Abel kembali menetralkan emosinya sepeninggalan Heru.Di dalam mobil Heru terdiam. Dia masih belum juga melajukan mobilnya. Rasanya dia sudah kehabisan akal u
Putra membuka matanya pelan-pelan. Rasa sakit di bagian lengannya cukup menyiksanya. Matanya menyapu seisi ruangan ketika baru terbuka, sepertinya seseorang telah menolongnya ketika hanyut disungai dan membawanya ke rumah sakit terdekat.Dirabanya lengan yang sudah diperban, peluru yang bersarang di sanapun sudah dikeluarkan. Entah berapa lama dia tak sadarkan diri sebelumnya, yang jelas dia merasa sangat beruntung masih di beri kesempatan untuk hidup hingga sekarang.Putra bangkit perlahan-lahan, tak ada seorangpun yang menungguinya di ruangan tempatnya di rawat, ini merupakan waktu yang pas untuknya kabur dari rumah sakit tersebut.Sebelum kabur, dia mencari dompet miliknya terlebih dahulu dalam laci meja yang ada di sebelah ranjang, dia tersenyum lega melihat dompetnya ada disana.Puluhan lembaran merah masih tersusun rapih di dalam dompet. Sepertinya warga yang menolongnya sangat jujur hingga orang itu tak mengambil sepeserpun uang miliknya.Pelan Putra mengintip ke luar ruangan,
Pov Liam"Mingkem Liam, nanti kemasukan nyamuk mulutmu!"Aku baru sadar setelah Irish menyuruhku menutup mulutku. Malu? tentu saja begitu."Kamu lama sekali!" aku pura-pura geram pada Irish."Ngantri. Pengunjung salon bukan aku saja!" jawabnya.Aku membukakan pintu mobil untuknya."Aku pakai mobilku saja!" ucap Irish."Jangan membantah kenapa? Masuk!"Irish pasrah dan menuruti perintahku. Sepanjang perjalanan memang kami saling diam tapi mataku jelalatan curi-curi pandang kearahnya.Mobilku telah sampai di depan hotel yang sudah di sewa sebagai tempat pernikahan Viola dan Yudha. Aku menuntun Irish selayaknya kami betulan sepasang kekasih.Saat masuk kedalam, aku melihat Viola dan suaminya sedang sibuk mengobrol dengan tamu lainnya."Irish menunduk dan sama sekali tak berani menatap mantan pacarnya. Aku tahu hatinya sedang sangat hancur tapi dia harus mengangkat wajahnya agar tidak terlihat lemah seperti ini."Jangan nangisin jodoh orang gitu!" ucapku menggoda Irish."Siapa yang nangis
Pov Liam"Polisi sudah datang. Maaf, telah membuatmu malu di depan umum. Aku tak mau kamu kabur dan kembali menyakiti Irish!" ucapku. Vikha sangat marah melihat beberapa polisi datang ingin menangkapnya."Brengs*k kamu Liam. Kamu temanku tapi kenapa kamu malah membela wanita itu!" teriak Vikha saat polisi akan membawanya pergi. Pengunjung restoran yang datang semua menatap kearah Vikha.Vikha memang temanku. Kami cukup akrab semasa SMA dulu tapi bukan berarti aku diam saja saat dia melakukan kejahatan.Aku kasihan pada Irish. Hidupnya sudah sangat berantakan karena Vikha. Aku harap Irish akan kembali mendapat haknya setelah Vikha dan yang lainnya tertangkap.Setelah urusan Vikha selesai aku langsung pulang kerumah."Kau sudah makan?" tanyaku saat Irish membuka pintu rumah."Belum. Kamu sendirikan yang melarangku makan sebelum kamu pulang!" jawabnya datar. Aku tersenyum karena senang dia menuruti perintahku."Aku mandi dulu, kamu siapkan makan malamnya!" perintahku. Dia mengangguk dan
Pov LiamAwalnya aku sangat marah karena mantan istri temanku selalu saja membuat masalah. Aku kesal wanita itu selalu membuatku hampir celaka, namun setelah mendengarkan cerita menyedihkannya, semua perasaan benciku hilang. Namun meski begitu aku tak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap ku hukum.Setelah keadaannya membaik aku membawanya pulang ke rumahku. Mobilnya masih di bengkel jadi dia menurut begitu saja saat aku menyuruhnya masuk ke dalam mobilku.Irish sangat rajin, dia mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan sangat rapih. Masakannya juga sangat enak. aku heran dengan Alan. Bagaimana dia bisa membuang wanita seperti Irish demi wanita egois seperti Vikha dan keluarganya."Kamu sudah makan?" tanyaku ketika akan makan malam."Sudah." jawabnya sambil menyiapkan makanan di atas meja makan."Lain kali jangan makan sendirian. Kamu harus tunggu aku sampai pulang." ucapku."Ok!" jawabnya singkat padahal aku ingin dia lebih cerewet seperti biasanya. Tapi yang tetjadi malah seba
Pov AlanAku tak menyangka Irish tega menghancurkan kepercayaan Ayahku. Untuk apa coba dia menjual rumah dan toko pemberian Ayahku kalau bukan untuk memberi Yudha bantuan.Aku tahu keuangan Yudha pasti sedang hancur untuk mengurus ibunya. Jadi lelaki itu menggunakan Irish untuk menyelamatkannya dari kemiskinan.Awalnya aku tak percaya Irish menjadi wanita sebodoh itu demi Yudha. Nmaun setelah Vikha memberiku bukti bahwa Irish benar-benar sudah menjual toko dan rumah aku baru percaya.Meski aku tahu kesalahan Irish fatal, melihat wanita itu di maki secara kasar oleh Ayahku, aku menjadi tak tega. Entah aki masih terus menyukainya atau perasaan ini hanya perasaan kasian saja."Kamu sedang memikirkan apa, sayang?" tanya Vikha sambil mendekat kearahku. Sebelah wajahnya masih sangat menakutkan, tapi syukurnya dia sudah bisa menerima kenyataan."Aku masih saja tak habis pikir dengan perbuatan Irish. Kenapa dia makin bodoh setelah bercerai denganku. Dulu meski aku jahat, aku tak peelrnah meni
Mataku hampir saja terpejam, namun bel di rumahku terus-terusan berbunyi tanpa jeda. Aku yakin orang datang berniat cari masalah.Pintu ku buka, ada lima lelaki berbadan kekar berdiri di depan pintu. Apa orang-orang ini adalah orang suruhan dari orang yang sudah menipuku kemarin?"Kami akan memberi waktu satu jam dari sekarang untuk kamu mengemas barang-barang kamu!" ucap salah satu dari mereka."Kenapa aku harus mengemas barangku?" tanyaku sambil menatap nyalang para lelaki itu."Jangan pura-pura bodoh! kamu sudah menjual rumah ini pada bos kami!" bentak lelaki tadi."Bos kalian gila. Dia sudah menjebakku. Aku tak pernah menjual rumah ini padanya!""Jangan banyak bicara kamu atau kamu akan menyesal!" lelaki yang dari tadi bicara memberi kode pada temannya untuk menyeretku. Aku melakukan perlawanan, tapi tenagaku tidak ada apa-apanya di banding mereka. Aku terlempar keluar pintu rumah.Beberapa lelaki yang tadinya masuk ke dalam rumah kembali dan membawakanku koper berisi baju-bajuku.
Pov Irish"Apa enggak ada cara lain ya, Bik? aku enggak tega menyerahkan sertifikat rumah dan toko pemberian Ayah Adit pada mereka. Aku takut Ayah Adit akan marah jika tahu.""Dia takan tahu, Bu. Rahasia ini cuma kita berdua yang tahu. Toko ibu cukup ramai sebelumnya. Anda pasti pelan-pelan bisa mencicil uang yang anda pinjam." balas bik Linda. Benar juga ucapannya, bisnis kueku cukup ramai, aku yakin bisa dengan cepat membayar cicilan hutangku."Baiklah, Bik. Kapan kita temui orang itu?" tanyaku pada Bik Linda."Kapanpun anda ingin menemuinya saya akan antarkan." jawabnya."Kalau gitu besok kita akan ke rumah orang itu.""Baik bu, esok jemput langsung saja saya di rumah kontrakan saya."Aku mengangguk setuju. Kemudian bik Linda pamit pulang. Setelah kepergiannya aku merasa kembali kesunyian di rumahku sendiri. Mengingat penghianatan Yudha aku kembali menangis. Selemah ini memang aku sekarang.Semua fotoku saat bersama Yudha sudah aku hapus, nombornya pun sudah ku blokir. Barang-baran
Pov IrishHari ini aku menemui pemilik perusahaan yang beberapa waktu lalu mengorder kueku. Butuh waktu lama dan perjuangan keras agar bisa langsung menemui orang itu. Itu karena dia selalu menyuruh asistennya untuk menyelesaikan semuanya tanpa mau bertemu langsung denganku. Aku tak puas hati hanya menyelesikan masalah dengan bawahannya yang keras kepala itu saja.Nasib para karyawanku di pertaruhkan, aku akan melakukan apa saja demi menyelamatkan mereka dari fitnah kejam ini. Aku yakin seseorang sedang dengan sengaja menjebak kami.Dalam pertemuan kami, lelaki yang menjadi bos perusahaan tersebut bilang akan mengurungkan niatnya melaporkan kami asal kami mambayar denda sebesar 500juta. Sepertinya mereka memang menginginkan kehancuranku. Tapi bisa apa aku sekarang? aku tak mau karyawanku menderita, aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka.Setelah pertemuanku dan bos gila itu berakhir, aku segera menghubungi Yudha untuk meminta pendapatnya. Namun entah kenapa kali ini Yudh
Pov YudhaAku rasa dunia sedang sangat kejam kepadaku. Masalah datang bertubi-tubi. Keadaan ibuku kritis, aku bingung harus bagaimana sekarang.Kenapa aku seceroboh ini. Harusnya aku tak perlu dulu memberitahu ibuku tentang lamaranku pada Irish. Saat ini ibuku sangat butuh dukungan, harusnya aku bisa mengontrol diri agar keadaannya tidak menjadi seperti ini.Beberapa hari setelah ibuku berhasil melewati masa kritis, akhirnya dia sembuh juga. Aku bisa tersenyum lega sekarang.Perasaan bahagiaku tidak bertahan lama. Setelah kesembuhan ibuku, dia sama sekali tidak mau di jenguk olehku. Aku benar-benar tak tahu dengan cara apa aku bisa memandapatkan maafnya.Di tengah perasaan kacauku, aku teringat pada sebuah kartu nama yang ibuku berikan.Aku kemudian membuka dompetku lalu mengambil kartu nama itu.'Viola Amalia' itu nama wanita yang ibu bilang menginginkanku. Mungkin aku butuh bantuannya untuk bisa mendapatkan maaf wanita yang sudah melahirkanku.Aku melajukan mobil menuju perusahaan w
Pov Yudha Sekitar jam satu siang aku sudah sampai di depan rumah Om Adit. Meski dalam keadaan terdesakpun aku tetap mengantarkan Irish menggunakan taksi sampai ke rumahnya. Sebenarnya aku sama sekali tak punya nyali menginjakan kaki di rumah Om Adit lagi. Namun mengingat kebaikan Om Adit aku harus belajar bermuka tebal. Aku ingin minta maaf pada keluarga Om Adit, meskipun itu takan membuat lelaki itu mencabut tuntutannya pada ibuku."Den, Yudha?" satpam di rumah Om Adit langsung membukakan pintu setelah melihatku di depan gerbang. Akupun segera masuk namun baru beberapa langkah masuk aku di halangi."Den maaf, sesuai perintah Tuan saya hanya di tugaskan memberikan beberapa koper itu jika anda pulang." Mang Ucup menunjuk kearah beberapa koper yang ada di sebelah post satpam."Itu apa, Mang?" tanyaku padanya."Itu barang-barang anda."Sontak aku sangat terkejut, apakah aku sudah di usir dari rumah mewah ini setelah kejahatan ibuku pada keluarga Om Adit terbongkar?"Benarkah Tuan yang m