Pov DitaWaktu berlalu, semenjak kepergian Ayahku, ibuku menjadi seperti orang gila. Tiap hari dia menangis dan tertawa seorang diri. Karena sikapnya yang seprti itu majikannya memecatnya dari pekerjaannya. Kini aku titipkan ibuku pada keluarga budhe ku.Meski aku sudah membalas dendamku pada keluarga benalu itu, aku masih sangat-sangat membenci keluarga itu. Bayangan rasa bersalah pada Ayahku terus menghantuiku. Aku menyesal telah menghadirkan menantu brengsek seperti Mas Putra pada Ayahku.Malam ini aku kedatangan tamu tak diundang. Rumah kontrakanku di datangi pereman entah suruhan siapa. Aku segera menelpon Pak Raja. Lumayankan, aku jadi bisa bertemu dengannya tanpa harus mendatangi rumahnya. Ini kesempatan emasku untuk berpura-pura menangis dan lemah padanya nanti setelah dia datang menghajar para pereman. Kemudian saat ia lengah, aku akan memasukan obat tidur dan menjebaknya hingga dia mau menikahiku.Namun semua rencana itu hanya menjadi angan-anganku saja. Lelaki tampan itu ma
Pov Author"Demi aku? jangan ngelantur lagi, dech! jangan bawa-bawa namaku lagi dalam masalahmu. Sekarang keluar dari ruanganku sebelum aku panggil polisi yang berjaga di depan untuk mengusirmu!" ancam Abel sambil mengarahkan jari telunjuknya kearah pintu keluar."Ok, aku akan keluar. Tapi ingat, Bel. Aku enggak akan menyerah cuma gara-gara kamu mengusirku.""Dasar sinting! aku rasa kau perlu ke psikiater, Mas! Jiwa dan pikiranmu pasti bermasalah. Kau perlu berobat." maki kembali Abel yang semakin jijik dengan ucapan suami temanannya itu."Terserah kamu, Bel. Mau anggap aku gila, sinting atau lainnya. Tapi tolong jangan marah-marah lagi. Kamu baru pulih dari sakitmu." ucap Heru menenangkan Abel."Makanya cepat keluar dari sini, kalau enggak mau lihat aku tambah mengamuk!"Heru mengikuti ucapan Abel, dia akhirnya mengalah keluar.Abel kembali menetralkan emosinya sepeninggalan Heru.Di dalam mobil Heru terdiam. Dia masih belum juga melajukan mobilnya. Rasanya dia sudah kehabisan akal u
Putra membuka matanya pelan-pelan. Rasa sakit di bagian lengannya cukup menyiksanya. Matanya menyapu seisi ruangan ketika baru terbuka, sepertinya seseorang telah menolongnya ketika hanyut disungai dan membawanya ke rumah sakit terdekat.Dirabanya lengan yang sudah diperban, peluru yang bersarang di sanapun sudah dikeluarkan. Entah berapa lama dia tak sadarkan diri sebelumnya, yang jelas dia merasa sangat beruntung masih di beri kesempatan untuk hidup hingga sekarang.Putra bangkit perlahan-lahan, tak ada seorangpun yang menungguinya di ruangan tempatnya di rawat, ini merupakan waktu yang pas untuknya kabur dari rumah sakit tersebut.Sebelum kabur, dia mencari dompet miliknya terlebih dahulu dalam laci meja yang ada di sebelah ranjang, dia tersenyum lega melihat dompetnya ada disana.Puluhan lembaran merah masih tersusun rapih di dalam dompet. Sepertinya warga yang menolongnya sangat jujur hingga orang itu tak mengambil sepeserpun uang miliknya.Pelan Putra mengintip ke luar ruangan,
Pov RajaSetelah kepergianku dari rumah sakit, aku mendapat laporan tentang ditemukannya jasad manusia yang sudah hangus terbakar di dalam sebuah rumah yang terletak agak jauh dari pemukiman warga. Dari hasil sementara diperkirakan itu adalah jasad dari suami Abel 'Putra'. Karena adanya tanda pengenal palsu dengan foto lelaki itu di dalam dompet yang nyaris hangus terbakar. Namun ini masih dalam penyelidikan polisi, kami masih banyak memerlukan banyak bukti lagi untuk benar-benar memastikan bahwa itu benar-benar jasad lelaki itu.Karena kasus ini aku harus lembur dan telat pulang. Alhasil ketika aku sampai di rumah sakit, Abel sudah tertidur pulas. Malam ini, dia terlihat sangat nyenyak. Aku sampai tak tega membangunkannya sekedar untuk menanyakan apakah dia sudah makan atau belum.Karena lelah, aku juga menyusul tidur. Meski hanya tidur di sebuah kursi, aku tetap bisa terlelap.Pukul lima pagi, aku kembali terbangun. Abel masih terlelap tidur. Sekali lagi aku tak berani membangunkann
Pov Putra[Cit, aku butuh uang untuk beli mobil. Nanti datang, ya!]Ku kirimkan satu pesan untuk adikku. Dia yang memang sekarang menjadi simpanan om-om kaya segera membalas pesanku.[Mau mobil apa, Mas? jangan keluar kemana-kemana, bahaya. Biar nanti orang Om Farhan saja yang kirimkan mobil itu padamu.]Aku tersenyum membaca pesan adikku. Awalnya aku sangat kasihan saat mendengar dia di jual pada orang kaya. Namun melihat kebaikan lelaki yang kini mengencaninya, aku sudah tidak terlalu merasa bersalah lagi. Toh, sekarang hidupnya justru menjadi lebih baik, jauh berbeda jika di banding ketika dulu saat dia ikut bersamaku.Kalau saja dari dulu dia mau melakukan ini, mungkin aku tak perlu repot-repot lagi mencari orang kaya palsu seperti Dita yang telah membuat hidupku sekacau ini.Sehari menunggu, Mobil mewah yang ku pesan datang. Seandainya aku bukan buronan, aku sudah berkeliling kota dengan mobil ini. Membawa Abel jalan-jalan tentunya."Mas, jangan buat masalah dulu. Semua orang men
Pov AbelDasar lelaki aneh! Masih muda sudah pikun. Masa dia memberiku ponsel tanpa charger. Sudah berapa lama dua ponsel ini tak ku charger karena aku baru sadar, namun lelaki yang bernama Raja itu memberikannya padaku begitu saja tanpa mengecek terlebih dahulu kondisi baterai. Aku hanya bisa menahan senyum sambil menggeleng-gelengkan kepala karena ulahnya.Kenapa aku diam saja tak protes padanya? Karena aku tahu dia sedang sibuk. Mata pandanya terlihat jelas ketika menjengukku. Aku tak mau kembali merepotkannya hanya karena sebuah charger. Biar kalau ada waktu nanti aku bisa membeli charger sendiri.Dalam kesibukannya, dia masih sempat datang menjengukku dan menjagaku padahal sudah tengah malam. Aku pura-pura tidur saat itu karena tak mau mengganggu waktu istirahatnya. Dia sungguh terlihat kelelahan, dengkuran halus ku dengar dalam tidur lelapnya di atas sebuah kursi di samping ranjangku. Aku hanya bisa berdoa dalam hati, semoga Tuhan membalas kebaikan lelaki tulus ini. Aku sangat b
Pov SisilSaat itu, tak sengaja aku mendengar perbincangan Mas Heru dan Abel di rumah sakit. Terdengar curahan hati Mas Heru ke Abel, rasanya hatiku perih seperti ditusuk oleh ribuan jarum secara bersamaan.Ku ikuti terus perbincangan mereka pada sampai akhirnya aku harus bersembunyi setelah mendengar teriakan Abel yang mengusir Mas Heru. Secinta itukah Mas Heru pada Abel, sampai dia rela di perlakukan sekasar itu oleh Abel?Mas Heru keluar dengan wajah kecewa, aku mengikutinya sampai dia masuk dalam mobil.Akhir-akhir ini diam-diam aku sering mengikuti Mas Heru, itu karena aku belum bisa move on darinya. Aku ingin tahu kemana saja dia dan pergi menemui siapa saja dia. Semua ku lakukan hanya untuk menyenangkan diriku sendiri, tiap melihatnya kembali masuk dalam rumahnya aku baru merasa lega.Seperti hari ini, aku kembali mengikutinya. Namun di luar dugaan aku justru menyaksikan hal yang begitu mengerikan.Mas Heru dan orang-orangnya membakar Putra di dalam sebuah rumah kosong. Dari ja
Pov Author"Sekarang telepon Raja. Minta maaflah padanya dan suruh dia kembali datang kesini untuk makan siang!"Abel melotot, "Aku tidak mau. Masa aku harus sampai melakukan itu." protesnya."Kalau tidak mau, jangan anggap aku teman lagi. Malas aku punya teman tega sepertimu." ancam Sisil pada sahabatnya."Baiklah kalau kamu begitu ngotot pingin aku menelpon lelaki itu. Berikan ponselmu padaku!""Eits! kenapa pakai ponselku. Pakai ponselmu sendiri, dong!" protes Sisil."Gimana aku mau pakai ponselku, chargernya saja baru Raja bawakan. Ponselku mati dari kemarin-kemarin."Sisil menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar cerita sahabatnya."Kamu seorang sarjana, tapi otakmu selalu lamban saat menghadapi masalah-masalah gampang seperti ini. Apa kamu gak punya inisiatif dari kemarin pinjam charger tetangga atau gimana. Pantas saja Raja tak berani menemuimu selama ini, pasti dia pikir kamu sengaja menghindarinya." bebel Sisil, Abel tetap memasang wajah songongnya."Ini ponselnya. Nomor sand
Pov Liam"Mingkem Liam, nanti kemasukan nyamuk mulutmu!"Aku baru sadar setelah Irish menyuruhku menutup mulutku. Malu? tentu saja begitu."Kamu lama sekali!" aku pura-pura geram pada Irish."Ngantri. Pengunjung salon bukan aku saja!" jawabnya.Aku membukakan pintu mobil untuknya."Aku pakai mobilku saja!" ucap Irish."Jangan membantah kenapa? Masuk!"Irish pasrah dan menuruti perintahku. Sepanjang perjalanan memang kami saling diam tapi mataku jelalatan curi-curi pandang kearahnya.Mobilku telah sampai di depan hotel yang sudah di sewa sebagai tempat pernikahan Viola dan Yudha. Aku menuntun Irish selayaknya kami betulan sepasang kekasih.Saat masuk kedalam, aku melihat Viola dan suaminya sedang sibuk mengobrol dengan tamu lainnya."Irish menunduk dan sama sekali tak berani menatap mantan pacarnya. Aku tahu hatinya sedang sangat hancur tapi dia harus mengangkat wajahnya agar tidak terlihat lemah seperti ini."Jangan nangisin jodoh orang gitu!" ucapku menggoda Irish."Siapa yang nangis
Pov Liam"Polisi sudah datang. Maaf, telah membuatmu malu di depan umum. Aku tak mau kamu kabur dan kembali menyakiti Irish!" ucapku. Vikha sangat marah melihat beberapa polisi datang ingin menangkapnya."Brengs*k kamu Liam. Kamu temanku tapi kenapa kamu malah membela wanita itu!" teriak Vikha saat polisi akan membawanya pergi. Pengunjung restoran yang datang semua menatap kearah Vikha.Vikha memang temanku. Kami cukup akrab semasa SMA dulu tapi bukan berarti aku diam saja saat dia melakukan kejahatan.Aku kasihan pada Irish. Hidupnya sudah sangat berantakan karena Vikha. Aku harap Irish akan kembali mendapat haknya setelah Vikha dan yang lainnya tertangkap.Setelah urusan Vikha selesai aku langsung pulang kerumah."Kau sudah makan?" tanyaku saat Irish membuka pintu rumah."Belum. Kamu sendirikan yang melarangku makan sebelum kamu pulang!" jawabnya datar. Aku tersenyum karena senang dia menuruti perintahku."Aku mandi dulu, kamu siapkan makan malamnya!" perintahku. Dia mengangguk dan
Pov LiamAwalnya aku sangat marah karena mantan istri temanku selalu saja membuat masalah. Aku kesal wanita itu selalu membuatku hampir celaka, namun setelah mendengarkan cerita menyedihkannya, semua perasaan benciku hilang. Namun meski begitu aku tak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap ku hukum.Setelah keadaannya membaik aku membawanya pulang ke rumahku. Mobilnya masih di bengkel jadi dia menurut begitu saja saat aku menyuruhnya masuk ke dalam mobilku.Irish sangat rajin, dia mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan sangat rapih. Masakannya juga sangat enak. aku heran dengan Alan. Bagaimana dia bisa membuang wanita seperti Irish demi wanita egois seperti Vikha dan keluarganya."Kamu sudah makan?" tanyaku ketika akan makan malam."Sudah." jawabnya sambil menyiapkan makanan di atas meja makan."Lain kali jangan makan sendirian. Kamu harus tunggu aku sampai pulang." ucapku."Ok!" jawabnya singkat padahal aku ingin dia lebih cerewet seperti biasanya. Tapi yang tetjadi malah seba
Pov AlanAku tak menyangka Irish tega menghancurkan kepercayaan Ayahku. Untuk apa coba dia menjual rumah dan toko pemberian Ayahku kalau bukan untuk memberi Yudha bantuan.Aku tahu keuangan Yudha pasti sedang hancur untuk mengurus ibunya. Jadi lelaki itu menggunakan Irish untuk menyelamatkannya dari kemiskinan.Awalnya aku tak percaya Irish menjadi wanita sebodoh itu demi Yudha. Nmaun setelah Vikha memberiku bukti bahwa Irish benar-benar sudah menjual toko dan rumah aku baru percaya.Meski aku tahu kesalahan Irish fatal, melihat wanita itu di maki secara kasar oleh Ayahku, aku menjadi tak tega. Entah aki masih terus menyukainya atau perasaan ini hanya perasaan kasian saja."Kamu sedang memikirkan apa, sayang?" tanya Vikha sambil mendekat kearahku. Sebelah wajahnya masih sangat menakutkan, tapi syukurnya dia sudah bisa menerima kenyataan."Aku masih saja tak habis pikir dengan perbuatan Irish. Kenapa dia makin bodoh setelah bercerai denganku. Dulu meski aku jahat, aku tak peelrnah meni
Mataku hampir saja terpejam, namun bel di rumahku terus-terusan berbunyi tanpa jeda. Aku yakin orang datang berniat cari masalah.Pintu ku buka, ada lima lelaki berbadan kekar berdiri di depan pintu. Apa orang-orang ini adalah orang suruhan dari orang yang sudah menipuku kemarin?"Kami akan memberi waktu satu jam dari sekarang untuk kamu mengemas barang-barang kamu!" ucap salah satu dari mereka."Kenapa aku harus mengemas barangku?" tanyaku sambil menatap nyalang para lelaki itu."Jangan pura-pura bodoh! kamu sudah menjual rumah ini pada bos kami!" bentak lelaki tadi."Bos kalian gila. Dia sudah menjebakku. Aku tak pernah menjual rumah ini padanya!""Jangan banyak bicara kamu atau kamu akan menyesal!" lelaki yang dari tadi bicara memberi kode pada temannya untuk menyeretku. Aku melakukan perlawanan, tapi tenagaku tidak ada apa-apanya di banding mereka. Aku terlempar keluar pintu rumah.Beberapa lelaki yang tadinya masuk ke dalam rumah kembali dan membawakanku koper berisi baju-bajuku.
Pov Irish"Apa enggak ada cara lain ya, Bik? aku enggak tega menyerahkan sertifikat rumah dan toko pemberian Ayah Adit pada mereka. Aku takut Ayah Adit akan marah jika tahu.""Dia takan tahu, Bu. Rahasia ini cuma kita berdua yang tahu. Toko ibu cukup ramai sebelumnya. Anda pasti pelan-pelan bisa mencicil uang yang anda pinjam." balas bik Linda. Benar juga ucapannya, bisnis kueku cukup ramai, aku yakin bisa dengan cepat membayar cicilan hutangku."Baiklah, Bik. Kapan kita temui orang itu?" tanyaku pada Bik Linda."Kapanpun anda ingin menemuinya saya akan antarkan." jawabnya."Kalau gitu besok kita akan ke rumah orang itu.""Baik bu, esok jemput langsung saja saya di rumah kontrakan saya."Aku mengangguk setuju. Kemudian bik Linda pamit pulang. Setelah kepergiannya aku merasa kembali kesunyian di rumahku sendiri. Mengingat penghianatan Yudha aku kembali menangis. Selemah ini memang aku sekarang.Semua fotoku saat bersama Yudha sudah aku hapus, nombornya pun sudah ku blokir. Barang-baran
Pov IrishHari ini aku menemui pemilik perusahaan yang beberapa waktu lalu mengorder kueku. Butuh waktu lama dan perjuangan keras agar bisa langsung menemui orang itu. Itu karena dia selalu menyuruh asistennya untuk menyelesaikan semuanya tanpa mau bertemu langsung denganku. Aku tak puas hati hanya menyelesikan masalah dengan bawahannya yang keras kepala itu saja.Nasib para karyawanku di pertaruhkan, aku akan melakukan apa saja demi menyelamatkan mereka dari fitnah kejam ini. Aku yakin seseorang sedang dengan sengaja menjebak kami.Dalam pertemuan kami, lelaki yang menjadi bos perusahaan tersebut bilang akan mengurungkan niatnya melaporkan kami asal kami mambayar denda sebesar 500juta. Sepertinya mereka memang menginginkan kehancuranku. Tapi bisa apa aku sekarang? aku tak mau karyawanku menderita, aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka.Setelah pertemuanku dan bos gila itu berakhir, aku segera menghubungi Yudha untuk meminta pendapatnya. Namun entah kenapa kali ini Yudh
Pov YudhaAku rasa dunia sedang sangat kejam kepadaku. Masalah datang bertubi-tubi. Keadaan ibuku kritis, aku bingung harus bagaimana sekarang.Kenapa aku seceroboh ini. Harusnya aku tak perlu dulu memberitahu ibuku tentang lamaranku pada Irish. Saat ini ibuku sangat butuh dukungan, harusnya aku bisa mengontrol diri agar keadaannya tidak menjadi seperti ini.Beberapa hari setelah ibuku berhasil melewati masa kritis, akhirnya dia sembuh juga. Aku bisa tersenyum lega sekarang.Perasaan bahagiaku tidak bertahan lama. Setelah kesembuhan ibuku, dia sama sekali tidak mau di jenguk olehku. Aku benar-benar tak tahu dengan cara apa aku bisa memandapatkan maafnya.Di tengah perasaan kacauku, aku teringat pada sebuah kartu nama yang ibuku berikan.Aku kemudian membuka dompetku lalu mengambil kartu nama itu.'Viola Amalia' itu nama wanita yang ibu bilang menginginkanku. Mungkin aku butuh bantuannya untuk bisa mendapatkan maaf wanita yang sudah melahirkanku.Aku melajukan mobil menuju perusahaan w
Pov Yudha Sekitar jam satu siang aku sudah sampai di depan rumah Om Adit. Meski dalam keadaan terdesakpun aku tetap mengantarkan Irish menggunakan taksi sampai ke rumahnya. Sebenarnya aku sama sekali tak punya nyali menginjakan kaki di rumah Om Adit lagi. Namun mengingat kebaikan Om Adit aku harus belajar bermuka tebal. Aku ingin minta maaf pada keluarga Om Adit, meskipun itu takan membuat lelaki itu mencabut tuntutannya pada ibuku."Den, Yudha?" satpam di rumah Om Adit langsung membukakan pintu setelah melihatku di depan gerbang. Akupun segera masuk namun baru beberapa langkah masuk aku di halangi."Den maaf, sesuai perintah Tuan saya hanya di tugaskan memberikan beberapa koper itu jika anda pulang." Mang Ucup menunjuk kearah beberapa koper yang ada di sebelah post satpam."Itu apa, Mang?" tanyaku padanya."Itu barang-barang anda."Sontak aku sangat terkejut, apakah aku sudah di usir dari rumah mewah ini setelah kejahatan ibuku pada keluarga Om Adit terbongkar?"Benarkah Tuan yang m