Arthur, pria yang berhasil mengejutkan Damian dan Leon sampai keduanya berdiri. Paman Ines itu mendengar kabar tentang keponakannya, dan memutuskan datang setelah kembali dari rumah sakit untuk melihat kondisi putrinya lebih dulu. “Kenapa kalian tidak masuk?” tanya Arthur bingung.“Bisakah aku meminta tolong padamu?” tutur Damian, berkerut kedua alis Arthur menatap dirinya. “Mintalah Ines untuk berhati-hati dengan Adrian, aku memiliki firasat buruk tentangnya. Aku merasa, dia sengaja datang untuk mendapatkan sesuatu, dan itu bukan hanya diri Ines saja. Ada dendam yang ingin dilancarkan pada Ines. Jadi, bisakah kau meminta untuk Ines menjauhinya?”Arthur mengembuskan napas panjang, memajukan langkah mendekati Damian. “Kau benar, aku juga bisa melihat hal itu. Tapi, Ines dan Adrian memiliki kerja sama, itu tidak akan mudah untuk diakhiri sekarang.” “Aku akan melakukan apa pun untuk membuat kerja sama ini berhenti,” ucap Damian tanpa berpikir.“Tidak, Damian. Bukan kerja sama mereka ya
Detik waktu menggiring menit dan jam bergulir selepas apa diucapkan oleh Ines dalam bibir bergetar. Nyatanya, wanita itu tidak bermain dengan apa sudah diputuskan, dan Alex hanya bisa menuruti tanpa perlawanan. Meski, pada dasarnya Alex ingin sekali menolak dan memberi sedikit nasihat pada Ines untuk mempertimbangkan. Akan tetapi, semua urung dilakukan dan lebih memilih untuk menjalankan titah bersama pengacara terpilih.Ines sendiri menyerahkan seluruh masalah perceraian pada Alex dan pengacara, tanpa bersedia berhadapan dengan Damian. Bahkan, wanita itu memutuskan pergi dari kota juga ditinggali oleh suaminya, sekadar mencari ketenangan dan kedamaian jiwa. Keputusan singkat tersebut, juga didasari oleh laporan rumah sakit yang membuatnya kembali mengurai air mata.Ines pergi tanpa membiarkan Alex mengekori seperti hari-hari biasa. Ines pun meminta agar orang kepercayaannya itu tidak mengabarkan pada siapa-siapa akan kepergiannya, begitu pula dengan Arthur.Sekitar malam hari, Alex b
Leon bergeming di halaman, usai perkataan Alex yang membuatnya teringat sesuatu. “Ah, bagaimana bisa aku melupakan hal sepenting ini?!” serunya, berlari memasuki rumah.Saking kencangnya Leon berlari, ia sampai kesulitan berhenti ketika berpapasan dengan Damian di ujung anak tangga. Tabrakan pun tidak bisa dihindarkan, hingga pinggang Damian membentur kencang anak tangga sudah dilalui. Leon menimpa tubuh kawannya, seketika bangkit begitu menyadari.“Aduh!” pekik Damian, turut terbentur pula tengkuk serta kepala belakang. “Kau sudah gila?! Otakku bisa bergeser ke mata!” makinya keras, memegangi kepala belakang.“Salahmu sendiri berjalan tanpa melihat jalan!” balas Leon.“Kau yang tidak melihat jalan, dan sekarang menyalahkanku?!” sembur Damian. “Bantu aku bangun!” sambungnya mengulurkan tangan kanan.Leon memegang pergelangan Damian, menarik sekuat tenaga tubuh berotot yang berhasil membuat Leon kepayahan dan memegangi pegangan anak tangga. Damian melirik sinis seraya mengomel, berjala
Dua hari berlalu setelah penandatanganan surat perceraian, Damian dan Ines tidak pernah lagi saling terkoneksi satu sama lain. Ines memilih untuk fokus kembali pada kehidupan yang memang harus ditata ulang, dan Damian lebih banyak menghabiskan waktu bersama Veli. Sekadar menemani bocah kerap bertingkah manja padanya itu bermain, atau mengisi perut.Damian bahkan rela meninggalkan banyak hal demi memberikan kebahagiaan serta masa kecil indah terhadap Veli, membawa pergi bermain dan menuruti segala keinginan dari gadis yang selalu ingin tidur bersamanya, juga menyukai pangkuan serta dekapan hangat diberikan.Tidak berbeda dengan sore ini, Damian sengaja kembali lebih awal dari kantor dan menyudahi aktivitas dari pukul dua tadi. Damian kembali ke rumah untuk membersihkan tubuh, sebelum akhirnya ia pergi ke mall bersama Vivian juga Veli, berbelanja segala kebutuhan dari gadis yang ingin dibiarkan tinggal bersama tanpa pernah lagi terpisah. Bodyguard tentu saja mengikuti mereka, di mana s
Ines bergegas pergi setelah perbincangan dianggapnya tidak berguna dengan Vivian. Wanita itu menghubungi anak buahnya untuk pergi lebih dulu ke yayasan, dan meminta agar semua lekas menyusul. Damian mendengarkan ketika salah satu bodyguard istrinya berbicara lewat sambungan telepon, dan akhirnya meminta pegawai toko serta pelayan Ines yang ikut, membungkus rapi kado dengan lebih cepat.Ada gejolak hebat dalam batin Damian untuk pergi, namun upaya perlawanan pun turut dilakukan menggunakan logika. Damian. Peringatan serta saran diberikan oleh Alex pun dipaksa ikut serta untuk menekan jiwanya saat ini. Akan tetapi, nyatanya Damian tidak mampu melakukan dengan baik, hingga ia bergegas pergi bersama Veli dan menyambar tangan Vivian, berjalan cepat ke elevator agar kaki lekas sampai di lokasi parkir.“Pergilah sendiri, aku akan membawa Veli pulang. Dia pasti lelah,” ucap Vivian seolah mengerti apa tengah dalam pemikiran Damian. “Aku sudah meminta Leon menjemput kami, sebentar lagi dia akan
Pemikiran-pemikiran itu, tanpa sengaja menikam jiwa Damian dengan sangat dalam. Sesak pun dirasakan dalam penantian di depan yayasan. Sampai satu setengah jam dilalui dengan menumbuhkan segala fakta diciptakan sendiri, Damian memutuskan pergi. Ia tak sanggup jika harus melihat wanita dicintainya keluar bersama lelaki lain, dan mengacuhkannya seolah diri tak pernah mengenal.Kaki diseret oleh Damian menuju mobilnya, wajah tertunduk lesu, seakan-akan tenaga sudah tidak lagi dimiliki olehnya. Damian mengaspal dengan luka hati tersimpan, bulir air mata turun tanpa sengaja membasahi wajah sendunya. Kepala disandarkan Damian pada telapak tangan kanan, menatap ke depan tanpa memiliki fokus terhadap jalanan dihiasi lampu-lampu menyakiti mata dari kendaraan lain.Sampai dada sesak tak mampu ditahan lagi, Damian memutuskan menepi dan menundukkan kepala di atas kemudi. Rasa sakit dirasakan begitu hebat olehnya, air mata pun berurai tanpa diperintahkan. Haruskah ia melepaskan wanita yang sangat d
Adrian menyandarkan punggung, menyilangkan kaki dan bertumpu siku kanan pada sandaran tangan kursi. Pria itu mengusap-usap bagian bawah bibirnya, memperhatikan Ines dengan senyum penuh maksud tersembunyi.Akan tetapi, itu tidak berlangsung lama, setelah kedua telinga Adrian mendengar derap langkah cepat serta suara keributan dari arah pintu utama dijaga oleh pengawal Adrian serta pelayan restoran.“Sial! Apa yang mereka lakukan di sini?!” umpat Adrian, ketika melihat adanya Alex juga Damian berlari mendekat, diikuti oleh dua pengawal.Adrian gusar menyisir ke setiap sudut ruangan, kemudian berdiri dan berlari pergi layaknya pecundang, membiarkan kursi terpental ke lantai. Pengawal pribadi Ines langsung mengejar tanpa perintah, sementara Damian dan Alex mendekati wanita sudah tampak acak-acakan dengan rambut serta pakaian.“Apa yang terjadi denganmu?” cemas Damian membuka lebar kedua mata, memegangi lengan istrinya.Tidak ada jawaban diberikan oleh Ines, ia malah langsung menyerang bib
Alex bungkam, Damian menatap ke arah dokter yang sempat menoleh padanya dengan tatap keraguan. Intuisi Damian mengatakan, bahwa benar ada sebuah rahasia besar yang tengah disembunyikan darinya. Namun, ada sesuatu yang juga menahan dirinya untuk mencari tahu, karena keyakinan lain mengirimkan sinyal bahwa sebentar lagi Damian akan mengetahui sendiri dengan sangat jelas.Damian tenang melipat tangan menelisik dokter yang menjamah tubuh istrinya untuk diperiksa. Sampai semua pemeriksaan berakhir dan dokter berpamitan tanpa meninggalkan kata atau bahkan obat, Damian masih berusaha menerima dalam ketenangan. Alex ikut bersama dokter, untuk mengetahui jenis obat yang telah masuk dalam aliran nadi Ines, juga ingin berbicara empat mata secara leluasa mengenai keadaan dari sang kakak.Damian menarik dalam-dalam udara, membuang perlahan dan melakukan sebanyak tiga kali, demi memancing kedamaian jiwa yang terus dibakar oleh amarah terhadap Adrian—pria yang sudah dicari oleh Leon serta seluruh pe