#SdmsBab 61 Permintaan Bu Watik"Eh, kenapa, nih orang kirim pesan WA banyak begini. Ngelebihin cewek aja," ucapku sambil membaca isi pesan dari orang yang aku tidak begitu mengenalnya tetapi aku tahu orangnya. Dan aku dibuat tercengang tak percaya setelah membaca pesan beruntun dari HP Mas Hilman itu. Bagaimana tidak, dari obrolan pesan WA yang lumayan intensif itu aku mendapatkan sebuah fakta yang cukup membuatku geleng-geleng. "Ehem!"Aku tercekat ketika mendengar suara deham dari seseorang yang aku mengenalnya. Ketika kedua mataku mulai tertuju ke arah sumber suara, yang ternyata sudah ada Mas Hilman yang sedang berdiri di ambang pintu dengan tatapan serius ke arahku. Seolah menunjukkan sikap ketidaksukaannya karena aku telah lancang menyentuh barang pribadinya tanpa ijin. Melihat Mas Hilman yang seperti itu, reflek aku tersenyum nyengir ke arahnya. Dengan harap-harap cemas aku pun meletakkan kembali HP milik Mas Hilman di atas meja. Lalu berjalan cepat ke atas ranjang dan ber
#SdmsBab 62 Tetap Pada Keputusan Bulik Erni tampak bingung. Ingin mengiyakan tapi berlawanan dengan hatinya. Ingin menolak tapi tak tega jika kakak iparnya itu harus hidup di penjara. Karena bagaimana pun kondisinya sekarang, Bu Watik masih dan akan tetap menjadi saudara baginya. Lantas akan kah ibu mertuaku itu mengiyakan permintaan dari kakak iparnya itu? Akhirnya setelah beberapa saat terdiam, dengan berat hati Bulik Erni pun mengiyakan permintaan Bu Watik. Tetapi beliau juga mengatakan jika beliau tak bisa menjamin bisa merubah keputusan Mas Aryo. Karena bagaimana pun keputusan tetap ada pada Mas Aryo nantinya. Aku sendiri sih berharap tetap ada perceraian di antara mas Aryo dan Siska. Bukan karena aku benci dengan Siska, tetapi aku lebih kasihan jika hidup Mas Aryo harus bergantung di bawah tekanan ibu dan istri toxic-nya itu.Lagipula, mungkin saja perceraian di antara Mas Aryo dan Siska adalah jalan karma bagi Bu Watik agar ia menyadari kesalahannya. Supaya ia juga bisa be
#SdmsBab 63 Meminta BantuanDan Mbak Susi sendiri? Aku dibuat agak terkejut dengan perawan tua itu. Pasalnya, belum lama ini ia kerap menunjukkan sikap perubahannya yang lebih baik. Begitu juga dengan ibunya yang mengemis minta maaf setelah kejadian dimana dirinya selalu menjadi bahan gunjingan orang-orang. Atau jangan-jangan ... Mbak Susi dan Bu Watik hanya berpura-pura berubah agar bisa mendapatkan simpati dari keluarga Bulik Erni? ***Beberapa bulan telah berlalu. Dan akhirnya aku mendapatkan kabar jika Mas Aryo telah resmi bercerai dengan Siska. Sedangkan Bu Watik pun tidak jadi dipidanakan lantaran pengorbanan dari Mbak Susi yang memilih untuk menikahi Pak Tejo sebagai syarat pelunasan utang. Malang? Tentu tidak. Bagiku keputusan yang diambil Mbak Susi tidak menjadikan nasibnya malang. Sebab, meskipun menjadi istri ke empat dari laki-laki yang lebih pantas menjadi ayahnya, namun hal itu akan membuatnya menjadi orang yang bergelimang harta. Cocok dan sesuai dengan harapan Bu
#SdmsBab 64 Mas Hilman Ternyata Masih ...Dimana ketika Mas Hilman mulai memanjatkan doa dengan suara lirihnya, sehingga membuatku tak begitu mendengar suaranya dengan jelas. Namun, di bawah redupnya lampu yang memang sengaja ia tak nyalakan semuanya, samar-samar aku melihat suami mudaku itu mulai terisak dalam posisi yang masih sama. Sontak hal itu membuatku bertanya-tanya. Apa yang sedang diadukan suami mudaku itu kepada Sang Pencipta sehingga membuatnya menangis seperti itu? Adakah hubungannya dengan Sarah? Atau karena memang suami mudaku itu yang sedang meminta ampun akan dosa-dosanya? "Mbak Halimah!"Panggilan dari Mas Hilman mendadak menyadarkanku dari lamunanku. "Eh, kenapa?" gugupku. Takut jika Mas Hilman akan marah karena aku mengintipnya aktivitasnya. "Ngapain di sini? Kenapa gak tidur?" tanya Mas Hilman datar. Aku yang belum sadar sepenuhnya mencoba mencerna pertanyaan dari suami mudaku itu. "Mbak!" seru Mas Hilman lagi. "Gak pa-pa," balasku. Lalu berjalan ke arah k
#SdmsBab 65 Bertemu Teman LamaAku terduduk di tangga masjid sambil menyembunyikan wajahku dibalik kedua telapak tanganku. Hanya bisa pasrah dengan keadaan. Hingga beberapa saat kemudian ketika aku hendak mengangkat wajahku, aku dikejutkan dengan adanya sepasang kaki yang berdiri tepat di depanku. Awalnya ku pikir seorang di depanku itu adalah Mas Hilman yang akan menjemputku pulang. Sama hal nya ketika aku pergi beberapa waktu yang lalu. Namun ternyata perkiraanku salah. Seorang itu bukanlah suami mudaku. Melainkan adalah Namu. Ya, Namu adalah teman ku di desa. Kami tak begitu akrab. Lebih tepatnya kami hanya sekedar saling mengenal. Itu pun karena kami pernah satu sekolah semasa ditingkat dasar. Lagipula saat itu dia adalah anak kepala desa, jadi mustahil rasanya jika kami berteman sangat akrab. Aku bangkit berdiri dan menatap heran ke arah Namu. Meski sudah sekian lama tak bertemu, namun aku masih ingat betul bagaimana wajahnya. "Kamu Namu, kan? Kok, bisa ada di sini?" ku past
Aku berjalan keluar kamar. Membiarkan Mas Hilman yang masih mematung. Malam ini ku putuskan untuk tidak tidur satu ranjang dengan Mas Hilman. Aku ingin ketenangan agar hati dan pikiranku tetap waras selama masih berada di rumah tangga ini. *** Beberapa hari berlalu. Selama menikah dengan Mas Hilman ini kali pertama aku mendiamkannya untuk waktu yang cukup lama. Kami sama sekali tak terlibat dalam obrolan kecuali hal-hal yang memang dirasa penting bagiku. Dan tentang kabar bahagia yang ingin ku sampaikan pada Mas Hilman waktu itu, ku putuskan untuk tidak memberitahukannya. Bahkan termasuk pada ibu mertuaku sendiri. Biarlah, biar ku simpan kehamilanku ini untuk sementara waktu. Lagipula aku tak yakin jika Mas Hilman mengetahuinya ia akan melupakan Sarah dan bisa betul-betul mencintaiku sepenuhnya. Memang sakit dihadapkan disituasi seperti ini. Tapi, usiaku sudah hampir mendekati kepala tiga. Dan itu sudah seharusnya cukup membuatku bisa bersikap dewasa dalam menghadapi sebuah ma
Bab 67 Penyampaikan Sesuatu Air mataku pecah ketika tanpa respon apapun Mas Hilman pergi begitu saja keluar kamar. Entah, hatiku semakin sakit melihat kepergian suami mudaku itu.Dan dititik ini ketakutan akan perceraian pun muncul. Astaghfirullah ....***Waktu terus berjalan. Hingga suatu hari Mas Hilman menyampaikan permintaan maaf juga penyesalannya padaku. "Aku menyesal, Mbak. Tolong maafkan aku. Aku berjanji akan melupakan Sarah dan memperbaiki rumah tangga kita," kata Mas Hilman dengan wajah memelas. Dengan sekuat tenaga aku menahan air mataku supaya tidak tumpah. Sudah kesekian kalinya Mas Hilman meminta maaf padaku. Dan selama itu aku selalu mengabaikannya. Aku sadar apa yang ku perbuat itu salah. Sebab, bagaimana pun juga Mas Hilman masih suamiku. Dan sekecewa apapun diriku, tak seharusnya aku mendiamkannya hingga berlarut-larut seperti ini. "Tolong telfonkan Mas Aryo," pintaku. Mas Hilman tampak terkejut mendengar perkataanku barusan. Ia mengerutkan keningnya sembar
#SdmsBab 68 Teruntuk Suami MudakuKu lihat jam dinding yang sudah menujukkan waktu hampir jam sembilan malam. "Sekarang, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu, Mas," ucapku pada Mas Hilman usai kepergian Mas Aryo. Tak hanya itu, aku juga meminta Ibu mertuaku untuk tetap bersama kami. Karena tentu saja apa yang akan ku sampaikan ini berkaitan dengan beliau. "Kamu mau bilang apa?" tanya Mas Hilman penasaran. "Sebelumnya aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan padamu.""Pertanyaan? Pertanyaan apa?" Mas Hilman tampak kebingungan. Aku sengaja diam sejenak sebelum mengajukan pertanyaan kepada suami mudaku itu. Mengatur napas supaya aku lebih siap mendengar jawaban dari Mas Hilman nantinya. Sampai pada akhirnya tiba-tiba aku tersadar karena sentuhan lembut di tanganku dari Mas Hilman. Aku menoleh ke arah Mas Hilman dengan tatapan datar. Suami mudaku itu pun juga tak mengatakan apapun ketika melihat ekspresi wajahku yang demikian. "Aku ingin bertanya sesuatu." Ku ulangi lagi ucapank