#SdmsBab 64 Mas Hilman Ternyata Masih ...Dimana ketika Mas Hilman mulai memanjatkan doa dengan suara lirihnya, sehingga membuatku tak begitu mendengar suaranya dengan jelas. Namun, di bawah redupnya lampu yang memang sengaja ia tak nyalakan semuanya, samar-samar aku melihat suami mudaku itu mulai terisak dalam posisi yang masih sama. Sontak hal itu membuatku bertanya-tanya. Apa yang sedang diadukan suami mudaku itu kepada Sang Pencipta sehingga membuatnya menangis seperti itu? Adakah hubungannya dengan Sarah? Atau karena memang suami mudaku itu yang sedang meminta ampun akan dosa-dosanya? "Mbak Halimah!"Panggilan dari Mas Hilman mendadak menyadarkanku dari lamunanku. "Eh, kenapa?" gugupku. Takut jika Mas Hilman akan marah karena aku mengintipnya aktivitasnya. "Ngapain di sini? Kenapa gak tidur?" tanya Mas Hilman datar. Aku yang belum sadar sepenuhnya mencoba mencerna pertanyaan dari suami mudaku itu. "Mbak!" seru Mas Hilman lagi. "Gak pa-pa," balasku. Lalu berjalan ke arah k
#SdmsBab 65 Bertemu Teman LamaAku terduduk di tangga masjid sambil menyembunyikan wajahku dibalik kedua telapak tanganku. Hanya bisa pasrah dengan keadaan. Hingga beberapa saat kemudian ketika aku hendak mengangkat wajahku, aku dikejutkan dengan adanya sepasang kaki yang berdiri tepat di depanku. Awalnya ku pikir seorang di depanku itu adalah Mas Hilman yang akan menjemputku pulang. Sama hal nya ketika aku pergi beberapa waktu yang lalu. Namun ternyata perkiraanku salah. Seorang itu bukanlah suami mudaku. Melainkan adalah Namu. Ya, Namu adalah teman ku di desa. Kami tak begitu akrab. Lebih tepatnya kami hanya sekedar saling mengenal. Itu pun karena kami pernah satu sekolah semasa ditingkat dasar. Lagipula saat itu dia adalah anak kepala desa, jadi mustahil rasanya jika kami berteman sangat akrab. Aku bangkit berdiri dan menatap heran ke arah Namu. Meski sudah sekian lama tak bertemu, namun aku masih ingat betul bagaimana wajahnya. "Kamu Namu, kan? Kok, bisa ada di sini?" ku past
Aku berjalan keluar kamar. Membiarkan Mas Hilman yang masih mematung. Malam ini ku putuskan untuk tidak tidur satu ranjang dengan Mas Hilman. Aku ingin ketenangan agar hati dan pikiranku tetap waras selama masih berada di rumah tangga ini. *** Beberapa hari berlalu. Selama menikah dengan Mas Hilman ini kali pertama aku mendiamkannya untuk waktu yang cukup lama. Kami sama sekali tak terlibat dalam obrolan kecuali hal-hal yang memang dirasa penting bagiku. Dan tentang kabar bahagia yang ingin ku sampaikan pada Mas Hilman waktu itu, ku putuskan untuk tidak memberitahukannya. Bahkan termasuk pada ibu mertuaku sendiri. Biarlah, biar ku simpan kehamilanku ini untuk sementara waktu. Lagipula aku tak yakin jika Mas Hilman mengetahuinya ia akan melupakan Sarah dan bisa betul-betul mencintaiku sepenuhnya. Memang sakit dihadapkan disituasi seperti ini. Tapi, usiaku sudah hampir mendekati kepala tiga. Dan itu sudah seharusnya cukup membuatku bisa bersikap dewasa dalam menghadapi sebuah ma
Bab 67 Penyampaikan Sesuatu Air mataku pecah ketika tanpa respon apapun Mas Hilman pergi begitu saja keluar kamar. Entah, hatiku semakin sakit melihat kepergian suami mudaku itu.Dan dititik ini ketakutan akan perceraian pun muncul. Astaghfirullah ....***Waktu terus berjalan. Hingga suatu hari Mas Hilman menyampaikan permintaan maaf juga penyesalannya padaku. "Aku menyesal, Mbak. Tolong maafkan aku. Aku berjanji akan melupakan Sarah dan memperbaiki rumah tangga kita," kata Mas Hilman dengan wajah memelas. Dengan sekuat tenaga aku menahan air mataku supaya tidak tumpah. Sudah kesekian kalinya Mas Hilman meminta maaf padaku. Dan selama itu aku selalu mengabaikannya. Aku sadar apa yang ku perbuat itu salah. Sebab, bagaimana pun juga Mas Hilman masih suamiku. Dan sekecewa apapun diriku, tak seharusnya aku mendiamkannya hingga berlarut-larut seperti ini. "Tolong telfonkan Mas Aryo," pintaku. Mas Hilman tampak terkejut mendengar perkataanku barusan. Ia mengerutkan keningnya sembar
#SdmsBab 68 Teruntuk Suami MudakuKu lihat jam dinding yang sudah menujukkan waktu hampir jam sembilan malam. "Sekarang, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu, Mas," ucapku pada Mas Hilman usai kepergian Mas Aryo. Tak hanya itu, aku juga meminta Ibu mertuaku untuk tetap bersama kami. Karena tentu saja apa yang akan ku sampaikan ini berkaitan dengan beliau. "Kamu mau bilang apa?" tanya Mas Hilman penasaran. "Sebelumnya aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan padamu.""Pertanyaan? Pertanyaan apa?" Mas Hilman tampak kebingungan. Aku sengaja diam sejenak sebelum mengajukan pertanyaan kepada suami mudaku itu. Mengatur napas supaya aku lebih siap mendengar jawaban dari Mas Hilman nantinya. Sampai pada akhirnya tiba-tiba aku tersadar karena sentuhan lembut di tanganku dari Mas Hilman. Aku menoleh ke arah Mas Hilman dengan tatapan datar. Suami mudaku itu pun juga tak mengatakan apapun ketika melihat ekspresi wajahku yang demikian. "Aku ingin bertanya sesuatu." Ku ulangi lagi ucapank
#SdmsBab 69 Tangisan Bu WatikBulik Erni kembali menangis sambil memelukku. Seakan mengerti bagaimana sikap dari anak lelakinya selama ini terhadapku, beliu pun tak lagi membalas perkataanku barusan. "Kuat! Aku pasti kuat!" batinku disaat masih dalam pelukan Ibu mertuaku. ***"Bulik! Bulik Erni!"Waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tapi tiba-tiba saja aku mendengar teriakan serta ketukan pintu yang cukup kencang dari Bu Watik. "Kenapa lagi dia?" gerutu Ibu mertuaku sambil berjalan menuju pintu depan. Aku yang juga penasaran dengan kehadiran Bu Watik yang rusuh itu pun akhirnya memilih untuk menghentikan aktivitas memasakku yang hampir selesai dan mengikuti langkah Bulik Erni. Bulik Erni membuka pintu. "Astaghfirullah, kenapa, sih, Mbak?" tanyanya dengan wajah heran. "Aryo! Aryo, Bul!" Mendapati kakak iparnya itu datang dengan wajah yang sangat panik juga gelisah, Bulik Erni lantas mengajaknya untuk duduk di sofa ruang tamu. Mencoba menenangkannya lebih dulu sebe
Bab 70 Perjalanan Jauh"Siapa yang ganteng?!" ketus Mas Hilman yang tiba-tiba muncul. Lalu duduk di bangku sebelahku. Raut wajahnya terlihat dingin. Ditambah lirikan tajam dari matanya yang ditujukan ke arahku. Aku dan Rahma dibuat membisu seketika manakala Mas Hilman mengambil nasi dan lauk pauk dengan sedikit kasar. Sikapnya betul-betul jauh berbeda dari biasanya yang ku lihat. Ah, entah kini apalagi alasan yang membuatnya bersikap dingin seperti itu padaku? "Kenapa, sih, Mas? Dateng-dateng ngegas!" omel Rahma pada kakaknya itu. Aku hanya tersenyum kecil melihat tingkah kakak adik di hadapanku ini. Lagipula aku lebih memilih untuk tidak mengomentari ucapan Mas Hilman barusan. "Abis sarapan kamu siap-siap, ikut aku pergi," kata Mas Hilman tanpa menoleh ke arahku. "Ya," jawabku singkat. Karena statusku masih istrinya, bagaimana pun juga aku harus menuruti perintahnya. Selama bukan dalam hal maksiat. ***Sebelum pergi Mas Hilman memintaku untuk memakai jaket. Katanya karena per
Bab 71 Pesan dari Sarah"Selamat, ya, Sarah. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawwadah wa rahmah," ucapku sambil tersenyum pada Sarah. Sarah pun tersenyum setelah mendapatkan ucapan selamat dariku. Lalu melakukan hal yang tak ku sangka-sangka sebelumnya. Bahkan sampai membuatku tertegun dengan hal yang ia lakukan tersebut. Tak hanya itu, sikap yang ditujukan Sarah padaku itu membuat hampir semua pasang mata tertuju pada kami. Antrian jabat tangan pun sampai terhenti gegara apa yang dilakukan Sarah terhadapku. ***"Sarah tadi bilang apa, Mbak?" tanya Mas Hilman disaat aku bersiap untuk tidur. Ya, sebuah kejadian yang tak ku sangka-sangka saat di acara pernikahan Sarah tadi siang adalah dimana ketika giliranku menjabat tangan Sarah tiba-tiba ia memelukku sembari mengatakan jila ia menitipkan Mas Hilman padaku. Sontak aku yang mendapatkan perlakuan demikian juga ucapannya itu membuatku tertegun. Sebab, itu kali pertama kami berpelukkan dan dalam situasi yang bagiku cukup menegang
Bab 124 EndingTak lama setelah kabar gembira itu mencuat, tiba-tiba kami semua yang berada di teras rumah Bu Watik itu pun seketika dibuat terkejut lantaran terdengar teriakan dari arah dalam rumah. Dan sudah bisa ditebak teriakan yang cukup kencang itu pasti berasal dari Bu Watik.Di waktu yang bersamaan itu pula lah Mas Aryo lantas berlari dengan cepat menuju dalam rumah. Pastilah ia merasa khawatir jikalau terjadi sesuatu pada ibunya itu. Bulik Erni, Sarah, Rahma, serta aku yang menggendong Abrisam pun dengan panik menyusul Mas Aryo ke dalam. Dan disaat kami semua berada tepat di depan kamar Bu Watik, kedua mata kami dibuat tercengang dengan pemandangan di depan sana.Dimana Bu Watik ternyata ... Terjatuh dari tempat tidurnya.Entahlah apa yang sebelumnya wanita paruh baya itu perbuat hingga membuatnya terjatuh dari kasurnya. Namun yang jelas hal tersebut membuat Mas Aryo begitu terkejut. Begitu juga dengan diriku dan yang lainnya.Mendapati ibunya dalam kondisi demikian, tanpa b
Bab 123 Kondisi Mantan Mertua Setelah memberikan jawabanku tersebut, aku tidak lagi mendengar suara dari Mas Hilman. Dan entah mengapa di momen itu aku merasa kalau suami mudaku itu sedang memikirkan sesuatu yang ujung-ujungnya aku diminta untuk mengembalikan satu set perhiasan itu.Astagfirullah ... Aku terus berucap istighfar dalam hati sembari terus berharap kalau Mas Hilman tidak memintaku untuk mengembalikan satu set perhiasan itu. Karena bagaimanapun aku berusaha menghargai hadiah yang dikirim Siska itu. Walaupun perihal permintaan maaf dari Siska belum juga diketahui secara pasti. Namun yang jelas jika memang benar Siska ingin meminta maaf dan sudah menyesali perbuatannya, hal itu lah yang membuatku senang dan bukan semata-mata karena perhiasan saja.Namun ternyata dugaanku salah. Ketika aku meminta untuk menyudahi aktivitas memijat ini, Mas Hilman masih sama seperti sebelumnya. Tetap tak bersuara. Tentu saja hal ini sudah bisa dipastikan kalau suami mudaku itu pasti tertidur.
Bab 122 Satu Set Perhiasan "O ya, udah hubungi nomor di paket mu itu belum?" tanya Mas Hilman yang membuatku teringat sesuatu."Astaghfirullah, belum, Mas," balasku.Benar, setelah menerima paket beberapa hari yang lalu, dimana paket yang berisikan satu set perhiasan emas itu membuatku dan Mas Hilman terkejut saat mengetahuinya. Alhasil karena tidak ada nama pengirim dan hanya ada nomor telepon yang sepertinya dari toko perhiasan itu dibeli, aku berencana untuk menghubungi toko tersebut. Dengan tujuan untuk mengkonfirmasi apakah satu set perhiasan yang aku terima benar-benar ditujukan untukku.***"Mas, Mas, Mas!!" dengan terburu-buru aku mendekati Mas Hilman yang baru saja pulang dari sekolah."Kenapa?" tanyanya heran."Lihat, deh," ucapku seraya meminta Mas Hilman melihat ke arah layar hp yang berada di tanganku.Setelah membaca isi pesan yang aku tunjukkan lantas saat itu juga Mas Hilman menatapku dengan raut wajah kebingungan. Sontak hal itu membuatku yang tadinya ceria seketika
Bab 121 Kepergian Mbak SusiSayangnya, ketika Mbak Susi belum sempat memulai ceritanya disaat yang bersamaan tiba-tiba muncul Rahma, adik iparku. Ia datang dengan nafas terengah-engah sambil membawa Abrisam."Maaf semuanya," kata Rahma sembari menurunkan keponakannya.Abrisam pun berjalan dengan wajah riangnya ke arahku. Sedangkan Rahma diminta untuk duduk terlebih dahulu dan menenangkan diri sebelum bercerita. Sampai akhirnya Rahma diminta untuk menceritakan apa yang menjadi sebab ia menyusul ke rumah ini dengan kondisi seperti itu tadi. Dimana ternyata ... Ada seseorang yang mencariku.Mendengar hal itu Mas Hilman lantas bergegas keluar rumah dan berjalan pulang ke rumahnya. Sedangkan aku menitipkan Abrisam ke ibu mertuaku dan segera menyusul suami mudaku itu. Begitu juga dengan Rahma yang mengikutiku dari belakangku. Sementara yang lainnya lebih memilih untuk tetap berada di tempatnya sembari memantau dari kejauhan.***Bersamaan dengan kehadiranku, saat itu pula lah Mas Hilman me
Bab 120 Pesan Untukku"Gak pa-pa, kok, Bulik," jawab Mbak Susi dengan suara pelan seraya tersenyum ke arah Bulik Erni.Melihat kondisi Mbak Susi yang berjalan seperti itu, ditambah adanya luka lebam dibeberapa titik wajahnya membuatku merasa kasihan padanya. Aku betul-betul tak menyangka jika pernikahan yang awalnya dulu penuh drama kini harus berakhir seperti ini. Sungguh menyedihkan dan sungguh malang nasib mantan kakak iparku itu.Di momen ini pula lah yang membuatku semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Dan adakah kesalahan yang diperbuat Mbak Susi hingga Pak Tejo dan ketiga istrinya yang lain sampai tega meninggalkan bekas luka-luka di tubuh Mbak Susi seperti itu.Sampai akhirnya setelah melihat Mbak Susi lebih tenang dan lebih rileks, Bu Watik yang memang sejak tadi malam mengkhawatirkan anaknya sampai-sampai dia pingsan pun mulai mengajukan pertanyaan terkait apa yang sebenarnya terjadi. Selain itu aku sendiri juga teramat penasaran dengan apa yang membuat Mbak S
Bab 119 Menjemputnya pulang ke rumahMelihat nama dari orang yang meneleponku malam-malam itu seketika aku dibuat mendelik. Mendadak pula jantungku berdebar-debar karena aku merasa yakin kalau ada hal yang penting untuk disampaikan malam itu juga. Ku angkat lah panggilan telepon tersebut dan mendapati kabar yang sangat-sangat membuatku terkejut seketika. Bahkan saking terkejutnya aku sampai tidak bisa menggerakkan badanku untuk beberapa detik. Sampai akhirnya tiba-tiba Mas Hilman terbangun dan melanjutkan obrolan dari orang yang cukup kami kenal itu lewat telepon.Setelah beberapa saat kemudian panggilan telepon berakhir. Dan saat itu juga Mas Hilman memintaku untuk bersiap karena kami akan segera pergi ke tempat sesuai yang disampaikan orang yang belum lama menelepon kami tadi. Dengan perasaan yang masih syok, aku tetap berusaha tenang. Karena bagaimanapun nanti setelah sampai di tempat tujuan, aku lah yang akan berperan penting di sana.***"Ada apa, Sar?" tanyaku panik ketika aku
Bab 118 Dalang"Maksudnya udah biasa?" tanyaku.Sembari menarik selimut suami mudaku itu lantas menjawab, "udah biasa kamu curigain!" dengan cepat Mas Hilman menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutnya yang seolah ingin berlindung dariku.Dan memang tepat apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut. Pasalnya usai mendengar jawabannya itu reflek aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk memukul-mukul tubuhnya. Enak saja memberi jawaban seperti itu. Apa dia pikir aku adalah tipe wanita yang selalu curigaan padanya?! Haduh! ***Pagi harinya ketika aku ingin melihat nomor tanpa nama di hp ku, yang kemarin ku kira milik Dewi, aku dibuat terkejut karena aku tidak menemukan nomor tersebut. Baik di daftar pesan maupun di riwayat panggilan. Tidak ku temukan nomor itu sama sekali.Mendapati hal demikian seketika itu juga aku teringat akan Mas Hilman yang membuka-buka hp ku tadi malam, yang katanya hanya sekedar ingin melihat-lihat saja. "Pasti kamu, Mas!" rutukku lalu berjalan mencari kebera
Bab 117 Sebuah NasihatKarena pesan yang membuatku begitu syok ketika aku membacanya itu, aku sampai tidak sabar ingin menyampaikannya kepada Mas Hilman yang mana suami mudaku itu belum pulang dari masjid. Ingin sekali ku telepon Mas Hilman tetapi sayangnya hp nya di rumah. Dan memang kebiasaan suami mudaku itu lah yang selalu tidak membwa hp jika pergi ke masjid seperti ini.Sampai setelah beberapa saat menunggu akhirnya Mas Hilman pulang. Dan dengan semangat serta rasa ingin tahu akan ekspresi juga tanggapan dari Mas Hilman, aku pun langsung menyodorkan pesan dari nomor tanpa nama tersebut. Dan tebakanku akan tanggapan Mas Hilman pun terjawab ketika suami mudaku itu telah tuntas membaca pesan tersebut. Dimana Mas Hilman berkata jika ia juga tidak menyangka dengan isi pesan tersebut. Dan sama dengan diriku, Mas Hilman juga menyakini jika pesan tersebut berasal dari Dewi.Akhirnya di pagi itu tanpa banyak berpikir aku dan Mas Hilman langsung keluar kamar dan berjalan dengan terburu-b
Bab 116 Sebuah VideoDimana ia bilang jika sebetulnya selama di rumah Bu Mira, ia dan Mas Aryo tidak banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi tujuan mereka. Malah yang ada Bu Mira terus mengajak dua bersaudara itu bercerita ke hal-hal yang terbilang tidaklah penting. Saking banyak omong nya, sampai-sampai setiap kali Mas Hilman dan Mas Aryo ingin pamit untuk pulang selalu saja merasa sungkan karena cerita yang belum kelar tersebut.Sampai di titik ini aku merasa semakin yakin kalau sebenarnya ada yang tidak beres dengan kejiwaan Bu Mira. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban dari dugaanku itu jika Bu Mira saja bersikap buruk ketika berhadapanku. Dan ... Apa mungkin kejadian yang menimpaku ini ada hubungannya dengan Dewi yang katanya adalah anak kandung dari Bu Mira?"Bu Mira bilang gak kalau Dewi tau soal ini?" tanya Bulik Erni yang membuat kami semua menoleh ke arahnya.Mas Hilman menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Enggak, Bu. Tapi menurut Hilman