Bab 71POV RikoAku memeluk Alea yang semakin tersedu. Entah mengapa Alea kelihatan sangat menyesal. Mungkin dia merasa sedih karena papinya telah meninggal dunia karena luka berat dikepala. Sedangkan maminya sedang koma karena pisau belati milik papinya telah merobek usus diperut Dhifa.Lukanya cukup serius, namun tim Dokter telah berhasil mengoperasi luka dalam yang dialami Dhifa.Namun Dhifa belum sadarkan diri juga, aku berharap semoga Dhifa segera sadar. Kasihan anak-anaknya."Alea sama Axel, gimana kalau kalian pulang saja. Kalian istirahat dulu dirumah. Biar Om sama Opa Faisal yang jaga Mami," usulku."Gak mau Om, kami mau jaga Mami disini sampai Mami sadar!" tolak Alea. "Sayang, apa yang dikatakan Om Riko itu memang benar. Kalian pulang sama Oma yuk. Kita istirahat dulu dirumah Oma. Besok kita kemari lagi!" bujuk Tante Melisa.Akhirnya Alea dan Axel mau menuruti permintaanku. Aku menarik nafas lega, kasihan mereka kalau harus terus menunggu dirumah sakit.Aku berbincang deng
Bab 72Tiga bulan kemudian."Sah?" "Sah!" Suara tamu yang menjadi saksi pernikahan Dhifa dan Riko terdengar bersahutan setelah Riko mengucapkan ijab kabul beberapa saat sebelumnya. Dhifa yang menunggu di dalam ruangan lain pun meneteskan air mata haru. Dia bersyukur karena pada akhirnya bisa menikah juga dengan Riko. Setelah melewati saat kritis beberapa bulan yang lalu, Dhifa pun setuju untuk menikah dengan dukungan dari kedua anaknya. Malam harinya, di dalam kamar pengantin yang sudah dihias dengan indahnya. Dhifa sudah selesai membersihkan diri dari riasan pengantin juga pakaian yang dipakainya sepanjang hari itu. Dhifa duduk dengan gelisah di depan meja riasnya. Menunggu Riko yang sedang berada di kamar mandi. "Kamu kenapa, Fa?" tanya Riko yang sudah selesai dengan mandinya. Harum aroma sabun membuat Dhifa menoleh kepadanya. "Mas Riko, aku gak apa-apa, kok. Sebaiknya kita tidur saja sekarang," jawab Dhifa.Riko pun tersenyum mengerti, lalu membimbing Dhifa untuk berbaring di
Bab 73Tak terasa tiga tahun sudah pernikahan Dhifa dan Riko berjalan. Mereka semakin mencintai meskipun sampai saat itu, Dhifa belum juga hamil. Mertuanya yang baik tak pernah mempermasalahkan hal itu, dia cukup puas melihat Riko yang kelihatan semakin bahagia dari hari ke hari. "Selamat pagi, Mi," salam Alea dan Alexa. Pagi itu, mereka sudah bersiap untuk pergi ke sekolah. Alea sekarang duduk di bangku kelas satu SMP, sedangkan Axel masih duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. "Selamat pagi, Sayang. Ayo duduk, terus sarapan. Jangan sampai terlambat tiba di sekolah nanti," jawab Dhifa. Dia baru selesai menyiapkan sarapan untuk suami dan kedua anaknya. Dibantu dengan Bik Ijah yang tengah sibuk membersihkan peralatan bekas masak mereka. "Papa mana, Mi?" tanya Alea. Dia menyendokkan nasi goreng ke mulutnya. "Masih di kamar, sebentar, Mami lihat," jawab Dhifa. Lalu meninggalkan ruang makan menuju ke lantai atas di Amna kamarnya berada. "Aduh, kenapa kepalaku terasa pusing?" bat
Bab 74"Terima kasih, Pak Riko. Saya senang dan puas dengan hasil kerja anda," ucap Bagyo. Klien yang baru saja bercerai dengan istrinya. Riko yang membantu menjadi pengacaranya Oun merasa senang karena apa yang diharapkan Bagyo bisa dikabulkan oleh pihak pengadilan. "Sama-sama, Pak Bagyo. Saya juga senang jika Bapak puas," balas Riko.Mereka pun berbincang sejenak di depan pengadilan, setelah semuanya dirasa cukup dan selesai, Riko pun pamit untuk kembali ke kantornya. Riko mengendarai sendiri mobilnya untuk menuju ke kantor. Sesampai di kantor, dia pun masuk ke dalam ruangannya. Tak lama kemudian, Riko menerima kedatangan tamu yang ingin mendiskusikan kasusnya kepada Riko. Begitulah kegiatan Riko sehari-hari sampai tak terasa hari itu sudah menjelang malam. Biasanya, Riko akan pulang sekitar pukul enam sore. Namun, karena hari itu ada klien baru yang ingin memakai jasanya sebagai pengacara sehingga Riko harus lembur dan baru bisa pulang ke rumah di saat jarum jam sudah menunjukk
Bab 75Sementara itu, di kediamannya. Dhifa sedang menunggu Riko dengan khawatir. Dia sudah berusaha menghubungi suaminya tersebut, akan tetapi ponselnya tidak aktif. Sesekali suara petir yang menggelegar di angkasa membuat Dhifa kaget lalu beristighfar. Dia sangat khawatir dengan keadaan suaminya. "Mas Riko, kamu kemana, sih. Masa sudah lebih dari dua jam sejak kamu keluar kantor belum sampai juga," keluh Dhifa sambil kembali berusaha menghubungi suaminya. Tetap tidak aktif, Dhifa pun menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas sofa di ruang tamunya. Dhifa merasa gelisah dan khawatir, sementara itu suasana di luar rumah masih diwarnai dengan air hujan yang masih sangat deras. "Apa Mas Riko terjebak banjir, ya. Jadi harus mencari jalan lain. Tapi kenapa ponselnya malah tidak aktif?" Tok? Tok! Tok!Dhifa bergegas bangkit saat mendengar suara pintu yang diketuk. "Itu pasti Mas Riko, karena sendag hujan deras jadi aku tak mendengar suara mobilnya," pikir Dhifa senang. Setelah sampai di pint
Bab 76"Halo, Tante. Selamat pagi!" seru Vanessa mengejutkan mamabya Riko yang sedang menyiram bunga di halaman rumahnya. Mamanya Riko pun menoleh demi melihat siapa yang datang. Keningnya mengernyit saat melihat Vanessa lah yang datang."Vanessa! Ini beneran kamu?" tanyanya tak percaya. "Iya, Tante. Ini Vanessa. Masa Tante lupa. Batu juga tiga tahun gak ketemu," Rajuk Vanessa. "Bukan lupa, hanya sedikit pangling saja. Kamu makin cantik saja sekarang," balas mamanya Riko berbasa-basi.Wajah Vanessa semakin sumringah demi mendengar pujian dari mamanya Riko. Orang yang sangat dicintainya sejak dulu. Bahkan sejak kakaknya masih hidup."Ah, Tante bisa aja memujinya. Aku kan jadi malu.""Memang kenyataanya begitu, kok. Oh ya jadi lupa. Ayo kita duduk di teras, malah jadi ngobrol di sini. Sebentar, Tante cuci tangan dahulu."Mamanya Riko pun membersihkan tangannya kemudian mengajak Vanessa duduk di teras. Dia sengaja tidak mengajak gadis itu k dalam rumah karena tidak ingin Vanessa berla
Bab 77Mama Riko benar-benar marah dengan anaknya. Dia meminta Riko datang ke rumah secepatnya. Riko pun menuruti permintaan mamanya. Setelah makan siang, Riko mendatangi kediaman mamanya. Kebetulan siang itu tidak ada jadwal atau pun pertemuan penting dengan kliennya. "Datang juga kamu, Riko. Mama itu sebal sama kamu, tahu, gak?" Emosi mamanya Riko masih besar hingga dia langsung memarahi anaknya begitu Riko tiba di rumahnya. "Sabar Ma, ada apa sebenarnya?" Riko bertanya dengan pelan, dia tahu kalau mamanya sedang emosi. "Mama gak suka kalau kamu masih berurusan dengan Vanessa. Kenapa kamu menolongnya, Riko?" "Oh, masalah itu. Mama tenang saja, Riko hanya kasihan saja malam tadi. Lagi pula Riko tak tahu kalau dia yang meminta tolong, Ma. Pokoknya, Mama tenang saja. Gak akan jadi masalah, kok." "Gak jadi masalah gimana, Riko. Tadi pagi saja dia sudah berani datang ke sini dan mencari kamu. Alasannya ingin mengucapkan terima kasih. Tapi mama tahu tujuan dia sebenarnya," ucap Mama
Bab 78"Kurang ajar! Aku terlambat lagi! Ke apa sih Mas Riko gak sabar menunggu aku! Sebal!"Vanessa melemparkan apa saja yang bisa digapainya di dalam kamar. Suara benda pecah dan dibanting bergantian terdengar dari dalam kamarnya membuat para pembantu ketakutan. Mereka tahu bagaimana kelakuan Vanessa jika sedang marah begitu, dia bisa bersikap kasar dan brutal. Jadi mereka tidak ada yang berani mendekat. Prang!Vanessa melempar cermin di meja riasnya dengan botol parfum. Dia sangat kesal dan marah karena baru tahu kalau Riko, mantan suami kakaknya itu sudah menikah lagi. Sementara itu, Vero, mamanya Vanessa baru saja kembali dari arisan bersama geng sosialitanya merasa heran melihat para pembantu berkumpul di depan kamar Vanessa. "Ada apa ini? Kenapa kalian berkumpul di sini?" "Eh, Nyonya sudah pulang? Itu, Neng Vanessa ngamuk di dalam kamarnya," jawab pembagi paling senior di rumah itu. "Vanessa mengamuk? Kenapa lagi itu anak?" gerutu Vero lalu mengetuk pintu kamar anaknya.