Share

Part 5

Penulis: Irma W
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Jonan Hanggoro, putra kedua dari pasangan Hanggoro dan Sasmita. Dia adalah adik dari Bagas. Sebenarnya hidup dia tidaklah buruk. Dia bukan tipe pria yang sering keluar malam seperti Bagas. Hanya saja, Jonan adalah tipe pria yang terkadang merasa malas jika harus berurusan dengan seorang wanita.

Jika ditanya mengapa Jonan bisa jatuh hati pada Anin, Jonan sendiri tidak tahu. Yang Jonan ketahui, Anin adalah wanita menyedihkan yang tinggal di rumah ini. Wanita terbodoh yang mau disakiti oleh suaminya sendiri.

Jonan ingin tertawa saat berulang kali menggoda Anin dengan kata ‘Bodoh’. Jonan sering meledek Anin hingga menyebut hal sensitif. Anehnya, Anin tidak pernah marah saat Jonan melakukan hal tersebut. Di situlah Jonan mulai tertarik untuk terus menggoda Anin.

Tertarik pada kakak ipar mungkin salah, tapi kalau hati sudah memaksa, mau bagaimana lagi? Jonan ingin membantah, hanya saja terasa begitu sulit.

“Kamu mau pergi ke mana?” tanya Jonan ketika Anin muncul sudah berpakaian rapi.

“Keluar sebentar,” jawab Anin.

Anin hendak berlalu, tapi tangannya ditarik oleh Jonan. “Kemana?” tanya Jonan sekali lagi.

Anin mendengkus dengan bibir mencebik. “Mau pergi ke makam ayah, ibu dan kakekku,” jawab Anin kemudian.

“Aku ikut.” Jonan langsung menggandeng lengan Anin dan mengiringnya berjalan keluar.

“Apa sih!” dengus Anin. “Lepasin!”

“Diamlah!” balas Jonan. “Pakai mobilku saja.”

Anin berdecak kemudian mengibaskan tangan Jonan. “Memangnya aku ngijinin kamu buat ikut?”

“Nggak,” jawab Jonan enteng. “Tapi aku tetap mau ikut.” Jonan kemudian mendorong punggung Anin. Mau tak mau, Anin pun akhirnya masuk ke dalam mobil.

 Dialah Jonan, pria yang menurut Anin sangat aneh. Segalanya yang Anin larang, justru selalu Jonan hadapi. Selama satu tahun mengenal Jonan, Anin sama sekali tidak pernah melihat Jonan bergandengan dengan wanita manapun. Terkadang, Anin ingin bertanya akan hal tersebut, tapi selalu urung.

“Di mana tempatnya?” tanya Jonan saat sudah dalam perjalanan.

“Lurus saja. Nanti aku yang tunjuk jalannya,” kata Anin.

Sunyi kembali. Keduanya diam seperti tak menemukan topik pembicaraan. Dan kesunyian itu berlangsung sampai mobil berhenti di area pemakaman.

Sebelum keluar, Jonan menoleh ke arah Anin. Wanita itu saat ini sedang memejamkan mata sambil menarik napas beberapa kali. Hingga jatuh di hitungan ke tuju puluh detik, bola mata Anin pun terlihat lagi.

“Kamu tunggu sini saja,” kata Anin setelah itu.

Jonan yang sudah hendak membuka pintu mobil mengerutkan dahi. “Kenapa?”

“Nggak pa-pa. Aku cuma mau menyendiri sebentar,” ujar Anin.

Jonan terdiam di dalam mobil dan membiarkan Anin keluar sendirian masuk lebih dalam ke area pemakaman. Dari balik kaca mobil, Jonan melihat kalau Anin sudah duduk di samping salah satu makam. Itu pasti makam keluarganya.

“Pagi Pa, Ma, Kakek ...,” kata Anin. “Anin datang, tapi maaf ... Anin nggak bawa bunga. Anin nggak sempat beli tadi.”

Sambil bersimpuh di atas tanah yang ditumbuhi rerumputan liar, Anin mulai mencurahkan isi hatinya yang ia simpan selama satu tahun ini.

“Kakek,” panggil Anin setelah berdiam diri untuk beberapa detik. Bukan menyebut nama papa dan mama, Anin lebih dulu memanggil kakek. Anin hanya tahu dua pemakaman di samping kakeknya adalah tempat peristirahatan papa dan mama. Dalam artian, Anin tidak tahu seperti apa rasanya hidup bersama mereka karena memang sudah ditinggal sejak masih kecil.

Untuk saat ini, sebaiknya jangan membahas tentang hal itu lebih dulu. Anin datang hanya untuk mengadu tentang pernikahannya dengan Bagas yang terlanjur menyedihkan.

“Kakek, kenapa kakek menjodohkan aku dengan Bagas?” tanya Anin pada udara. “Apa kakek tahu, Bagas selalu menyakitiku, Kek. Dia tidak mencintai aku, Kek. Dia sudah berselingkuh di luar sana.”

Mata berkaca-kaca mulai merembes mengeluarkan buliran bening membasahi wajah.

“Aku harus gimana, Kek? Aku bingung. Aku ingin lepas, tapi aku nggak punya siapa-siapa.”

Mengatakan hal tersebut, rasanya terasa sangat menyesakkan dada. Kalimat itu memang sangat membuktikan bahwa Anin bukanlah siapa-siapa jika lepas dari keluarga Hanggoro.

“Aku sendiri masih nggak tahu gimana cara buktikan kalau aku nggak salah. Aku nggak tahu menahu kenapa aku bisa berada di kelab itu. Aku hanya ingat kalau aku diajak wanita bernama Ela. Aku bahkan tak ingat lagi seperti apa rupa wanita itu.”

Degh! Jonan yang ternyata berdiri di belakang Anin mendadak terperanjat. Jonan kaget mendengar satu nama yang disebutkan Anin. Ela, ya ... dia adalah kekasih Bagas sebelum menikah dengan Anin.

“Aku hanya berniat menolong dia karena waktu itu dia meminta bantuan aku. Sungguh, aku nggak ingat lagi apa yang terjadi, Kek. Aku tiba-tiba sudah terbangun di atas teras rumah.”

Cukup sampai di situ curahan hati Anin. Anin mengusap wajah sambil berdiri. Namun, saat Anin berbalik, Anin kaget karena Jonan sudah berdiri di sana dengan tatapan sendu.

“Jonan?” pekik Anin. “Sejak kapan kamu di sini?” tanya Anin gugup.

Jonan bersikap biasa saja. “Baru saja. Aku hanya bosan duduk di dalam mobil terus.”

Anin tak berkata lagi selain berjalan melewati hadapan Jonan dan kembali masuk ke mobil. Jonan segera menyusul.

“Mau kemana kita?” tanya Jonan sebelum menyalakan mesin mobil.

“Apanya yang kita?” hardik Anin. “Nggak ada kita-kita. Pulang saja sekarang!”

Jonan menaikkan kedua alisnya dengan bibir menipis. “Kenapa pulang? Lebih baik kita jalan-jalan dulu.”

“Nggak mau!” sahut Anin. “Aku mau pulang saja. Aku capek.”

“Dasar nggak asik!” sungut Jonan. Tak berbicara lagi, Jonan pun melajukan mobilnya.

Sampai di tengah perjalanan, mobil Jonan berbelok. Bukan ke arah jalan pulang, melainkan menuju arah lain yang Anin sendiri belum tahu kemana arahnya.

“Kenapa kesini? Kamu mau bawa aku kemana, Jonan?” tanya Anin gemas. “Jangan aneh-aneh. Ayo pulang.”

Bukannya langsung putar balik, Jonan terus melajukan mobilnya dan kemudian masuk ke sebuah parkiran pusat perbelanjaan.

“Ngapain kesini?” tanya Anin heran. “Aku nggak suka ke tempat ramai. Lagian aku juga nggak perlu belanja apapun.”

Jonan tak menggubris melainkan langsung melompat turun dan bergegas membukakan pintu untuk Anin. “Cepat keluar!” perintah Jonan.

“Nggak mau!” tolak Anin. “Kamu saja yang kesana. Aku tunggu di sini.”

“Nggak boleh begitu.” Jonan menyeret lengan Anin dengan paksa. “Nurut saja. Kau kan butuh hiburan.”

Tak lagi bisa menghindar, Anin terpaksa turun dari mobil. “Sudah, lepas!” tepis Anin saat Jonan masih mencengkeram lengannya.

Tidak tersinggung, Jonan justru meringis. “Nggak pa-pa kali. Banyak kok yang bergandengan tangan.”

Anin membalas dengan pelototan mata. “Memangnya kamu siapa? Nggak sopan bergandengan tangan tanpa status.”

Jonan menaikkan satu alis. “Oh ya?”

“Iya!” jawab Anin tegas.

Belum juga keduanya sempat masuk ke dalam, dari arah pintu keluar masuk pusat perbelanjaan tersebut, Anin mendapati sebuah pemandangan yang sangat tidak mengenakkan. Sang suami tengah bergandengan mesra dengan wanita cantik yang Anin lihat saat di hotel kemarin.

Menyadari akan hal itu, Jonan dengan sigap memeluk tubuh Anin dan menjauhkan pandangan dari kedua orang itu.

“Ayo masuk,” kata Jonan kemudian. “Maafkan aku.”

Anin masuk masih dengan pandangan kosong. Bibirnya bergetar dengan mata yang mulai berkedut-kedut.

Jonan yang merasa bersalah, segera tancap gas dan segera membawa Anin pergi dari tempat itu. Bukan pulang ke rumah, melainkan Jonan membawa Anin ke sebuah tempat yang lumayan sepi.

“Kenapa kesini?” tanya Anin dengan suara parau. “Aku mau pulang.”

“Turunlah, kamu kan butuh suasana yang tenang untuk saat ini. Percaya deh!” Jonan melempar senyum di hadapan Anin yang masih duduk di jok mobil.

Menghela napas, Anin pada akhirnya mau turun.

***​

Bab terkait

  • Suami Kedua   Part 6

    “Apa aku terlihat menyedihkan?” tanya Anin. Pandangannya nanar menatap lurus ke arah air danau yang terlihat tenang.Jonan yang duduk di samping Anin, menipiskan bibir sambil sesekali tangannya melempar batu kerikil ke tengah danau. Alhasil lemparan itu menghasilkan gelombang rendah.“Aku mau tanya,” kata Jonan yang tak menggubris pertanyaan Anin.“Apa?” Anin menoleh. Anak rambut yang menjuntai di pelipis, Anin sibakkan ke balik daun telinga.Masih melempari batu kerikil ke tengah danau, Jonan kemudian bertanya lagi, “Apa kamu merasa begitu menyedihkan?”Pertanyaan Jonan membuat Anin terdiam sejenak. Sambil memikirkan jawabannya, Anin juga ikut melempari batu kerikil ke tengah danau.“Aku memang menyedihkan. Hidupku kacau setelah kepergian kakek,” kata Anin berwajah datar. “Aku terkadang merasa tak berguna.” Anin tersenyum getir.Jonan paling malas kalau berada di situasi yang menyedihkan. Jonan orangnya paling tidak tegaan melihat ad

  • Suami Kedua   Part 7

    Apa yang dikatakan Jonan, pada akhirnya membuat Sasmita dan Hanggoro kepikiran. Sasmita sendiri, sedari tadi sudah menunggu kepulangan sang suami dari kantor. Dan tepat sekitar pukul enam sore, Hanggoro pun pulang.Setelah Hanggoro membersihkan diri, Sasmita langsung menarik suaminya untuk segera duduk. Duduk dengan wajah serius dan sama-sama saling penasaran.“Ada apa sih, Ma?” tanya Hanggoro.“Aku mau tanya sama papa,” kata Sasmita. “Ini soal Jonan.”Hanggoro mendadak serius ketika nama putra keduanya disebut. Tampang Hanggoro bahkan lebih serius dari Sasmita.“Apa kamu juga diajak bicara sama Jonan, Ma?” tanya Hanggoro.Sasmita menggeleng. “Aku cuma penasaran kenapa tadi Jonan berkata aneh padaku. Aku jadi penasaran,” kata Sasmita.“Apa tentang Bagas dan Anin?” tanya Hanggoro.Sasmita langsung mengangguk. “Jonan sepertinya tahu sesuatu diantara Bagas dan Anin.”Hanggoro diam sambil mengusap dagu. Hanggoro sedang mengi

  • Suami Kedua   Part 8

    Memang cinta terkadang tidak pandang bulu. Mungkin itu sepatah kata yang cocok untuk menggambarkan sosok Bagas saat ini. Di saat menjelang acara penting nanti malam, bukannya pergi berbelanja bersama sang istri, Bagas justru memilih berkencan dengan wanita lain.Tentu saja itu adalah Ela. Wanita berparas cantik yang berstatus selingkuhan Bagas. Begitulah Anin menyebutnya. Mau Bagas berpenampilan asing—memakai masker—atau apapun itu, Anin yang sudah terlanjur memergoki mereka berdua hanya bisa mengelus dada.“Kenapa kamu diam saja?” tanya Nana saat Anin terus memandangi sosok pria kekar bertopi dan memakai masker itu. “Harusnya kamu datangi mereka, Anin.”Nana tahu siapa itu tanpa Anin memberi tahu. Dari pandangan Anin yang sendu dan postur tubuh pria yang sedang bersama seorang wanita itu, Nana dengan mudah bisa menebak.Anin kemudian mendesah dan berbalik arah. “Sudahlah, nggak penting,” lirih Anin. “Toh sebentar lagi aku dan dia akan berpisah.”“

  • Suami Kedua   Part 9

    “Ngapain ngajak ke sini?” tanya Anin begitu sampai dan sudah duduk di sebuah kafe.“Nggak pa-pa, cuma pengen ngajak makan saja,” kata Jonan santai. “Sudah jadi beli baju?” tanya Jonan kemudian.Anin meletakkan tas jinjingnya di kursi sebelahnya. “Sudah. Tadi beli sama Nana,” jawab Anin.“Yah,” desah Jonan. “Padahal aku sudah belikan kamu baju lho.” menampakkan wajah sesal.“Untuk apa? Aku kan bisa beli baju sendiri,” saur Anin lagi. “Sudah ya, aku mau pulang.” Anin tiba-tiba berdiri.“Tunggu!” Jonan ikut berdiri dan mencegah Anin untuk pergi. “Temani aku makan dulu.”“Malas ah!” tepis Anin. “Aku udah pengen pulang.” Wajah Anin berubah merengut.Jonan menyusuri sebentar ekspresi yang tergambar di wajah Anin. Kemungkinan Anin sedang marah atau apapun itu yang jelas pasti sedang merasa jengkel.“Oke. Ayo pulang.” Jonan menyerah.Pada akhirnya Jonan gagal makan siang hanya karena tak ditemani oleh Anin. Bukan itu masal

  • Suami Kedua   Part 10

    Sesampainya di halaman rumah, Jonan tidak langsung keluar dari mobil. Usai melepas sabuk pengaman, Jonan meraih tangan Anin. Anin yang hampir membuka pintu seketika duduk kembali.“Ada apa?” tanya Anin.Masih menggenggam tangan Anin, Jonan setengah berdiri kemudian menghadap ke jok belakang. Satu tangannya menjulur meraih paper bag berwarna hitam.“Ini untuk kamu,” kemudian Jonan menyodorkan paper bag tersebut.“Apa ini?” tanya Anin sambil memgamati paper bag yang berada dalam pangkuannya.“Kan tadi aku sudag bilang, aku membelikan baju untukmu,” jawab Jonan. “Kalau kau mau, silahkan pakai. Kalau nggak, kamu bisa menyimpannya.”Anin terdiam lalu tangannya merogoh masuk ke dapam paper bag. Kini dua tangannya mencengkeram setiap ujung pundak dres tersebut lalu menjembrengnya. “Sungguh ini untukku?”Dress simpel dengan pita di bagian pinggang, lengan bernahan brukat, semua wanita pasti akan terlihat cantik saat mengenakannya.Jona

  • Suami Kedua   Part 11

    Hari sudah mulai gelap, para tamu juga sudah berkumpul di aula hotel yang luas. Semua para pesohor juga sudah siap menyambut keluarga Hanggoro yang pastinya akan menjadi pusat perhatian selama acara dimulai hingga akhir.Demi melancarkan acara malam ini, Bagas terpaksa harus bergandengan dengan Anin. Berpura-pura menjadi pasangan bahagia seperti biasanya. Sosok Ela yang sebenarnya juga hadir, hanya bisa memandang pias dari kejauhan.Ucapan demi ucapan, bergantian terlontar untuk Bagas dan Anin. Ucapan selamat atas resminya menjadi pemilik perusahaan Hanggoro yang lain, menjadikan Jonan dipandang sosok yang saat ini sedang dibangga-banggakan. Harusnya Anin ikut berbangga, tapi tentunya tidak. Anin justru terlihat muram dan hanya bisa tersenyum tipis menyambut para tamu undangan yang lain.“Anin, kamu nggak pa-pa?” bisik Mama. “Kamu nggak enak badan?”Anin tersenyum. “Nggak, Ma. Aku baik-baik saja kok.”Anin kembali menoleh ke arah para tamu lagi. Sa

  • Suami Kedua   Part 12

    Meninggalkan area hotel, Jonan berpikir sebaiknya segera mencari kebenaran tentang foto itu. Jonan sebenarnya terlalu lambat untuk mencari bukti. Akan tetapi, itu bukan berarti Jonan tidak peduli dengan Anin. Jonan sangat peduli, sungguh peduli. Namun, Jonan hanya sedang memperlambat semuanya.Jangan katakan Jonan termasuk pria jahat karena membiarkan pernikahan Bagas dan Anin terus berlanjut. Jonan terlalu mencintai Anin sehingga memilih membiarkan Anin tetap di sisi Bagas sampai Anin benar-benar merasa lelah.Menurut Jonan, mungkin inilah saatnya mencari tahu supaya bisa segera membebaskan Anin dari tuduhan Bagas.“Mungkinkah itu kelab di mana Anin pernah dijebak?” batin Jonan saat mendapati Ela turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam kelab.“Ela memang ada hubungannya dengan foto itu.”Jonan menepikan mobil kemudian turun. Berdiri sejenak di halaman tempat hiburan malam tersebut, membuat Jonan bergidik ngeri saat membayangkan dirinya

  • Suami Kedua   Part 13

    Sudah lumayan jauh meninggalkan area hotel, Jonan tak kunjung menemukan restoran yang katanya buka dua puluh empat jam. Anin yang mulai pegal karena terus berjalanpun mulai mengeluh lelah. Sementara Jonan, seperti lupa kalau Anin tengah kelaparan, Ia justru masih berlenggak sambil sesekali memejamkan mata menikmati udara malam hari.Menyadari Anin tidak ada di sampingnya lagi, Jonan sontak berhenti. Memutar balik badannya, Jonan seketika mendesah tatkala melihat Anin tengah membungkuk dengan pandangan menatap jalan beraspal.“Oh, astaga!” pekik Jonan kemudian. Ia baru teringat akan sesuatu.Sebelum terjadi apa-apa pada Anin, Jonan segera berlari menghampirinya yang masih membungkuk sambil mengatur napas.“E, Anin. Aku … e …”“Cukup!” hardik Anin sambil menatap kedua kaki Jonan yang beralaskan sandal kulit.Jonan garuk-garuk kepala sambil meringis getir. Ia tahu kalau setelah ini Anin pasti akan teriak marah-marah.Anin menegakka

Bab terbaru

  • Suami Kedua   Part 40 (Tamat)

    Jonan tak peduli bagaimana dengan keadaan Bagas saat ini. Apapun yang menyangkut Anin, maka Jonan tidak akan tinggal diam. Apalagi menyangkut sesuatu hal yang sangat membahayakan Anin. Setelah penjaga rumah menelpon papa dan mama, Bagas tentunya langsung dilarikan ke rumah sakit.Papa dan mama sempat menyalahkan Jonan saat baru menjumpai bagaimana keadaan Bagas yang sudah babak belur. Mereka menyalahkan Jonan karena dianggap tidak punya perasaan dan terlalu hanyut dalam emosi. Mama bahkan sempat meneriaki Jonan beberapa kali hingga memukulinya sambil menangis.Mama tak henti-hentinya menyalah Jonan sampa mengatakan kalau Jonan sangatlah jahat. Namun, setelah Jonan jelaskan dengan lantang, mereka akhirnya diam tak berani bicara.“Aku nggak akan berbuat begitu sama Bagas, kalau dia nggak keterlaluan,” kata Jonan sambil memeluk Anin.Papa Berdiri tak jauh di samping Jonan sementara mama duduk di kursi besi panjang. Di belakang mereka saat ini mengobrol, ada satu

  • Suami Kedua   Part 39

    Ini bukan kemauan Jonan jika harus berangkat ke pabrik sepagi ini. Baru semalam Jonan menikmati kehangatan bersama sang istri, pagi harinya Jonan harus pergi meninggalkan Anin. Memang tidak lama, paling hanya beberapa jam saja, akan tetapi rasanya sangat berat.“Kamu nggak pa-pa aku tinggal ke pabrik kan?” Jonan bertanya sambil mengusap wajah Anin yang saat ini masih berbalut selimut.Jonan tahu, di dalam sana—di balik selimut itu—ada seonggok daging putih mulus yang semalam baru saja Jonan nikmati. Huh! Kalau terus mengingat-ingat, yang ada Jonan semakin berat untuk meninggalkan Anin.“Kamu nggak lama-lama kan?” Anin balik bertanya.“Enggak,” sahut Jonan. “Paling cuma dua jam doang, setelah itu semua kembali diurus sama Tirta.”Anin mencebikkan bibir sambil mencengkeram tepian selimut yang menutupi bagian leher. “Ya sudah, hati-hati. Maaf aku malah masih tiduran.”“Iya ...” Jonan mengusap pucuk kepala Anin kemudian memberi satu kecupan di bibir s

  • Suami Kedua   Part 38

    3 bulan berlalu …Seharian meninggalkan pernikahan Jonan dan Anin, Bagas terlihat uring-uringan di dalam kamar. Rasa sakit dikhianati Ela masih membekas, ditambah lagi dengan rasa sakit karena harus melihat pernikahan Jonan dan mantan istrinya.Di bawah sana—di lantai satu—para tamu undangan mulai berangsur-angsur meninggalkan acara. Acara pernikahan tidak digelar dengan mewah seperti pernikahan Anin dan Bagas dulu. Pernikahan Jonan dan Anin justru berlangsung sangat sederhana dengan hanya mengumpulkan para keluarga saja.Meski sederhana, setidaknya Anin menganggap pernikahan ini sebagai pernikahan paling sempurna. Menikah dengan pria yang selalu ada untuknya, menikah dengan pria yang menunggunya sampai benar-benar terlepas dari mantan suaminya.Hanggoro dan Sasmita selaku orang tua mereka, tentu ikut merasakan bahagia. Meskipun sebenarnya mereka sedikit khawatir dengan keadaan Bagas. Bagas sendiri sama sekali tidak muncul mulai dari awal acara hingga semuany

  • Suami Kedua   Part 37

    Pagi harinya, secara tidak sengaja Anin dan Bagas bersamaan hendak turun ke lantai dasar. Anin yang tidak mau berpikir macam-macam memilih acuh dan lebih dulu turun meninggalkan Bagas yang berjalan di belakangnya.Tanpa sepengetahuan Anin, diam-diam mata Bagas sedang curi-curi pandang dengan lekuk tubuh Anin bagian belakang. Meski Anin memakai piama tertutup, Bagas tidak bisa mengelak kalau tubuh itu terlihat begitu menarik.Hal ini jauh berbeda dari saat Anin mengenakan piama tipis ketika masih tidur bersama. Bagas bahkan tidak ada rasa ketertarikan sedikitpun pada Anin. Ya, semua nampak sudah berbeda.Sesuai kata pepatah, “Apa yang sudah dilepas, terkadang lebih menarik untuk dipandang.”“Hei Anin,” panggil Bagas saat Anin sampai di dapur.Orang yang bagas panggil sepertinya memilih tidak menggubris. Anin pura-pura tidak mendengar.“Anin.” Sekali lagi Bagas memanggil.“Ada perlu apa?” sahut Anin malas. Anin duduk sembari meneguk air putih.

  • Suami Kedua   Part 36

    “Ternyata wanita si perusak!” cemooh Ela begitu Anin keluar dari mobil.“Apa maksud kamu?” balas Anin. “Berbicaralah dengan sopan.”Ela mendecih lalu membuang muka sesaat. “Sudah bersalah, masih berani ngelawan.”“Kamu yang salah!” salak Anin. “Mobilku melaju di jalan yang benar. Kamu yang nggak hati-hati.”“Berani kamu ya!” Ela maju lalu dan hendak mencengkeram baju Anin, tapi dengan cepat Anin menangkis.“Kenapa aku harus takut? Harusnya kamu ngaca, yang perusak itu siapa? Jelas-jelas kamu!”Plak!Satu tamparan mendarat di pipi Anin. Anin yang merasa kesakitan memejamkan dua matanya untuk sesaat sebelum kembali menatap Ela.“Berani sekali kamu nampar aku!” Spontan Anin mendorong tubuh Ela hingga terjatuh di atas aspal.“Ela!” teriak seseorang dari seberang jalan. “Kamu nggak pa-pa?” Sampai di hadapan mereka, Bagas membantu Ela berdiri.“ Mas Bagas,” gumam Anin.“Sakit,” rengek Ela. Wanita ini memang sen

  • Suami Kedua   Part 35

    Tidak semudah itu merencanakan pernikahan dengan Anin. Selain karena Anin baru berpisah, mendadak saja Jonan harus disibukkan dengan pekerjaan pabrik. Keesokan paginya, Jonan sudah mendapat panggilan dari karyawannya untuk terbang ke lombok menemui klien.Dua hari kemudian di siang harinya, Jonan harus berangkat dan belum tahu bagaimana cara berpamitan dengan Anin. Jonan takut kalau Anin akan marah. Jonan juga teringat bagaimana perlakuan Bagas terakhir kali pada Anin.“Aku harus bagaimana?” gumam Jonan usai panggilan terputus. “Anin pasti marah sama aku. Aku takutnya dia kecewa, tapi aku nggak mungkin membatalkan semua ini.”Jonan menggenggam kuat ponselnya sambil berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Dan lagi, apa Anin akan aman ditinggal di rumah ini? Jonan jadi merasa khawatir.“Jo, kamu lagi ngapain?” tanya mama saat melihat Jonan tengah mondar-mandir di depan pintu kamar Anin.Jonan yang terkejut hanya bisa mengusap dada. “Kenapa mama ngagetin ak

  • Suami Kedua   Part 34

    Papa dan mama sudah membawa Bagas ke dalam kamar. Sementara Papa berdiri, mama duduk sambil mengompres luka memar di wajah Bagas.“Apa yang kamu pikirkan, Gas? Bisa-bisanya kamu ada niatan melakukan hal kotor sama Anin?” tanya papa penuh sesal.Bagas membisu. Hanya sesekali meringis menahan perih luka di wajahnya yang membiru.“Pantas saja Jonan memukuli kamu. Kamu memang sudah keterlaluan!” bentak papa. “Papa malu sempat membela kamu di depan Anin, waktu itu!”“Ma-maaf, Pa. Aku nggak sengaja,” sesal Bagas.Di samping Bagas, Mama sudah berdiri meletakkan baskom dengan air es di atas nakas. “Jangan melakukan hal itu lagi, Gas,” pinta mama. “Mama sudah cukup merasa bersalah sama Anin, kamu jangan menambahi lagi.”Bagas membuang muka ke arah samping. Kedua tangannya menangkup wajah, kemudian mendongak lagi. “Aku minta maaf, aku nggak bermaksud. Aku hanya ... entahlah, Ma. Aku merasa Anin terlihat sangat cantik.”Mama mendesah berat lalu mengusa

  • Suami Kedua   Part 33

    Kebaikan seseorang sebenarnya tidak bisa diukur, pun dengan hati tulus milik Anin. Bagaimana mereka-mereka pernah berbuat kasar pada Anin, tapi Anin dengan mudahnya memaafkan. Tak mudah menghilangkan rasa sakit, tapi Anin menganggap semua itu sebatas kesalah pahaman saja.Sejak Jonan mengatakan kalau dirinya akan menikahi Anin, Bagas terlihat murung dan sedikit frustrasi. Apalagi Bagas juga sudah tahu bagaimana kelakuan Ela yang sebenarnya. Wanita yang selalu Bagas puja ternyata justru berdusta, sedangkan wanita yang dianggap buruk ternyata dia jauh lebih baik.Meninggalkan kekacauan beberapa hari yang lalu, Bagas hanya bisa meratapi nasibnya saat ini. Hampir setiap hari Bagas bertemu dengan Anin, tapi hanya sebatas berpapasan saja. Ingin rasanya Bagas meraih dan memeluk Anin. Namun, hal itu tak mungkin bisa Bagas lakukan.“Kenapa kamu terlihat cantik, Anin?” gumam Bagas saat sedang memandangi Anin yang sedang membantu Bibi Niah memasak. “Aku baru sadar kalau kamu

  • Suami Kedua   Part 32

    Anin terkejut saat tiba-tiba Jonan muncul dari belakang. Anin tak bisa berkata-kata untuk sesaat selain menatap ke arah Nana.“Aku tinggalkan kalian berdua,” kata Nana kemudian sambil mengusap lengan Anin. Nana sempat tersenyum sebelum pergi meninggalkan Anin.Setelah Nana benar-benar sudah pergi, Anin dan Jonan hanya saling lirik dan tersenyum tipis.“Bicara saja di mobilku,” ajak Jonan pada Anin.Anin tak menjawab, tapi juga tidak menolak. Anin mau saja saat Jonan menuntunnya dan membawanya menyeberangi jalan.Jonan membukakan pintu mobil belakang. “Masuk,” pinta Jonan. Lagi-lagi Anin menurut saja.Anin sudah masuk, lantas Jonan memutari mobil dan ikut masuk. Tidak ada percakapan untuk beberapa saat sampai Jonan sudah merasa nyaman dengan posisi duduknya.“Anin,” panggil Jonan lirih. Anin menoleh. “Ngapain kamu pergi dari rumah?”Anin menunduk sambil melihat kedua tangannya yang saling memilin. Jonan tahu Anin sedang gemetaran.

DMCA.com Protection Status