Setelah pertengkaran dirinya dengan Ningsih. Membuat Nada yakin untuk mencari Aziz. Ia pun sebenernya ingin tahu alasan Aziz meninggalkan ia dan anaknya bertahun-tahun tanpa sedikitpun memberikan kabar.
Yang membuat hatinya semakin ngilu, ketika ia mendapatkan dan melihat anaknya harus jadi bahan rundungan karena tidak memiliki seorang Ayah.Bukan hanya itu saja, tak jarang dirinya selalu dimaki-maki orang. Dituduh sebagai wanita pembawa sial dan janda gatel suka menggoda suami orang.Astaghfirullah.Hanya satu kata itu yang sering ia ucapkan. Dia merasa tidak pernah menggoda suami orang. Yang ada justru dirinya yang selalu dan selalu saja diganggu.Saat ini, Nada tengah duduk melamun di atas kasur. Seraya memegangi dan melihat sebuah foto usang. Foto di mana ada dirinya, Aziz dan Nazril--anaknya saat berusia satu tahun.Setetes demi setetes air mata terjatuh, membasahi mata dan kedua pipinya."Mas, kenapa kamu tidak pulang-pulang? Apakah kamu tidak merindukan aku dan Nazril? Apakah kamu tidak sayang lagi sama aku dan Nazril? Mas, apa kamu tahu? Selama lima tahun ini aku menderita. Mungkin aku tidak masalah jika terus dihina orang. Tapi... Jika kamu Dan Nazril yang dihina, aku tidak rela, aku tidak ikhlas," rancaunya dengan berlinang air mata.Nada menyeka air matanya, sudah cukup. Ini bukanlah waktunya untuk ia menangis. Ia akan membuktikan pada orang-orang jika suaminya masih hidup, jika suaminya masih tetap setia. Mungkin ada sesuatu hal yang menyebabkan suaminya tidak pulang juga tidak pernah memberi kabar. Dan ia harus tahu apa alasannya.Tak sengaja, Ningsih melihat apa yang dilakukan Nada. Sebagai seorang ibu tentunya ia turut ikut merasakan sedih dengan apa yang terjadi pada Nada.Marahnya, serta desakannya untuk melupakan suaminya bukan semata-mata karena ia tidak peduli dengan perasaan Nada. Justru Ningsih hanya ingin Nada keluar dari kesedihannya karena ditinggal pergi sang suami.Dengan langkah pelan Ningsih berjalan mendekat ke arah Nada. Dengan pelan pula ia duduk di samping Nada dan memeluknya dengan begitu erat.Nada tahu betul siapa orang yang memeluknya, pelukan yang selalu membuat Nada nyaman dan terlindungi."Maafkan ibu, Nak. Bukan maksud ibu menginginkan hal buruk terjadi pada suamimu. Ibu hanya ingin membuka pikiran kamu agar bisa berpikir rasional. Ibu juga ingin kamu bahagia tidak selalu ada di kubangan kesedihan karena meratapi suamimu."Ningsih lalu melepaskan pelukannya. Ia membawa tubuh Nada hingga saling bersitatap dengan dirinya."Jika memang kebahagiaan kamu hanya ada pada suamimu. Pergilah! Cari suamimu, ibu merestui kamu." Ujar Ningsih kemudian.Nada tidak bisa lagi untuk berkata-kata. Niatnya yang akan mencari keberadaan suami tercinta mendapatkan restu dari sang ibu. Ia terharu."Apa ibu serius?" Tanya Nada.Ningsih mengangguk dengan menyunggingkan sebuah senyuman lebar. "Ibu serius, pergilah! Cari sumber kebahagiaan kamu."***Sekitar pukul sebelas malam, Nada, Nazril dan Ningsih sampai di pelabuhan. Awalnya Ningsih tak mau mengantar sampai ke pelabuhan. Namun, ia ingin memastikan jika anak dan cucunya sampai ke pelabuhan dan ingin melepas kepergian Nada dan Nazril.Kapan lagi mereka akan bertemu. Ningsih yakin butuh waktu lama untuk mencari menantunya itu. Jakarta kota besar dan tidaklah mudah mencari orang di sana. Ibaratnya seperti mencari jarum ditumpukan jerami. Tapi, tidak ada salahnya jika berusaha. Setidaknya rasa penasaran akan kabar suami dari anaknya itu bisa sedikit terobati. Meskipun hasilnya akan mengecewakan. Dan dengan itu Nada harus rela hati memendam, menyimpan rasa rindunya dalam hati.Kapal sudah mulai menepi. Itu tandanya mereka akan segera berpisah dengan rentan waktu yang tak pasti. Sekelebat bayangan lima tahun lalu terputar di memori Nada. Bagaimana ia harus berpisah dengan suaminya di sini, di pelabuhan ini.Nada ingat betul. Dulu sang suami berjanji akan kembali dan membawa dirinya, rupanya, sampai lima tahun lamanya ia tak kunjung kembali.‘Mas, aku masih ingat. Dulu di tempat ini kita berpisah. Samudra menjadi saksi perpisahan kita. Dan saat ini samudra akan menjadi saksi kepergianku untuk mencari dirimu di Jakarta'“Mas pergi, ya. Jaga dirimu baik-baik. Dan juga tolong jaga buah hati kita. Di Jakarta aku pasti akan merindukan kamu.”“Aku pun begitu, Mas. Aku enggak bisa jauh-jauh sama kamu dan mulai hari ini aku harus terbiasa tanpamu.”“Nada.”Tepukan Ningsih di pundak Nada menyadarkan ia dari angan. Sekelebat bayangan itu membuat hatinya terasa sakit. Ia tak percaya jika nasib rumah tangganya berujung miris. Nada yang menangis segera menyekanya.“Iya, Bu,” ucap Nada pada Ningsih.“Ibu tidak bisa ngasih apa-apa. Tapi bawalah ini jika mendesak juallah.” Ningsih meraih tangan Nada lalu meletakkan kotak hitam ke tangan Nada.Nada yang tak mengerti hanya bisa menatap sang ibu penuh tanda tanya.“Ini apa, Bu?” tanyanya pada Ningsih.“Ini perhiasan ibu. Ini mas kawin dari bapakmu, Nak.”“Nada enggak mau ambil. Enggak usah, Bu. Jangan dijual. Itukan dari bapak,” Nada menyerahkan kembali kotak hitam itu.“Enggak! Ini buat kamu. Ambillah, Nak, siapa tahu nanti kamu butuh.”“Tapi, Bu....”“Enggak pakai tapi, Nak.”Dengan berat hati Nada mengambil kotak perhiasan milik ibunya itu. Tapi, dalam hati Nada berjanji sebisa mungkin tidak akan menjual perhiasan itu.Ningsih lalu berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan Nazril yang saat ini terlihat mengantuk. Nazril tengah menyenderkan kepalanya di tubuh sang bunda.“Nazril, di Jakarta nanti kamu jangan nyusahin bunda, ya. Kamu harus jadi anak baik.”Nazril yang sedari tadi menahan kantuk langsung membuka matanya lebar-lebar.“Iya, Nek, Nazril janji akan jadi anak baik,” jawab Nazril seraya mengacungkan jari telunjuknya sebagai tanda perjanjian.“Bagus! Cucu nenek memang yang terbaik.” Ningsih memeluk Nazril lalu menciumnyaTak lama suara kapal terdengar, itu tandanya para penumpang harus segera naik ke kapal. Nada merasa berat bahkan saking tak mau meninggalkan Ningsih Nada memeluknya dengan erat dan menangis dalam pelukan Ningsih. Tanpa terasa Ningsih pun ikut menangis. Dia harus mengikhlaskan kepergian Nada demi cintanya, demi mengobati rasa rindunya pada sang suami.Ningsih berharap, Nada bisa menemukan keberadaan Aziz. Baik dia masih hidup ataupun sudah menjadi mayat. Hanya itu yang bisa Ningsih lakukan, doa. Ia juga ingin melihat anak satu-satunya mendapatkan kebahagiaannya setelah lima tahun ini hilang entah ke mana.“Sudah, Nak. Cepat naiklah nanti kamu ketinggalan,” titah Ningsih lalu mengurai pelukannya.Nada benar-benar terisak pilu. “Setelah Nada tahu kabar Mas Aziz, Nada akan secepatnya pulang.”Ningsih mengangguk seraya tersenyum lebar. “Iya, ibu akan selalu menunggumu.”Nada pun pergi dengan menggandeng tangan Nazril dan tangan satunya memegang tas berisi pakaiannya. Air mata Nada sedari tadi tak mau berhenti, rasanya berat, berat sekali.‘Ya Allah, tolong lindungi ibu,’ batin Nada.‘Ya Allah, semoga apa yang diinginkan Nada bisa terwujud,’ batin Ningsih.Nada dan Ningsih mereka sama-sama membatin, mendoakan yang terbaik untuk keduanya.Kapal semakin menjauh dari pelabuhan. Itu tandanya semakin nyata pula jika Nada benar-benar harus meninggalkan ibunya sendiri, meninggalkan Kotabumi serta meninggalkan kenangan buruknya.Mungkin apa yang dikatakan ibunya benar. Manfaatkan waktu untuk mencari suaminya. Dengan bekal informasi seadanya Nada akan memulai melakukan pencarian keberadaan suaminya. Dan berharap ia bisa mengetahui apa yang ingin ia ketahui.Nada mengusap kepala Nazril yang saat ini tengah tertidur di pangkuannya. Sementara Nada menyenderkan kepalanya ke dinding kapal seraya tatapannya kosong jauh berkelana. Memikirkan ibunya serta suaminya yang sangat ia sayangi dan cintai. Nada tak menyangka hidupnya akan sekacau dan serumit ini. Satu ingin Nada untuk saat ini; menemukan suaminya lalu setelah itu pulang kembali ke Kotabumi, Lampung Utara. Simple.Tak terasa air matanya menetes dan hal itu menarik perhatian seseorang yang sedari tadi menatap Nada. Orang itu lalu mendekat dan duduk bersebelahan, tetapi Nada sam
Setelah lima jam dalam kapal akhirnya Nada bisa menapaki kakinya di pelabuhan Merak. Kapal yang ia tumpangi harus tertahan beberapa jam sebab di pelabuhan Merak belum ada kapal yang berlayar. Hingga tidak ada tempat untuk menyandarkan kapal.Perjalanan Nada masih panjang. Perlu beberapa jam lagi untuk sampai ke Jakarta. Nada begitu kesusahan saat berjalan sebab ia tak tega membangunkan Nazril alhasil ia pun harus memangku Nazril yang terlelap.Jam menunjukkan pukul empat pagi, ia berniat untuk menunggu waktu subuh tiba setelah itu ia akan melanjutkan perjalanannya dalam pencarian sang suami. Dari jarak beberapa meter Nada melihat mesjid, ia pun bergegas ke sana dengan ringkih. Sampai di mesjid Nada segera menidurkan Nazril dipaling pojok mesjid. Sementara dirinya hendak mengambil air wudu. Air wudu menerpa wajah cantik Nada, memberikan kesegaran di tengah kegersangan hati. Di tengah gundah gulana dan di tengah keputusasaan. Setelah selesai berwudu, Nada memakai mukena yang tersedia
“Mbak, ayo kita pergi!” Ajakan seseorang membuat Nada langsung mendongakkan kepala. Ia kaget melihat siapa yang saat ini tengah berdiri di hadapannya. “Kamu?”“Hehe, iya, Mbak ini aku,” Akbar cengengesan.“Aku kira kamu udah pergi,” kata Nada seraya bangkit dan hendak pergi.“Aku nungguin Mbak, biar kita berangkat bareng,” terang Akbar seraya ikut berjalan mengikuti Nada.Nada menghentikan langkahnya. Lalu menoleh ke Akbar yang ada di sampingnya. “Bareng?” ulang Nada dengan nada keheranan“Aku mau ke Jakarta, kamu lebih baik lanjutin perjalanan kamu,” tolak Nada seraya kembali berjalan.“Aku pun mau ke Jakarta, Mbak. Aku memang tinggal di sana. Ke Lampung aku habis melakukan penelitian tentang gunung Krakatau,” terangnya. Tanpa mempedulikan Akbar Nada terus berjalan. Dengan mata yang tak henti mencari sesuatu, sarapan yang cocok untuk dirinya dan Nazril. Sementara Akbar masih setia mengikuti Nada dari belakang. Tanpa sepengetahuan Nada diam-diam Akbar mengikuti Nada mulai dari k
Nada dan Nazril sudah berada dalam bus menuju Jakarta. Jangan lupakan Akbar yang masih setia mengikuti Nada. Sebenarnya Nada begitu risi dengan kehadiran Akbar. Bagaimanapun mereka baru saling mengenal. Tapi, Akbar bertingkah seperti sudah lama mengenal dirinya. Seperti saat ini, karena posisi bus penuh dan kursi kosong tersisa dua kursi membuat Nada terpaksa untuk duduk bersebelahan dengan Akbar. Pria muda itu tak hentinya berkicau, membuat Nada merasakan pusing.“Mbak mau ke Jakarta mana? Mau ke rumah siapa? Atau mungkin mau kerja, ya? Kenapa aku tanya tidak dijawab terus?” keluh Akbar.Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perkataan Akbar. Tidak ada salahnya jika ia perhatian. Mungkin sebagai bentuk rasa hormat pada yang lebih tua. Namun, Nada sedang dalam keadaan tak ingin diganggu tak punya minat untuk menimpali perkataan Akbar. Sepanjang perjalanan Nada hanya melihat ke arah jendela bus. Melihat pemandangan di sisi jalan yang dilewati. Lalu sekelebat bayangan masa lalu berput
“Suamiku....” Nada menjeda perkataannya. Ia sedang mengumpulkan kekuatan agar ia bisa menceritakannya dengan baik tanpa harus ada drama menangis.“Suami Mbak kenapa?” tanya Akbar saat Nada tak melanjutkan perkataannya.Tatapan Nada yang awalnya mengarah ke balik jendela bus. Kini berubah menjadi menatap ke arah foto yang dipegang oleh Nazril.Dengan menarik napas. Nada pun mulai menceritakan apa yang terjadi pada suaminya meski tidak keseluruhan.“Lima tahun lalu suamiku pamit, bilangnya mau kerja ke Jakarta. Awal kepergian, kami sering tukang kabar lewat telepon. Lalu dua kali mengirim surat dan setelah itu tak ada kabar lagi tentang dirinya.” Mata Nada mulai mengembun. Sekali saja berkedip pasti air matanya luruh. Namun, Nada terus mengibas-ngibaskan tangannya ke dekat mata berharap dengan cara seperti itu air matanya tidak luruh.“Lalu apa Mbak tahu di mana suami Mbak kerja? Maksud aku Jakartanya sebelah mana? Biar kita cari bersama-sama,” tutur Akbar begitu tulus.Nada membungku
Kini, Nada tengah ada di dalam kamar. Mengistirahatkan tubuhnya yang seharian penuh menempuh perjalanan dari Lampung ke Jakarta. Nada begitu bersyukur, sebab dipertemukan dengan orang sebaik Akbar. Awalnya ia menyangka jika Akbar hanyalah seorang pemuda yang ingin berbuat jahat padanya. Pasalnya ia terus saja mengikuti dirinya dan juga Nazril. Namun, setelah melihat keseriusan di raut wajah Akbar, Nada menepis jauh prasangka buruknya. Dia salah, seperti benar apa yang sering orang katakan don’t judge in the cover. Saat ini Nada hanya sendiri. Sebab Nazril begitu lengket dengan Akbar. Sampai-sampai tak mau lepas dan tak mau jauh darinya. Mengingat akan sikap Nazril membuat Nada berpikir jika Nazril butuh sosok ayah. Sosok yang selama ini selalu ia rindukan, sosok yang belum pernah ia temui.Sekarang, bukanlah waktunya untuk bersedih. Ia sudah ada di Jakarta, maka jalan untuk bertemu sang suami tinggal beberapa langkah lagi. Ia enggak boleh lemah, cengeng apalagi putus asa.“Ya Allah
Pagi sudah menyingsing. Hari ini adalah menjadi hari pertama proses pencarian sang suami. Nada begitu bahagia, ia tak pernah lepas memamerkan lengkungan di bibirnya. Ia sudah tak sabar, ingin rasanya secepat mungkin memeluk sang suami bahkan ia berjanji dalam hatinya tidak akan pernah lagi membiarkan sang suami pergi lagi, meninggalkan dirinya dan juga Nazril.Pagi ini Nada berencana pergi ke tempat pertama di mana sang suami kerja. Tepatnya di daerah Menteng tepatnya di kelurahan Cikini. Nada memakai baju gamis warna dusty dipadu padankan dengan kerudung berwarna abu tua. Terkena cantik dan elegan. Nada sengaja tampil dari biasanya. Sebab dalam benaknya ia berpikiran bahwa hari ini ia akan bertemu dengan suaminya setelah lima tahun tak jumpa. Tak lupa Nazril pun ia pakaikan baju terbarunya. Alasan Nada satu ia tak ingin terlihat menyedihkan di depan suaminya. “Mbak udah siap?” tanya Akbar tiba-tiba.Nada langsung menoleh ke arah pintu kamar. Pintu yang sengaja ia buka. Di sana berd
Pencarian jejak sang suami pun Nada hentikan. Dirinya belum siap mendengar sesuatu yang lebih menyakitkan dari ini. Sebuah kenyataan jika sang suami bisa saja menjadi korban insiden kecelakaan kerja itu.Lalu jika sudah seperti ini bagaimana dengan rasa rindunya? Apakah benar rasa rindunya ini tidak akan pernah ada ujungnya? Tidak akan ada akhirnya? Dan tidak akan pernah usai.Terlebih Nazril, bagaimana dengan dia? Nada telanjur memberikan harapan dan kini harapannya hanya jadi angan saja.Tak terasa motor yang Akbar kendarai sudah sampai di rumahnya. Dan Nada sama sekali tak menyadari. Ia terlalu larut dalam lamunannya, suara Akbar pun mengembalikan angan Nada hingga Nada menyadari jika dirinya telah sampai di rumah Akbar. Baru saja Nada hendak turun dari motor, dari arah rumah Nazril berlari dan memanggil namanya. Nada yang melihat Nazril langsung memasang wajah ceria, ia berjongkok serta merentangkan tangan meminta Nazril masuk ke dalam dekapannya.“Bunda,” teriak Nazril lalu mem
Satu tahun kemudian....kehidupan Nada begitu penuh warna, keputusannya untuk menikah dengan Akbar adalah sesuatu yang tepat. Bagaimana tidak Akbar begitu sangat mencintainya, sangat menyayanginya sampai-sampai Nada serasa diratukan oleh Akbar.Tepat satu tahun pernikahan mereka dan penantian lama mereka berdua akhirnya Nada dan Akbar mendapatkan berita bahagia. Di mana dokter mengatakan jika saat ini nada Tengah mengandung 4 Minggu, kebahagiaan itu tentunya terasa berkali-kali lipat.Di usianya yang mungkin menurut orang sudah tak mudah lagi, ia harus kembali merasakan mengandung dan melahirkan. Bagi Nada itu bukan suatu persoalan. karena anak adalah rezeki, anak adalah titipan yang tidak mungkin ia tolak.Selain kehidupan Nada yang penuh dengan warna dan kebahagiaan. kehidupan Sofie pun perlahan membaik, dia kini sudah mantap untuk berhijab menggunakan gamis panjang sama seperti Nada.Hubungan dengan orang tuanya pun masih sama hanya saja tidak renggang seperti dulu. sesekali Sofi s
Keesokan paginyaHari ini adalah pagi pertama Nada memerankan perannya sebagai seorang istri yang baik. Setelah tadi melakukan salat bersama sang suami, nada langsung turun dan memasak untuk sarapan keluarga kecilnya tak lupa Sofi ikut turun membantu Nada.Biasanya Kayla dan asisten rumah tangga yang melakukannya. Namun karena Nada sudah kembali maka ia melakukannya sendiri. sedangkan Kayla dia pulang begitu juga dengan Ilham dan Lidya.Mengingat kejadian semalam, Nada berharap semoga Kayla dan Ilham diberikan jalan yang terbaik. Nada begitu yakin jika Kayla bisa mengatasinya."Kenapa malah turun? Tetaplah di kamar. Jika sudah selesai Mbak panggil kamu." Titah Nada pada Sofi. Saat wanita itu tiba-tiba ada di dekatnya.Sofi menggeleng, ia malah membawa pisau dan mulai membantu Nada memotong sayuran. "Aku bukan tamu, Mbak. Jadi biarkan aku membantu. "Nada tertawa kecil, "Baiklah lakukan yang kamu mau. Mbak justru senang jika kamu seperti ini. Tidak merasa seperti tamu. Bersikaplah seola
Saat ini Akbar berada di dalam kamar dia dan nada. kamar yang harusnya menjadi saksi penyatuan mereka dan terpaksa harus tertunda karena sebuah insiden yang sama sekali tidak mereka duga.Kelopak bunga mawar berbentuk hati menghiasi kasur pengantin baru yang tertunda itu l. kelopak bunga mawar yang kemarin diganti karena yang dulu sudah mengering.Hiasan ornamen pengantin baru saja masih terpasang indah di sana. Lampu kelap kelip-tirai cantik dan juga kelopak bunga mawar segar pemandangan indah di kamar pengantin baru yang tertunda itu.Entah kenapa Akbar merasa nervous saat ingin menyambut nada, dia berulang kali menelan salivanya, berulang kali memegangi telapak tangan yang terasa dingin. Ia bingung apa yang harus mereka lakukan setelah berada di dalam kamar berdua saja?Jika boleh jujur Akbar sama sekali tidak memiliki pemikiran untuk meminta haknya yang seharusnya satu minggu lalu ia terima. Iya nervous dan bingung hanya karena untuk pertama kalinya mereka akan berada di dalam sat
Karena waktu semakin malam, Nada pun membawa Sofi ke kamar yang akan menjadi miliknya. Kamar tersebut berada di samping kamar Nazril."Ikut Mbak ya. Mbak akan tunjukkan kamar milikmu." tutur Nada "Aku malu Mbak," ucap Sofi "Kenapa harus malu? Tidak ada yang mempermalukan kamu." seru Nada karena pada dasarnya memang iya. "Aku sepertinya menyusahkan kamu, Mbak. mungkin aku lebih baik tinggal di rumah orang tuaku saja." Mendengar hal itu membuat Nada menatap Sofi dengan tatapan penuh tanda tanya.."Tinggal di rumah orang tuamu yang sama sekali gak pernah menganggap kehadiranmu. Orang tua yang selalu menyakiti perasaanmu, bukankah Mbak sudah bilang, Mbak rela kamu kembali ke orang tuamu asalkan mereka benar-benar mau menerima kamu. karena walau bagaimanapun yang namanya ikatan anak dan orang tua nggak ada yang bisa terputus. Enggak ada yang namanya mantan anak apalagi mantan orang tua. Orang tua kamu aja yang terlalu egois. pokoknya kamu tenang Mbak akan urus masalah ini. Bukan berarti
"Bagaimana, kau mendengarnya sendiri bukan? apa yang diinginkan oleh Lidya." tanya Nada kepada Kayla saat obrolannya dengan Lidya berakhir.Kayla mengganggukan kepalanya dengan posisi masih menyendirikan punggungnya pada dinding. Tubuhnya mendadak terasa lemas."Lalu apa yang harus aku lakukan? Sedangkan aku sendiri saja bingung, bagaimana caranya menyayangi dia. Ayahnya saja tidak aku cintai tidak aku sukai. Bagaimana dengan anaknya?" tanya Kayla pada Nada."Cobalah posisikan dirimu sebagai Lidya. Bagaimana posisi kamu Jika kamu seperti Lidya, orang tua salah satunya sudah meninggal, lalu salah satunya harus menikah lagi." tanya balik Nada pada Kayla ."Cobalah untuk memperbaiki diri, ya. Aku tahu, aku sendiri saja bukan manusia yang sempurna. Bukan manusia yang baik, tapi setidaknya aku selalu ingin membuat diri ini ada gunanya di mata orang lain. kandang aku selalu berpikir hidupku ingin bermanfaat bagi orang lain. Tidak apa-apa jika aku terluka yang penting orang lain bahagia, kar
Nada menatap Lidya yang baru saja pergi, bahkan menabrak dirinya tanpa mengucapkan maaf. Nada merasa telah terjadi sesuatu antara ayah dan anak itu. Hingga membuat gadis tujuh tahun itu tidak sedikitpun meminta maaf. Padahal, Lidya begitu dekat dengannya dan Lidya begitu hormat padanya.Melihat hal ini, Nada harus turun tangan. Ia harus bisa mengatasi masalah yang terjadi antara ayah dan anak ini."Ada apa dengan Lidya? Kenapa dia terlihat begitu marah?" tanya nada kepada Ilham saat ia baru saja sampai di hadapan Ilham.Ilham yang kalau itu Tengah terduduk lemas, seraya menyenderkan punggungnya pada senderan kursi, hanya bisa membalas pertanyaan Nada dengan sebuah helaan nafas yang sangat panjang. sepertinya dia belum siap untuk bercerita.Lama terdiam, akhirnya Ilham buka suara."Apa yang harus aku lakukan? Lidya marah padaku gara-gara aku akan menikah lagi. Dia enggak suka pada Kayla." Ucap Ilham dengan lemesnya dan tak bertenaga.Sudah Nada duga, jika terjadi sesuatu dengan Ilham d
"Lidya tunggu jangan lari, nak!" teriak Ilham pada Lidya yang pergi meninggalkan sang Ayah.."Jangan mengikuti Lidya, yah! Pergi urus saja wanita itu!" teriak lagi Lidya dia masih terus berjalan."Dengerin Ayah, nak, jangan seperti ini. Ayah mohon," pinta Ilham. Ilham sedih karena anak seusia sang anak bisa memberontak seperti ini.Lidya berhenti, dia tidak lari lagi. Dia membelakangi sang ayah, sementara sang ayah terengah-engah Karena kelelahan mengejar dirinya.."Tolong dengarkan dulu perkataan ayah. Jangan seperti ini," pinta lagi Ilham.Lidya membalikkan tubuhnya hingga ia bisa bersitatap dengan sang ayah. Yang mana kala ini Tengah berjongkok, Karena kelelahan dan hampir kehabisan napas."Dengerin apa, Yah? Meskipun Ayah tidak memberitahu Lidya, tapi Lidya tahu yang namanya ibu tiri itu jahat. Contohnya teman Lidya di sekolah. Dia sering bilang kalau dia sering dipukul sama ibu tirinya. Dia juga suka bilang perhatian ayahnya hilang, lalu apa bedanya sama Lidya. Ayah sendi
Sekitar pukul tujuh malam mereka sampai di rumah Nada. Nada kini bisa menginjakkan lagi kakinya di rumahnya, setelah seminggu lebih ia di Bogor.Di depan pintu sudah ada Nazril. Ia langsung berlari dan memeluk Nada. Kedua menangis bahagia."Bunda, Nazril rindu bunda. Bunda tidak apa-apa kan? Bunda enggak akan pergi-pergi lagi kan?" Ujar Nazril dalam pelukan Nada."Bunda janji, tidak akan ke mana-mana lagi. Bunda akan selalu bersama Nazril." Ucap Nada seraya mengecup kening Nazril. "Nazril apa kabar, sehatkan? Selama bunda gak ada Nazril kuat kan? Bunda Percaya kamu pasti selalu mendoakan Bunda. Dan qodarullah inilah kekuatan doamu. Bunda bisa pulang dan bertemu kembali dengan Nazril," lanjut lagi Nada dengan tidak hentinya membanjiri pipi Nazril dengan ciuman kerinduan. Antara bunda dan anaknya.Pelukan mereka terurai, Nada mengusap-usap kepala dan pipi Nazril. Ia tengah meyakinkan dirinya jika ini bukanlah mimpi tapi sungguhan."Apakah Nazril hanya merindukan bunda? Ayah enggak?" Uca
Nada, Akbar dan Sofi berjalan beriringan. Jika Nada digenggam oleh Akbar. Maka Sofi digenggam oleh Nada. Sofi merasa sedang diperhatikan oleh seorang kakak. Ia menyukainya.Dari kejauhan Ilham melihat tiga orang ini berjalan ke arahnya. Namun,. Ilham tidak mengenali sosok yang ada di samping Nada itu. Ilham pikir mungkin itu temannya Nada. Tapi.... teman yang mana? Inikan di Bogor. Mana mungkin Nada memiliki teman di sini selain Sofi.Saking memikirkan karena tidak mengenali sosok yang ada di samping Nada. Ilham sampai tidak menyadari kedatangannya mereka. Lalu tepukan di bahu Ilham mampu menyadarkan dirinya.Rupanya itu Akbar, yang menepuk pundak Ilham lalu berbisik " Jaga mata, jaga hati. Ingat di Jakarta ada yang menunggu."Bugh...Ilham memukul punggung Akbar. Karena sang adik sudah lancang berkata seperti itu. Lalu Akbar kembali berbisik. "Dia Sofi, gadis yang tadi. Cantik kan?" Akbar malah semakin menggoda sang kakak.Akbar menyukainya saat menggoda Sang kakak, ia bahkan selal