Seseorang yang baru saja mencibir keluarga Daisy adalah Julius Maxwell, sepupu jauh dari Luis Jung. Itu adalah untuk ketiga kalinya Richard bertemu dengan Julius. Yang pertama adalah ketika Richard bekerja di kantor Luis Jung di Westfield Corporation. Yang kedua adalah saat Richard mendatangi rumah Jordan Boslay untuk mencari benda antik. Dan yang ketiga adalah malam itu. Ternyata, Julius Maxwell juga masuk dalam jajaran tamu kehormatan di acara tersebut.“Richard, sebelum kau mempermalukan keluarga istrimu, kuperingatkan untuk keluar dari acara ini! Memangnya, hadiah apa yang bisa dipersembahkan oleh pembantu rendahan sepertimu?” Julius Maxwell mengeraskan suaranya agar ada banyak tamu undangan yang mendengar. Mendengar bahwa Richard adalah seseorang dari kasta sosial rendah.“Julius, asal kau tahu saja suamiku sudah mempersiapkan kado istimewa untuk Tuan Shawn! Aku yakin kau akan gigit jari setelah melihat apa yang disiapkan oleh Richard!” Daisy menjawab ketus demi membela suaminya.
Harris dan Hillary tampak ingin menyembunyikan wajah mereka sebab beberapa tamu undangan mulai menggunjing betapa tak bergunanya menantu mereka. Sementara itu, Daisy yang tak terima atas ucapan sepupunya, ia sudah ingin melayangkan tamparan ke pipi Bellatrix tetapi Richard menahan Daisy.“Daisy, kita tak punya kewajiban untuk berada di sini. Ayo kita ke VVIP Room, sepertinya Bellatrix merasa sangat iri karena kita diangkat menjadi tamu kehormatan oleh Tuan Shawn. Lihat, pipi sepupumu merah karena menahan iri, sungguh, kasihan sekali!” Richard terlihat memberi senyuman mengejek pada Bellatrix, lantas kembali menarik siku Daisy untuk diajak ke VVIP Room.“Sepupu sialan! Kau baru saja menertawakanku?! Richard, kau akan menyesali perbuatanmu ini! Aku akan membuatmu membayar mahal untuk penghinaan ini!” Bellatrix berteriak tak terima.Richard melepaskan pegangan tangannya dari siku Daisy, ia lantas berjalan mendekati Bellatrix. Setelah berada cukup dekat, Richard masih tetap mendekatkan tu
Sesi yang paling ditunggu oleh semua tamu undangan akhirnya tiba. Dengan duduk di atas singgasananya, Albert Shawn menyaksikan si pembawa acara sedang mengumumkan bahwa penyerahan hadiah akan segera dimulai.Kado-kado yang dipersiapkan oleh para tamu undangan, saat itu sedang berada di ruangan sebelah dengan dijaga oleh tim keamanan. Setiap kali pembawa acara menyebut nama seorang tamu, maka dari arah pintu akan muncul sekelompok tim keamanan yang membawakan hadiah sesuai dengan nama yang tertera pada bingkisan tersebut.Lalu, salah seorang perwakilan dari keluarga tamu yang dipanggil akan mengenalkan atau mempresentasikan bingkisan apa yang telah keluarganya siapkan. Acara ini menjadi sangat dinanti-nantikan, mendebarkan, sekaligus mengkhawatirkan bagi tiap-tiap tamu undangan.Semakin mewah atau berharga bingkisan yang disiapkan oleh seorang tamu, semakin martabatnya akan terangkat. Sesi tersebut, selain memicu adrenalin para tamu, sekaligus juga membawa kesenangan tersendiri bagi Al
Daisy tersenyum kecut, gadis itu lantas menjinjitkan kakinya untuk bisa menyejajarkan bibirnya dengan telinga Richard. Pelan-pelan Daisy menjawab, “Sesungguhnya nenek selalu membenciku karena ia menilai diriku sebagai gadis cantik yang bodoh. Dalam beberapa kesempatan nenek terobsesi menjual tubuhku pada pria-pria hidung belang kaya raya agar keluarga Miller mendapat keuntungan dari kecantikanku. Karena aku menolak dan terus menolak, aku tak pernah mendapat kasih sayang dari nenekku sendiri.”Richard mengerutkan dahi, antara kasihan dan takjub pada istrinya yang manis dan baik hati. Richard lantas bertanya lagi, “apa yang membuatmu menolak permintaan nenekmu?”Saat itu, Daisy tampak berpikir beberapa waktu sebelum akhirnya tersenyum lalu berbisik lagi pada Richard.“Mungkin karena alam bawah sadarku tahu bahwa suatu hari akan ada pria gembel baik hati yang mau menerimaku apa adanya. Jadi, sebelum pria itu datang, aku tidak menyerahkan tubuhku pada siapapun.”Mendengar itu, Richard mer
Albert Shawn tersenyum puas ketika ia tak lagi merasa menggigil ketakutan atas kemunculan Richard. Dugaan Albert Shawn bahwa Richard adalah sosok dengan Kharisma kuat, seketika luntur sebab Albert lebih senang untuk meyakini bahwa ketakutannya beberapa waktu lalu hanyalah sebuah gejala kesehatannya sedang menurun.Menyadari ia baik-baik saja, Albert Shawn turun dari singgasana lalu berjalan menghampiri Richard. “Anak muda… Bukankah kau adalah menantu dari keluarga Miller?” Albert pura-pura bertanya meski ia sudah tahu dan masih ingat.Richard mengangguk memberi hormat. “Anda benar, Tuan Shawn. Aku, Richard Forger, menantu dari Harris Miller.”“Ha ha ha! Tahun lalu ayah mertuamu menjadi bahan olok-olokan dari seluruh tamu undangan. Itu sebabnya sekarang ia menyerahkan tugas ini kepadamu?” Albert Shawn terkekeh sembari menuding ke arah bingkisan besar yang diletakkan di atas meja.Dengan dahi berkerut, Albert Shawn bertanya pada Richard, “Jadi, rongsokan apa yang ingin kau persembahkan
Ketika Richard membuka bingkisan yang berada di atas meja, orang-orang masih sibuk menertawakan Richard. Mereka semua tak sabar kapan bingkisan itu akan terbuka dan saat itulah mereka lagi-lagi akan mempermalukan Richard Forger.“Tunggu…”Richard menghentikan aktivitasnya, menoleh pada seseorang dari barisan tamu undangan yang berteriak lantang. Karena tak mengenal sosok tersebut, Richard hanya meresponnya dengan kerutan di dahi, sebuah gesture bahwa Richard tak mengerti maksud pria itu.Tamu undangan yang lain pun turut menolehkan kepala pada sosok pria yang berteriak. Itu adalah Jacquie Loid, seorang pengusaha kaya yang dikabarkan baru-baru ini telah membeli seluruh lahan di Fort Regan Avenue.“Jacquie, mengapa kau menahannya?!” Tamu lain memprotes menanyakan alasan Jacquie Loid.Jacquie Loid berjalan maju lalu membungkuk hormat kepada Albert Shawn, ia meminta izin untuk menyampaikan beberapa kalimat sebelum Richard membuka bingkisannya secara penuh.Ketika Albert Shawn menganggukka
Mula-mula, ketika Richard telah membuka separuh bingkisannya dan mempertontonkan sebentuk patung Sphinx kuno, seorang tamu undangan yang memiliki keahlian di bidang Arkeologi berjalan maju ke depan. Hal itu membuat tamu undangan lain berdebar khawatir karena ahli arkeolog tersebut tampak tak bisa berhenti menggelengkan kepala.Mengetahui ada seorang ahli arkeologi yang mengamati patungnya, Richard mengangguk lalu mengelus permukaan patung Sphinx di atas meja.“Ketika kamu mengusapkan telapak tanganmu ke pipinya, sebuah sensasi asing akan menggelayut di kepalamu. Kota bawah laut tertua, Pavlopetri, akan tergambar otomatis bersamaan dengan saat kau menikmati lekuk-lekuk artefak ini.” Richard mulai memperkenalkan kado yang ia persembahkan untuk Albert Shawn.Jika sebelumnya para tamu undangan tak sabar ingin mempermalukan Richard, kali itu mereka semua terpaku diam mendengarkan cerita panjang dari Richard tentang kejayaan kota yang telah tenggelam. Para tamu undangan melamun membayangkan
“Ehm… Maaf, bahkan, tanpa melihat dengan detail pun, kami sudah bisa memastikan bahwa artefak milikmu itu palsu, Tuan Forger!”Laurie bergumam sembari membenarkan tatanan kaca matanya yang sedikit melorot. Tak lupa, ia membungkuk memberi hormat kepada Albert Shawn bersama dengan dua rekannya yang lain.“Nona pakar, sepertinya anda salah mengenakan kaca mata.” Richard masih terlihat cukup tenang meski para hadirin telah gaduh setelah Laurie mengeluarkan statement yang tegas. “Atau, coba kemarikan kaca mata anda, mungkin ada debu atau semut yang menempel di kaca depannya.” Richard yang mulai mencium aroma kelicikan Julius, tampak mulai tak mau diintimidasi oleh tiga pakar.“Ha ha! Ada debu di kaca mataku katamu?! Kaca mataku ini bahkan jauh lebih berharga dari harga dua ginjalmu! Asal kau tahu saja, andai ada ketombe dari rambutmu yang jatuh ke permukaan tuxedomu, aku akan bisa menyaksikannya dari sini!”Richard Forger bertepuk tangan, melihat wajah sinis yang Laurie tunjukkan kepadanya