"Aku adalah Mila Smith, orang yang waktu itu menabrak mu di Kota Asland. Aku dengar, kamu menderita lumpuh dan tidak bisa berjalan setelahnya." ucap Mila. "Bisakah kita bicara empat mata?" tanya Mila kemudian. Ronald mengangguk setuju. Mereka berdua kemudian segera pergi ke sebuah kafe untuk mengobrol. Para anak buah yang mengikuti Mila akhirnya disuruh pulang. "Jadi kamu yang menabrak ku? Kenapa waktu itu aku tidak melihat mu? Kau melarikan diri?" tanya Ronald. Ia memang tidak pernah melihat Mila sebagai orang yang menabraknya. "Aku tidak melarikan diri. Aku telah bertanggung jawab dengan membayar lunas semua biaya rumah sakit. Bahkan saat mendengar kamu lumpuh, aku tidak langsung pulang ke kota Xudong dan tetap menunggu mu di sana. Aku setiap hari memantau kondisi mu. Aku pun terkejut ketika mengetahui Kiyai yang kau selamatkan malah menikahkan putrinya yang seorang ustadzah kepadamu." ucap Mila. "Oh, jadi kau memantau ku selama ini?" tanya Ronald.
"Allahu Akbar Allahu Akbar!" Wajah Ronald berbinar-binar saat mendengarnya. Suara adzan Maghrib ini memang sudah sedari tadi ia nanti-nantikan. Bukan karena suara adzan yang merdu atau karena waktu sholatnya, namun karena waktu berbuka yang Ronald nantikan. "Hahaha, akhirnya aku berhasil melewati satu hari. Aisyah, ada apa saja sebagai menu buka kali ini?" tanya Ronald kepada istrinya dengan sangat bersemangat. Aisyah tersenyum bahagia, ia kemudian menunjuk ke arah meja makan. "Kau lihat saja sendiri, ada apa di sana." ucap Aisyah. Ronald kemudian memperhatikan ke arah meja dan menemukan dua porsi es teler. "Hanya, es itu saja?" Ronald seketika protes saat melihat hanya ada dua porsi es teler. "Iya, memangnya kenapa?" tanya Aisyah sambil buru-buru memberikan es teler itu kepada Ronald. Ronald yang sudah menegang es teler yang porsinya pun tidak banyak, kini merasa kecewa. "Ini saja? Bagaimana aku mau kenyang coba? Kamu mengerti
"Ferdi? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ronald. "Aku banyak berhutang pada Tuan Ronald, mana mungkin aku melupakanmu? Jika mau, Tuan Ronald bisa kembali menjadi ketua gangster Naga Hitam." ucap Ferdi. "Sayangnya, aku tidak akan pernah terjun ke dunia kriminal lagi. Aku akan menjalani kehidupan yang damai bersama istriku sekaligus memenuhi janji pada adikku." Ronald kemudian menyentuh pundak Ferdi dan kembali berkata, "Kumohon jangan mengusik hidupku lagi, aku sudah bisa menjalani kehidupan yang tenang sekarang ini." ucap Ronald. "Aku sudah menduga jawaban ini akan keluar dari mulut Tuan Ronald. Aku pun tidak bisa memaksa, hanya meminta satu permohonan saja." ucap Ferdi. "Ada apa?""Bisakah Tuan Ronald ikut bersamaku dan pergi ke suatu tempat? Ada orang yang sudah menunggu Tuan Ronald di sana." ucap Ferdi. "Tidak lama kan? Aku harus pergi menjemput istriku di masjid," ucap Ronald. "Tidak lama kok, hanya menemui orang itu saja. Setelahnya terserah pada Tuan Ronald." kata Ferdi
Ronald kini telah berdiri di depan sebuah masjid, tempat Aisyah melaksanakan sholat tarawih. Ferdi terlihat berada di belakang Ronald, sebab ingin melihat Aisyah. "Kau lihat dia? Itulah Aisyah, istriku." kata Yoga saat menunjuk seorang gadis bercadar yang duduk di teras masjid. Terlihat orang-orang sudah mulai pulang, sebab sholat tarawih memang sudah berakhir. "Wajahnya saja tidak kelihatan, Tuan Ronald mengenalinya dari apa?" tanya Ferdi. Ronald terdiam, ia juga tidak tahu mengapa bisa mengidentifikasi istrinya dengan sangat mudah. "Baiklah, aku tidak akan mengganggu urusan pribadi Tuan Ronald lagi. Mulai besok aku akan menempatkan orang untuk mengawasi apartemen dan melindungi Aisyah." kata Ferdi kemudian pergi dengan menggunakan mobilnya. Ronald yang kini menatap istrinya, tersenyum saat memperhatikannya. Tampak Aisyah juga sedang menelepon dengan seseorang. [Aku baik-baik saja sekarang. Kami tinggal di sebuah apartemen, suamiku juga sudah mendapatkan pekerjaan. Ia menepati j
Aisyah terkejut ketika menemukan fakta bahwa suaminya itu sudah mabuk berat. Sesaat setelah membukakan pintu, Ronald seketika masuk begitu saja. Aisyah hanya bisa geleng-geleng kepala saat melihat suaminya itu. Setelah menutup pintu, Aisyah kemudian menghampiri suaminya yang sudah terkapar di sebuah sofa. "Suamiku, kenapa kamu pergi minum khamar? Bahkan di bulan suci Ramadhan ini? Gila, aku baru saja membanggakan mu yang sudah mau berubah. kenapa malah terjerumus seperti ini lagi?" tanya Aisyah dengan sangat kesal. Ia baru saja memarahi suaminya. Hal yang terjadi selanjutnya sungguh diluar nalar. Ia benar-benar terkejut tatkala tiba-tiba Ronald berdiri dan langsung mengecup bibir Aisyah. Aisyah sempat melawan dan sedetik kemudian ia mendorong Ronald. Bukan karena tidak mau atau tidak rela dicium oleh suaminya, namun karena bau alkohol di mulut Ronald yang membuat Aisyah tidak nyaman. "Kau terlihat sangat cantik ketika mara
"Maaf Aisyah." kata Ronald. Ia masih terpikirkan masalah semalam dan merasa bersalah. "Maaf untuk apa?" tanya Aisyah. Aisyah dan Ronald saat itu masih di meja makan. Sedang makan sahur. "Untuk semalam, aku benar-benar tidak sengaja." kata Ronald sambil membayangkan peristiwa semalam. "Sebagai seorang Ustadzah, aku paham dan mengerti kewajiban-kewajiban ku sebagai seorang istri. Sejak hari pertama menikah, aku sudah memantapkan hatiku dari segala keadaan yang mungkin terjadi.""Bahkan jika kau mau, kita bisa melakukannya kapan saja. Hanya saja, kamu tidak pernah berinisiatif dan baru malam ini. Apalagi, adalah halal bagi seorang suami istri untuk melakukannya. Jadi apa yang harus kau minta maaf?" tanya Aisyah. "Hanya saja... aku tidak suka bau alkohol. Kau benar-benar menyiksaku semalam. Aku merasa tidak nyaman dengan bau alkohol itu," kata Aisyah yang saat itu baru saja menyuapi mulutnya ikan tumis. Aisyah menatap Ronald dan kemudian memegang t
"Ronald, bawalah beberapa makanan pulang. Mungkin ini akan sangat berguna untuk buka puasa mu." Bos Ronald menawarkan agar Ronald membawa makanan pulang. "Maaf Bos, tapi sepertinya istriku memasak untuk menu buka puasaku. Jika aku membawa pulang makanan, maka sama saja aku tidak menghargai usahanya itu. Makanan juga pada akhirnya akan terbuang dan Mubazir. Lebih tidak usah." kata Ronald. Untungnya, Bosnya itu mengerti dan hanya tersenyum. Ia pun tidak tersinggung. "Alhamdulillah... hari pertama bekerja telah berlalu begitu saja." batin Ronald. Ia kemudian merogoh kocek dan mengeluarkan sepuluh lembar uang seratus ribu. "Orang itu sekali memberi Tip langsung satu juta. Benar-benar, orang kaya mah bebas. Apalah aku yang miskin ini?" pikir Ronald. Ia juga merasa sedikit senang bisa mendapatkan uang halal senilai satu juta. Mungkin dulu Ronald bisa meraih milliaran bahkan Trilliunan dari hasil kegiatan ilegal. Namun itu semua adalah uang haram. Ronald
Di sebuah ruangan tertutup dimana ada sebuah sofa dan meja--yang lokasinya entah dimana, Ronald dan Ferdi kini melakukan pertemuan. Lisa juga hadir di tempat itu. "Bagaimana dengan permintaanku kemarin? Apakah kau sudah menaruh orang untuk mengawasi istriku?" kata Ronald. Ia khawatir saat mendengar bahwa Randy Ferguson sudah berada di kota Xudong. "Jennifer lah yang akan melindungi istrimu Aisyah mulai dari sekarang. Aku juga menempatkan seratus orang untuk membantu Jennifer. Sementara aku akan kembali, Geng Naga Hitam membutuhkan ku sebagai pemimpinnya." kata Ferdi. Ronald merasa tidak nyaman ketika Lisa yang akan menjaga istrinya ketika ia pergi bekerja. Ronald saat ini kurang bisa percaya pada Lisa. "Aku akan melakukan semua yang aku bisa demi melindungi istrimu itu. Aku berjanji," kata Lisa. Ronald menaikkan alisnya sebelah. Bagaimanapun, Lisa pernah sakit hati padanya karena dia menikah dengan Aisyah dan bukan dengan Lisa. Akan selalu ada kemungkinan Lisa akan membahayakan i
Dari belakang pria yang menodongkan pistol, muncul seorang pria kurus dengan membawa alat pemukul bola bisbol. Dengan wajah tersenyum, ia mulai memukuli sang pria bejat sambil berkata, "Beraninya kau memaksa nafsumu pada wanita tidak berdosa, mati saja kau!" Aisyah segera ditarik keluar dari ruangan itu. Sementara dua orang mulai memukuli pria bejat itu.Orang itu terus memukuli sampai tongkat bisbolnya hancur. Beberapa tembakan juga menembus kaki dan tangan pria hidung belang itu. Aisyah berhasil diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan hal intim. Meskipun sebenarnya itu sudah termasuk pelecehan. Aisyah segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, Ronald terlihat lemas. Ia nyaris tak lagi memiliki tenaga untuk melawan. Andai saja Ronald tidak diikat menggunakan rantai, Enzo dan Frigia beserta anak buahnya telah wafat. "Bagaimana rasanya melihat orang-orang yang kau sayangi di perlakukan seperti ini?" tanya Enzo, mencengkeram rahang bawah wajah Ronald. "Akan ada seseoran
Aisyah menangis ketika melihat Rian dipukuli tanpa boleh melawan. Kepalanya kini telah berlumuran darah. Tapi tatapan Rian tetap tertuju pada ibu angkatnya. Dalam hati, Rian hanya ingin melindungi Aisyah. Meskipun sebenarnya ia tidak sanggup dan tidak dapat melakukan apapun. Pada akhirnya, Rian harus pingsan lantaran tubuhnya sudah tidak sanggup dipukuli lagi. Setelah puas melihat adegan itu, Frigia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Aisyah dan Rian pergi menemui Ronald di kota Chester. ***Di sebuah gudang besar dengan lampu yang sedikit redup. Terlihat Ronald yang sedang diikat dengan rantai. Tampak sangat jelas di tangannya ada bekas jahitan. Sepertinya Enzo memang tidak membiarkan Ronald mati dengan mudah. Hanya karena ingin melihatnya mati perlahan. Bagaimanapun, Enzo juga memiliki dendam kesumat dengan Ronald. Karena telah membunuh kedua putra kesayangannya. Ketika Ronald membuka matanya, ia menatap Enzo penuh kemarahan. "Tidak perduli kau menyiksaku bagaimana, itu t
Melihat Ferdi ditembak mati, Ronald akhirnya murka. Ia mengeluarkan dua pistol dan menembak dengan sangat cepat. Setiap peluru yang dilepaskan mengenai jantung dan langsung membuat korbannya meninggal dunia. Namun, jumlah yang harus dilawan oleh Ronald ada puluhan. Dan masing-masing dari mereka telah membidik Ronald sejak awal. Sehingga, sebuah peluru mengenai lengan kiri dan kanannya. Nasib Lisa juga tidak kalah mengenaskan. Lengan kanan dan kirinya terluka akibat serangan peluru. Itu membuat Lisa tidak mampu mengangkat pistolnya untuk menyerang. Seseorang mendekat dan memukul kepala Lisa dengan keras, sampai ia pingsan. Sementara Ronald, ia mengeluarkan belati dan menyerang orang yang hendak menangkapnya. "Sudah terluka parah dan kau masih melawan? Ronald... kau memang tidak pernah mengecewakan ku." kata Enzo dari jauh. Ronald bergerak sangat cepat, membunuh delapan orang dengan belati, kemudian sesekali menggunakan pistol untuk menembak. Tangannya yang terluka karena peluru
Ronald sekeluarga akhirnya sampai di desa Routh setelah menempuh perjalanan. Kedatangan Ronald disambut baik oleh para warga di desa Routh. Aisyah kemudian dibawa masuk ke rumah besar, yang dulunya adalah kediaman Tuan George. "Rumah ini dulu adalah rumah milik tuan George, tapi sekarang tidak lagi. Rumah ini sudah dijadikan tempat pemerintahan desa Routh. Kantor desa, puskesmas, perpustakaan, dan balai desa, bahkan juga sekolah di bangun di halaman belakang. Semuanya menyatu di tempat ini." kata seorang penatua desa. Dia bernama Jigar. Seseorang yang dituakan dan dihormati di desa Routh. "Sepertinya desa ini mengalami perkembangan. Aku ikut senang melihatnya." kata Ronald. "Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Tuan Ronald. Kau tahu, banyak warga desa menatap patung mu di lapangan dengan ekspresi kagum. Mereka menjadikan mu sebagai sesuatu yang harus dicontoh. Anak-anak rajin belajar, berinovasi, dan kreatif. Ada juga yang berlatih beladiri agar kelak bisa menjadi sepert
"Jika Ayah nanti pergi, tolong jaga Aisyah seperti kamu menjaga ibu kandung mu." kata Ronald, sedang berjalan menuju apartemennya. "Aku sudah menganggap ayah dan ibu sebagai keluargaku, aku pasti akan melindungi ibu dengan segenap kemampuan ku." kata Rian. "Kau juga jangan malas latihan. Meski aku belum mengajari mu bertarung, tapi kau harus memperkuat fisik mu dengan latihan berat setiap hari sebagai pondasi." "Jangan meremehkan konsisten, bahkan batu yang sangat keras sekalipun dapat dilubangi dengan setetes air yang dijatuhkan dengan konsisten. Begitupun dengan tubuhmu, meski kau lemah, jika kau konsisten untuk berlatih, maka kau akan menjadi sangat kuat nantinya." kata Ronald. "Aku akan mengingatnya, Ayah!" kata Rian. Ronald tersenyum. Akhirnya Ronald dan Rian sampai di apartemen. "Apa yang ingin kau lakukan di luar kota?" tanya Aisyah. "Hanya urusan mendadak. Ini mengenai teman-temanku, Aisyah. Tolong pengertiannya." kata Ronald. Aisyah menghela napas. "Aku ikut saja den
Beberapa hari berlalu, Ronald dan Rian keluar untuk bekerja di restoran ketika pagi hari.Ketika baru saja keluar dari apartemen, langkah Ronald terhenti ketika melihat pria tua dengan pakaian compang-camping dari seberang jalan."Ayah, kasihan banget orang itu. Bagaimana kalau kita kasih sedikit uang?" tanya Rian. Ronald tersenyum dan menjawab, "Jangan lihat dirinya yang tua dan penampilan yang lusuh. Dia itu adalah orang yang sangat berbahaya. Kau harus menjauh darinya." Ronald berjalan, Rian mengejar dari belakang, memegang tangan Ronald dan bertanya, "Kenapa? Kelihatannya dia cuma kakek-kakek tua yang kasihan." Rian kemudian kaget saat tiba-tiba tangan seorang kakek tua berada di pundaknya. "Nak, apa yang ayahmu katakan benar." pria tua itu kemudian berada di depan Rian sambil tersenyum. "Kau tampan dan gagah seperti ayahmu," kata pria tua itu. Ronald menangkap tangan pria tua dan menjauhkannya dari Rian. "Apa yang kau inginkan? Sudah lebih sepuluh tahun, kita juga tidak ad
Ronald kini tersenyum ketika melihat Aisyah sang istri sudah berada di depan pintu. "Baiklah, Rian. Kita sudahi saja malam ini. Kita pergi makan dulu, atau Ibu Aisyah akan marah nantinya." kata Ronald yang kini mencoba untuk bercanda. Namun terasa garing. Baik itu Rian dan Aisyah, tidak ada yang tertawa. Pada akhirnya mereka bertiga kini sudah duduk di meja makan. "Bagaimana perkembangan latihan mu?" tanya Aisyah pada Rian."Baru saja mulai, aku belum latihan bertarung sama sekali. Aku cuman disuruh push up oleh Ayah." kata Rian. "Hey, kekuatan fisik memang selalu menjadi poin utama untuk mempelajari suatu keterampilan beladiri. Kamu jangan terburu-buru, kamu harus sabar jika ingin mendapatkan hasil yang baik." kata Ronald. "Betul kata Ayahmu. Bagaimanapun, aku ikut senang melihat kegigihan mu untuk berlatih." kata Aisyah. Ia tersenyum dan senang melihat Rian sebab ia tahu kalau Rian mempunyai tujuan mulia. Yakni menjadi seorang yang menegakkan keadilan di masa depan. "Baiklah,
"Tuan Ronald, aku tidak menyangka bahwa itu kamu. Ada apa Tuan Ronald mengikuti pertandingan semacam ini?" kata Lisa."Justru aku yang seharusnya sangat terkejut. Awalnya aku kira sang juara bertahan adalah seorang pemuda bertubuh kekar yang sangat berbakat. Tapi ternyata adalah seorang wanita dan wanita itu adalah orang yang aku kenal." kata Ronald. "Tujuan Tuan Ronald ikut di acara seperti ini, memangnya untuk apa?" tanya Lisa. "Sederhana saja, aku membutuhkan uangnya. Aku ingin mendapatkan uang dengan berusaha sendiri. Setelah memenangkan pertandingan ini, seharusnya uang hadiahnya akan menjadi uang halal bukan?" kata Ronald. Lisa kemudian segera menaikkan alisnya sebelah merasa sangat heran. Namun ia kemudian menghela napas. "Hey aku tidak membayar untuk melihat kalian mengobrol!" "Apa yang kalian lakukan? Ayo bertarung!""Dewi ku, hajar bajingan itu sampai mampus.""Ada apa dengan mereka? Sedang bernegosiasi kah?" Berbagai gosip kini mengudara. Suara gemuruh dari para penon
Inspektur Eva kini di rumahnya yang terletak agak jauh dari apartemen tempat Ronald tinggal. "Beginilah mudahnya aku mendapatkan uang. Lama-lama, aku akan menjadi seorang yang sangat kaya. Aku senang dengan pekerjaanku sekarang." kata Inspektur Eva. Ia kemudian membuka brangkas besar miliknya dan mulai memindahkan segepok demi segepok uang. Sampai pada akhirnya, mata Eva terbuka lebar saat melihat apa yang ada di bawah uang-uang itu. Duar!Terdengar suara ledakan keras di sebuah rumah klasik ukuran delapan kali dua belas meter. Rumah yang cukup besar. Inspektur Eva meninggal seketika. Sementara itu di seberang jalan rumah. Ronald dan Rian kini tersenyum melihat ledakan di salah satu ruangan di rumah itu. Hingga mengakibatkan kebakaran. "Ayah benar, sesuai prediksi. Dia benar-benar meninggal saat memindahkan uang-uang itu dari dalam koper." kata Rian. "Inilah yang akan didapatkan oleh orang yang dengan berani membuatku merasakan bagaimana rasanya dipenjara walau sebenarnya aku ti