"Ronald, bawalah beberapa makanan pulang. Mungkin ini akan sangat berguna untuk buka puasa mu." Bos Ronald menawarkan agar Ronald membawa makanan pulang. "Maaf Bos, tapi sepertinya istriku memasak untuk menu buka puasaku. Jika aku membawa pulang makanan, maka sama saja aku tidak menghargai usahanya itu. Makanan juga pada akhirnya akan terbuang dan Mubazir. Lebih tidak usah." kata Ronald. Untungnya, Bosnya itu mengerti dan hanya tersenyum. Ia pun tidak tersinggung. "Alhamdulillah... hari pertama bekerja telah berlalu begitu saja." batin Ronald. Ia kemudian merogoh kocek dan mengeluarkan sepuluh lembar uang seratus ribu. "Orang itu sekali memberi Tip langsung satu juta. Benar-benar, orang kaya mah bebas. Apalah aku yang miskin ini?" pikir Ronald. Ia juga merasa sedikit senang bisa mendapatkan uang halal senilai satu juta. Mungkin dulu Ronald bisa meraih milliaran bahkan Trilliunan dari hasil kegiatan ilegal. Namun itu semua adalah uang haram. Ronald
Di sebuah ruangan tertutup dimana ada sebuah sofa dan meja--yang lokasinya entah dimana, Ronald dan Ferdi kini melakukan pertemuan. Lisa juga hadir di tempat itu. "Bagaimana dengan permintaanku kemarin? Apakah kau sudah menaruh orang untuk mengawasi istriku?" kata Ronald. Ia khawatir saat mendengar bahwa Randy Ferguson sudah berada di kota Xudong. "Jennifer lah yang akan melindungi istrimu Aisyah mulai dari sekarang. Aku juga menempatkan seratus orang untuk membantu Jennifer. Sementara aku akan kembali, Geng Naga Hitam membutuhkan ku sebagai pemimpinnya." kata Ferdi. Ronald merasa tidak nyaman ketika Lisa yang akan menjaga istrinya ketika ia pergi bekerja. Ronald saat ini kurang bisa percaya pada Lisa. "Aku akan melakukan semua yang aku bisa demi melindungi istrimu itu. Aku berjanji," kata Lisa. Ronald menaikkan alisnya sebelah. Bagaimanapun, Lisa pernah sakit hati padanya karena dia menikah dengan Aisyah dan bukan dengan Lisa. Akan selalu ada kemungkinan Lisa akan membahayakan i
Ronald kini memojokkan Aisyah hingga ke tembok. Dirinya pun sudah sangat dekat. "Kau bertanya padaku, aku mau apa?" tanya Ronald. Aisyah menelan liur, ia mengerti maksud Ronald. "Tadi subuh saat makan sahur, bukankah kau sendiri yang mengatakan, bahwa adalah halal bagiku jika ingin berhubungan denganmu?" kata Ronald mulai menggoda istrinya. Aisyah kini terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Saat itu, Aisyah kembali teringat kejadian kemarin dimana betapa ganasnya Ronald, membuat Aisyah kewalahan. Saat Ronald mendekatkan bibirnya, Aisyah kemudian menutup matanya, siap menyambut bibir Ronald. Namun siapa yang akan menyangka, ternyata Ronald tidaklah serius. Ia pun hanya tersenyum menatap istrinya yang tengah menutup mata dan bersiap menyambut ciumannya. Jadi telunjuk Ronald kemudian menyentuh hidung Aisyah dan lalu Ronald tertawa. "Kau terlihat sangat cantik ketika merasa malu yah? Lihatlah tingkah mu, kau begitu lucu." kata Ronald. Hal itu membuat Aisyah bete. Saat dirin
Pada pagi hari, Ronald kini akan segera berangkat untuk bekerja. Rasanya ia berat ingin meninggalkan istrinya di rumah. "Kau berhati-hatilah," kata Aisyah. Ronald tersenyum sebelum akhirnya berangkat. Saat keluar dari apartemen, Ronald bisa menemukan beberapa orang preman suruhan Ferdi yang sedang berjaga. Mereka kebanyakan menyamar. Ada yang menjadi satpam, ada yang nongkrong di sekitar bangunan apartemen dan sedang bermain kartu, kemudian pandangan Ronald terkunci pada seorang gadis di hadapannya. Ronald kemudian menghampirinya dan berkata, "Sekarang masih jam 6 pagi. Seharusnya masih sempat untuk mengantar Ferdi ke Bandara bukan?" kata Ronald. Ternyata, gadis cantik di hadapannya adalah Lisa. "Yah, aku di sini memang demi mengantar mu ke Bandara." kata Lisa. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam mobil yang telah disediakan. Ronald dan Lisa tidak ada yang dibicarakan selama perjalanan. Bandara Internasional Kota Xudong ..."Tuan Ronald, akhirnya kau datang juga. Tidak lama l
"Sekarang kau pergi atau aku akan membunuh mu!" seru Ronald dengan mengecilkan suaranya, agar hanya Randy dan Gabriel yang mendengarnya."Tentu saja kau tahu bagaimana diriku. Percayalah, jika kesabaran ku sudah habis, aku tidak akan perduli akan apapun lagi dan langsung membunuh kalian berdua disini, di depan semua orang." kata Ronald mengancam. Gabriel dan Randy kini menahan napas, Ronald tidak pernah bercanda pada musuh-musuhnya. Jika dia bilang akan membunuh, maka Ronald pasti akan membunuh. Apalagi Ronald adalah tipe orang yang selalu menepati kata-katanya. "Kenapa? Kau tidak percaya?" tanya Ronald. Randy seketika berdiri dan langsung menarik tangan adiknya Gabriel. Mereka berdua pun segera pergi dari restoran itu. "Kak, kenapa kita harus pergi?" kata Gabriel kesal saat sudah berada di luar restoran, tepatnya di halaman parkir. "Kamu saja sampai ketakutan seperti itu, apalagi Ronald sudah mengancam kita. Apakah sudah tidak ingin nyawamu lagi?" kata Randy. "Sial, kenapa bel
"Ronald," kata Lisa saat mencegat Ronald untuk masuk ke gedung apartemen. "Ada apa?" tanya Ronald. "A-aku ... sudahlah lupakan saja!" kata Lisa kemudian segera pergi begitu saja. "Ada apa dengan Lisa kali ini?" Ronald menaikkan alisnya sebelah merasa heran atas apa yang terjadi. Andai kata Ronald tidak sedang terburu-buru karena waktu buka yang sudah mepet, ia pasti akan mengejar Lisa dan segera bertanya. Namun ia tidak punya waktu sekarang ini. Ronald kemudian masuk ke dalam apartemen. "Allahuakbar Allahuakbar!" Ronald tersenyum senang saat menyadari kini akhirnya waktu berbuka. Semenjak bulan ramadhan, suara yang paling Ronald rindukan adalah adzan Maghrib. Bukan karena ingin sholat, tapi karena menunggu waktu buka. Ronald tersenyum saat melihat berbagai hidangan pembuka seperti es buah dan lain sebagainya. "Ronald, saat lebaran nanti, kita akan kembali bukan?" kata Aisyah. Ronald terdiam, sebelum akhirnya menghela napas. "Kita akan mudik dan menemui Abah dan Umi mu. Tap
"Aisyah, kamu hanya perlu mengerti bahwa semua ini aku lakukan demi kebaikan kita semua. Aku juga terpaksa menjalani kehidupan yang seperti ini." kata Ronald saat memeluk istrinya. Aisyah hanya terdiam saat itu. Subuh hari kemudian ...Ronald saat itu sudah tertidur pulas. Sementara Aisyah masih belum bisa tidur karena memikirkan kejadian semalam. Saat melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul 03.00 dini hari, Aisyah menghela napas sebelum akhirnya bergegas menyiapkan makanan sahur untuk suaminya. Setelah semuanya siap, Aisyah kini berjalan dan kemudian berdiri di samping Ronald yang sedang tidur di sofa. "Suamiku, bangunlah! Ini sudah waktunya makan sahur." kata Aisyah. Setelah beberapa kali di coba, Ronald akhirnya bangun. Ia segera cuci muka dan kini berada di meja makan."Kamu tidak puasa lagi yah?" tanya Ronald. Aisyah hanya mengangguk. "Aku masih berhalangan." kata Aisyah. "Setidaknya, makanlah sesuatu. Aku tidak nyaman makan sendiri. Apalagi melihat kamu yang kerj
Aisyah terdiam ketika Ronald akhirnya mengungkapkan perasaannya. Aisyah pun menyadari, kalau dirinya sudah mencintai Ronald, tapi entah sejak kapan. "Aku senang mendengarnya," balas Aisyah singkat. Mereka berdua kemudian menikmati keindahan alam melalui sebuah villa sederhana. "Allahuakbar Allahuakbar!" Suara adzan yang terdengar kini membuat Ronald tersenyum. Sudah saatnya berbuka puasa. Ini adalah hari ketiga dan Ronald telah melaluinya. "Maaf pak, aku terlambat membawakan makanan yang Pak Ronald pesan." seorang remaja kini menghampiri Ronald menggunakan sepeda. "Tidak masalah, apakah kamu berpuasa?" tanya Ronald. "Ia, maka dari aku buru-buru untuk kembali agar bisa segera berbuka." kata remaja itu. Ronald tersenyum. "Tinggallah dan mari kita berbuka bersama." kata Ronald. Demi dapat menikmati matahari yang terbenam perlahan, sebuah meja diangkat keluar di teras Villa, lengkap dengan tiga buah kursi. "Paman, apakah tidak apa jika aku ikut berbuka? Inikan pesanan paman." kat
Dari belakang pria yang menodongkan pistol, muncul seorang pria kurus dengan membawa alat pemukul bola bisbol. Dengan wajah tersenyum, ia mulai memukuli sang pria bejat sambil berkata, "Beraninya kau memaksa nafsumu pada wanita tidak berdosa, mati saja kau!" Aisyah segera ditarik keluar dari ruangan itu. Sementara dua orang mulai memukuli pria bejat itu.Orang itu terus memukuli sampai tongkat bisbolnya hancur. Beberapa tembakan juga menembus kaki dan tangan pria hidung belang itu. Aisyah berhasil diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan hal intim. Meskipun sebenarnya itu sudah termasuk pelecehan. Aisyah segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, Ronald terlihat lemas. Ia nyaris tak lagi memiliki tenaga untuk melawan. Andai saja Ronald tidak diikat menggunakan rantai, Enzo dan Frigia beserta anak buahnya telah wafat. "Bagaimana rasanya melihat orang-orang yang kau sayangi di perlakukan seperti ini?" tanya Enzo, mencengkeram rahang bawah wajah Ronald. "Akan ada seseoran
Aisyah menangis ketika melihat Rian dipukuli tanpa boleh melawan. Kepalanya kini telah berlumuran darah. Tapi tatapan Rian tetap tertuju pada ibu angkatnya. Dalam hati, Rian hanya ingin melindungi Aisyah. Meskipun sebenarnya ia tidak sanggup dan tidak dapat melakukan apapun. Pada akhirnya, Rian harus pingsan lantaran tubuhnya sudah tidak sanggup dipukuli lagi. Setelah puas melihat adegan itu, Frigia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Aisyah dan Rian pergi menemui Ronald di kota Chester. ***Di sebuah gudang besar dengan lampu yang sedikit redup. Terlihat Ronald yang sedang diikat dengan rantai. Tampak sangat jelas di tangannya ada bekas jahitan. Sepertinya Enzo memang tidak membiarkan Ronald mati dengan mudah. Hanya karena ingin melihatnya mati perlahan. Bagaimanapun, Enzo juga memiliki dendam kesumat dengan Ronald. Karena telah membunuh kedua putra kesayangannya. Ketika Ronald membuka matanya, ia menatap Enzo penuh kemarahan. "Tidak perduli kau menyiksaku bagaimana, itu t
Melihat Ferdi ditembak mati, Ronald akhirnya murka. Ia mengeluarkan dua pistol dan menembak dengan sangat cepat. Setiap peluru yang dilepaskan mengenai jantung dan langsung membuat korbannya meninggal dunia. Namun, jumlah yang harus dilawan oleh Ronald ada puluhan. Dan masing-masing dari mereka telah membidik Ronald sejak awal. Sehingga, sebuah peluru mengenai lengan kiri dan kanannya. Nasib Lisa juga tidak kalah mengenaskan. Lengan kanan dan kirinya terluka akibat serangan peluru. Itu membuat Lisa tidak mampu mengangkat pistolnya untuk menyerang. Seseorang mendekat dan memukul kepala Lisa dengan keras, sampai ia pingsan. Sementara Ronald, ia mengeluarkan belati dan menyerang orang yang hendak menangkapnya. "Sudah terluka parah dan kau masih melawan? Ronald... kau memang tidak pernah mengecewakan ku." kata Enzo dari jauh. Ronald bergerak sangat cepat, membunuh delapan orang dengan belati, kemudian sesekali menggunakan pistol untuk menembak. Tangannya yang terluka karena peluru
Ronald sekeluarga akhirnya sampai di desa Routh setelah menempuh perjalanan. Kedatangan Ronald disambut baik oleh para warga di desa Routh. Aisyah kemudian dibawa masuk ke rumah besar, yang dulunya adalah kediaman Tuan George. "Rumah ini dulu adalah rumah milik tuan George, tapi sekarang tidak lagi. Rumah ini sudah dijadikan tempat pemerintahan desa Routh. Kantor desa, puskesmas, perpustakaan, dan balai desa, bahkan juga sekolah di bangun di halaman belakang. Semuanya menyatu di tempat ini." kata seorang penatua desa. Dia bernama Jigar. Seseorang yang dituakan dan dihormati di desa Routh. "Sepertinya desa ini mengalami perkembangan. Aku ikut senang melihatnya." kata Ronald. "Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Tuan Ronald. Kau tahu, banyak warga desa menatap patung mu di lapangan dengan ekspresi kagum. Mereka menjadikan mu sebagai sesuatu yang harus dicontoh. Anak-anak rajin belajar, berinovasi, dan kreatif. Ada juga yang berlatih beladiri agar kelak bisa menjadi sepert
"Jika Ayah nanti pergi, tolong jaga Aisyah seperti kamu menjaga ibu kandung mu." kata Ronald, sedang berjalan menuju apartemennya. "Aku sudah menganggap ayah dan ibu sebagai keluargaku, aku pasti akan melindungi ibu dengan segenap kemampuan ku." kata Rian. "Kau juga jangan malas latihan. Meski aku belum mengajari mu bertarung, tapi kau harus memperkuat fisik mu dengan latihan berat setiap hari sebagai pondasi." "Jangan meremehkan konsisten, bahkan batu yang sangat keras sekalipun dapat dilubangi dengan setetes air yang dijatuhkan dengan konsisten. Begitupun dengan tubuhmu, meski kau lemah, jika kau konsisten untuk berlatih, maka kau akan menjadi sangat kuat nantinya." kata Ronald. "Aku akan mengingatnya, Ayah!" kata Rian. Ronald tersenyum. Akhirnya Ronald dan Rian sampai di apartemen. "Apa yang ingin kau lakukan di luar kota?" tanya Aisyah. "Hanya urusan mendadak. Ini mengenai teman-temanku, Aisyah. Tolong pengertiannya." kata Ronald. Aisyah menghela napas. "Aku ikut saja den
Beberapa hari berlalu, Ronald dan Rian keluar untuk bekerja di restoran ketika pagi hari.Ketika baru saja keluar dari apartemen, langkah Ronald terhenti ketika melihat pria tua dengan pakaian compang-camping dari seberang jalan."Ayah, kasihan banget orang itu. Bagaimana kalau kita kasih sedikit uang?" tanya Rian. Ronald tersenyum dan menjawab, "Jangan lihat dirinya yang tua dan penampilan yang lusuh. Dia itu adalah orang yang sangat berbahaya. Kau harus menjauh darinya." Ronald berjalan, Rian mengejar dari belakang, memegang tangan Ronald dan bertanya, "Kenapa? Kelihatannya dia cuma kakek-kakek tua yang kasihan." Rian kemudian kaget saat tiba-tiba tangan seorang kakek tua berada di pundaknya. "Nak, apa yang ayahmu katakan benar." pria tua itu kemudian berada di depan Rian sambil tersenyum. "Kau tampan dan gagah seperti ayahmu," kata pria tua itu. Ronald menangkap tangan pria tua dan menjauhkannya dari Rian. "Apa yang kau inginkan? Sudah lebih sepuluh tahun, kita juga tidak ad
Ronald kini tersenyum ketika melihat Aisyah sang istri sudah berada di depan pintu. "Baiklah, Rian. Kita sudahi saja malam ini. Kita pergi makan dulu, atau Ibu Aisyah akan marah nantinya." kata Ronald yang kini mencoba untuk bercanda. Namun terasa garing. Baik itu Rian dan Aisyah, tidak ada yang tertawa. Pada akhirnya mereka bertiga kini sudah duduk di meja makan. "Bagaimana perkembangan latihan mu?" tanya Aisyah pada Rian."Baru saja mulai, aku belum latihan bertarung sama sekali. Aku cuman disuruh push up oleh Ayah." kata Rian. "Hey, kekuatan fisik memang selalu menjadi poin utama untuk mempelajari suatu keterampilan beladiri. Kamu jangan terburu-buru, kamu harus sabar jika ingin mendapatkan hasil yang baik." kata Ronald. "Betul kata Ayahmu. Bagaimanapun, aku ikut senang melihat kegigihan mu untuk berlatih." kata Aisyah. Ia tersenyum dan senang melihat Rian sebab ia tahu kalau Rian mempunyai tujuan mulia. Yakni menjadi seorang yang menegakkan keadilan di masa depan. "Baiklah,
"Tuan Ronald, aku tidak menyangka bahwa itu kamu. Ada apa Tuan Ronald mengikuti pertandingan semacam ini?" kata Lisa."Justru aku yang seharusnya sangat terkejut. Awalnya aku kira sang juara bertahan adalah seorang pemuda bertubuh kekar yang sangat berbakat. Tapi ternyata adalah seorang wanita dan wanita itu adalah orang yang aku kenal." kata Ronald. "Tujuan Tuan Ronald ikut di acara seperti ini, memangnya untuk apa?" tanya Lisa. "Sederhana saja, aku membutuhkan uangnya. Aku ingin mendapatkan uang dengan berusaha sendiri. Setelah memenangkan pertandingan ini, seharusnya uang hadiahnya akan menjadi uang halal bukan?" kata Ronald. Lisa kemudian segera menaikkan alisnya sebelah merasa sangat heran. Namun ia kemudian menghela napas. "Hey aku tidak membayar untuk melihat kalian mengobrol!" "Apa yang kalian lakukan? Ayo bertarung!""Dewi ku, hajar bajingan itu sampai mampus.""Ada apa dengan mereka? Sedang bernegosiasi kah?" Berbagai gosip kini mengudara. Suara gemuruh dari para penon
Inspektur Eva kini di rumahnya yang terletak agak jauh dari apartemen tempat Ronald tinggal. "Beginilah mudahnya aku mendapatkan uang. Lama-lama, aku akan menjadi seorang yang sangat kaya. Aku senang dengan pekerjaanku sekarang." kata Inspektur Eva. Ia kemudian membuka brangkas besar miliknya dan mulai memindahkan segepok demi segepok uang. Sampai pada akhirnya, mata Eva terbuka lebar saat melihat apa yang ada di bawah uang-uang itu. Duar!Terdengar suara ledakan keras di sebuah rumah klasik ukuran delapan kali dua belas meter. Rumah yang cukup besar. Inspektur Eva meninggal seketika. Sementara itu di seberang jalan rumah. Ronald dan Rian kini tersenyum melihat ledakan di salah satu ruangan di rumah itu. Hingga mengakibatkan kebakaran. "Ayah benar, sesuai prediksi. Dia benar-benar meninggal saat memindahkan uang-uang itu dari dalam koper." kata Rian. "Inilah yang akan didapatkan oleh orang yang dengan berani membuatku merasakan bagaimana rasanya dipenjara walau sebenarnya aku ti