Aisyah terdiam ketika Ronald akhirnya mengungkapkan perasaannya. Aisyah pun menyadari, kalau dirinya sudah mencintai Ronald, tapi entah sejak kapan. "Aku senang mendengarnya," balas Aisyah singkat. Mereka berdua kemudian menikmati keindahan alam melalui sebuah villa sederhana. "Allahuakbar Allahuakbar!" Suara adzan yang terdengar kini membuat Ronald tersenyum. Sudah saatnya berbuka puasa. Ini adalah hari ketiga dan Ronald telah melaluinya. "Maaf pak, aku terlambat membawakan makanan yang Pak Ronald pesan." seorang remaja kini menghampiri Ronald menggunakan sepeda. "Tidak masalah, apakah kamu berpuasa?" tanya Ronald. "Ia, maka dari aku buru-buru untuk kembali agar bisa segera berbuka." kata remaja itu. Ronald tersenyum. "Tinggallah dan mari kita berbuka bersama." kata Ronald. Demi dapat menikmati matahari yang terbenam perlahan, sebuah meja diangkat keluar di teras Villa, lengkap dengan tiga buah kursi. "Paman, apakah tidak apa jika aku ikut berbuka? Inikan pesanan paman." kat
Bab 32 : RianMelihat Ayahnya yang akhirnya mati, remaja itu menjadi sangat marah. "Sialan, sudah berapa banyak uang yang kami berikan, dan kau masih memperlakukan kami seperti ini? Aku tidak terima!" seru remaja itu kemudian segera menerjang ke depan, menggunakan sebuah pisau. Sial bagi remaja itu, ketika dirinya tiba-tiba terkena balok kayu tepat sebelum ia menusuk perut orang yang menampar ibunya. "Rian, jangan melawan dan larilah sejauh mungkin! Hidupmu lebih berharga, Nak! Aku dan Ayahmu sudah menyuruh mu untuk jangan kembali Sebelumnya, tapi kamu masih tidak mendengar." kata Ibu Rian. Rupanya, remaja itu bernama Rian. Nama yang sangat bagus! "Aku tidak akan pernah meninggalkan Ibu dan Ayah, aku akan melawan sekuat tenaga." kata Rian kesal. Tiba-tiba sebuah kaki ingin menendang kepala Rian. Namun tiba-tiba terdengar suara seperti sebuah tulang yang patah. Rian terkejut saat melihat Ronald sudah berada di tempat itu. "Berani sekali kau ingin menendang wajahnya," kata Ronald
Bab 33 : Anak angkat***"Rian, aku tidak akan meninggalkan mu dalam keadaan seperti ini. Aku akan disini bersamamu." kata Ronald. "Paman adalah orang yang baik. Aku tidak ingin Paman dalam bahaya karena ku. Tuan George bukanlah orang yang bisa paman singgung." kata Rian. Ia masih duduk lemas di lantai dengan ibunya yang masih berada di pangkuannya. "Nak, aku mengerti apa yang kamu katakan. Tapi aku sudah bertekad dan berjanji pada diriku akan membantumu. Aku tidak akan berhenti di tengah jalan." kata Ronald. "Aku tahu Paman memang hebat, tapi Tuan George setidaknya mempunyai ratusan anak buah. Terlebih mereka mempunyai banyak sekali senjata api. Paman yang hanya seorang diri hanya akan mengantarkan nyawa saja. Aku tidak mau melihat hal itu terjadi. Lebih baik paman membawa istri paman pulang. Biarkan aku yang menghadapi Tuan George." kata Rian. Rian tidak mau Ronald dan Aisyah yang notabenenya adalah orang asing bagi Rian ikut terlibat dalam masalahnya. "Aku tidak berpikir Bos G
Bab 34 : Anak angkat Part 2***"Aku harap Paman itu bisa menolong kami semua. Aku akan sangat berharap Paman itu akan berhasil menang melawan Tuan George." pikir Rian sangat berharap Ronald berhasil."Jika pada akhirnya Paman itu gagal, akan aku lakukan segalanya untuk melindungi Bibi ini." pikir Rian saat menatap Aisyah yang masih saja tidak sadarkan diri. Sementara itu, Ronald kini akhirnya sampai di depan sebuah gerbang besar. Kediaman Tuan George sangat besar dan megah, layaknya sebuah istana. "Berhenti, siapa itu!" dua orang preman amatir yang berjaga segera meneriaki Ronald yang masih di dalam mobil. Ronald kemudian tersenyum. Di pinggangnya sudah tersedia dua buah pistol dan belati. Ronald datang dengan penuh persiapan. Saat Ronald baru saja keluar, dua kali suara tembakan kemudian terdengar. Dua orang tadi kini mati dengan jantungnya yang sudah berlubang akibat peluru. Ternyata, Ronald mempunyai keahlian dalam membidik. Ia selalu telat sasaran dan ia juga bisa menembak d
Bab 35 : Resmi Menjadi Anak Angkat***Rian merasa sangat senang ketika melihat Tuan George yang sekarang terikat Ditambah mulutnya disumpal kaus kaki busuk agar tidak banyak bicara. "P-Paman? Paman berhasil? I-itu benar-benar Tuan George yang sangat kejam kan?" kata Rian yang seolah tidak percaya. Ia berjalan mendekat kemudian tanpa di suruh langsung memukul wajah Tuan George dengan keras. "Rian, pergi dan beri tahukan kepada semua penduduk desa bahwa Tuan George telah dikalahkan. Bagi siapapun yang mau datang membuat perhitungan terhadap Tuan George, bisa datang ke sini." kata Ronald. Mendengar hal itu, Rian semakin senang kemudian segera berlari dengan semua tenaga yang ia miliki. Padahal untuk jalan saja susah. Tapi karena saking senangnya, Rian tiba-tiba bisa berlari dengan sangat baik dan mengabaikan rasa sakitnya di kaki. "Tuan George telah dikalahkan! Tuan George telah dikalahkan!" Rian berlari sambil terus meneriakkan Kalimat yang sama. Saking gembiranya Rian. Ia kemudi
Bab 36 : Resmi Menjadi Anak angkat Part 2***Melihat begitu banyak warga yang antusias membawakan makanan untuknya, Ronald hanya bisa tersenyum. Ia bisa merasakan bagaimana besarnya rasa terima kasih para warga."Kawan-kawanku sekalian, karena sudah terlanjur datang. Maka mari kita rayakan dengan makan sahur bersama." kata Ronald.Para warga malah semakin senang mendengarnya. Ronald ternyata mau makan bersama. Halaman depan dari Villa sederhana itu kemudian akhirnya dijadikan tempat para warga makan bersama. Dari tua hingga muda, dari laki hingga perempuan, bisa dibilang satu warga kampung berkumpul di tempat ini. Membuat tempat yang sebenarnya luas, namun kini terasa sempit. "Kawan-kawanku sekalian, mati kita makan sahur bersama!" seru Ronald sebelum akhirnya mulai makan sahur bersama di halaman depan Villa itu. Setelah kenyang, kini Ronald melamun. "Entah diapakan Tuan George oleh mereka semua." pikir Ronald. Ia tiba-tiba terpikirkan nasib keluarga George yang mungkin hanya t
Bab 37 : Resmi Menjadi Anak angkat Part 3***Ronald dan Aisyah saat ini mengagumi pemandangan air terjun di hadapannya. Mereka berdua menghabiskan waktu beberapa jam di tempat itu. "Aisyah, tempat ini sangat bagus kan?" kata Ronald. Aisyah mengangguk beberapa kali. "Jika dipikir-pikir, hidup ini bagaikan air terjun. Yang apabila sekali terjun, maka tidak bisa kembali. Hanya bisa melanjutkan perjalanan sampai ke tempat tujuan." kata Ronald. Aisyah menghela napas kemudian berkata, "Itu memang benar." Aisyah dan Ronald hanya menikmati pemandangan saja, sekaligus menghirup udara segar. Saat waktu menunjukkan pukul 13.00 siang, Ronald dan Aisyah sudah berada di kolam air panas. Tidak ada yang bisa dilakukan di sana, jadi Ronald dan Aisyah melanjutkan ke tempat yang lainnya. Satu harian itu dihabiskan berjalan-jalan dan bersantai saja. "Rian, kau masih ingat dengan tawaranku semalam bukan?" tanya Ronald saat sudah sampai di Villa dan hanya ada dirinya, Aisyah, dan Rian. "Aku tidak
Bab 38 : Konflik Mahram***Ronald memutuskan untuk singgah di beberapa rumah yang ia temui di pinggir jalan. Ia memutuskan untuk bersedekah. Bagaimanapun, Ronald kebanyakan barang yang ia dapatkan di Desa Routh. Setelah di sedekahkan di beberapa rumah, kini hanya tersisa barang-barang yang ada dalam bagasi mobil. Perjalanan selama beberapa jam kemudian segera berlalu. Mereka akhirnya sampai di apartemen. Di depan pintu apartemennya, Ronald membuka pintu kemudian segera berjongkok di samping Rian dan berkata, "Mulai hari ini, kamu akan tinggal di sini bersamaku." Rian kini tersenyum saat melihatnya. Ia benar-benar senang pada saat ini. "Apa kalian akan terus berdiri di depan pintu?" tanya Aisyah. Ronald dan Rian kini tersenyum. Mereka berdua lalu masuk ke dalam. Aisyah seketika menyiapkan makanan di meja. Karena memang warga Desa Routh ada juga yang memberikan makanan, maka Aisyah tidak perlu memasak setidaknya untuk malam ini. Mereka bertiga kemudian makan bersama. Berbeda da
Dari belakang pria yang menodongkan pistol, muncul seorang pria kurus dengan membawa alat pemukul bola bisbol. Dengan wajah tersenyum, ia mulai memukuli sang pria bejat sambil berkata, "Beraninya kau memaksa nafsumu pada wanita tidak berdosa, mati saja kau!" Aisyah segera ditarik keluar dari ruangan itu. Sementara dua orang mulai memukuli pria bejat itu.Orang itu terus memukuli sampai tongkat bisbolnya hancur. Beberapa tembakan juga menembus kaki dan tangan pria hidung belang itu. Aisyah berhasil diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan hal intim. Meskipun sebenarnya itu sudah termasuk pelecehan. Aisyah segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, Ronald terlihat lemas. Ia nyaris tak lagi memiliki tenaga untuk melawan. Andai saja Ronald tidak diikat menggunakan rantai, Enzo dan Frigia beserta anak buahnya telah wafat. "Bagaimana rasanya melihat orang-orang yang kau sayangi di perlakukan seperti ini?" tanya Enzo, mencengkeram rahang bawah wajah Ronald. "Akan ada seseoran
Aisyah menangis ketika melihat Rian dipukuli tanpa boleh melawan. Kepalanya kini telah berlumuran darah. Tapi tatapan Rian tetap tertuju pada ibu angkatnya. Dalam hati, Rian hanya ingin melindungi Aisyah. Meskipun sebenarnya ia tidak sanggup dan tidak dapat melakukan apapun. Pada akhirnya, Rian harus pingsan lantaran tubuhnya sudah tidak sanggup dipukuli lagi. Setelah puas melihat adegan itu, Frigia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Aisyah dan Rian pergi menemui Ronald di kota Chester. ***Di sebuah gudang besar dengan lampu yang sedikit redup. Terlihat Ronald yang sedang diikat dengan rantai. Tampak sangat jelas di tangannya ada bekas jahitan. Sepertinya Enzo memang tidak membiarkan Ronald mati dengan mudah. Hanya karena ingin melihatnya mati perlahan. Bagaimanapun, Enzo juga memiliki dendam kesumat dengan Ronald. Karena telah membunuh kedua putra kesayangannya. Ketika Ronald membuka matanya, ia menatap Enzo penuh kemarahan. "Tidak perduli kau menyiksaku bagaimana, itu t
Melihat Ferdi ditembak mati, Ronald akhirnya murka. Ia mengeluarkan dua pistol dan menembak dengan sangat cepat. Setiap peluru yang dilepaskan mengenai jantung dan langsung membuat korbannya meninggal dunia. Namun, jumlah yang harus dilawan oleh Ronald ada puluhan. Dan masing-masing dari mereka telah membidik Ronald sejak awal. Sehingga, sebuah peluru mengenai lengan kiri dan kanannya. Nasib Lisa juga tidak kalah mengenaskan. Lengan kanan dan kirinya terluka akibat serangan peluru. Itu membuat Lisa tidak mampu mengangkat pistolnya untuk menyerang. Seseorang mendekat dan memukul kepala Lisa dengan keras, sampai ia pingsan. Sementara Ronald, ia mengeluarkan belati dan menyerang orang yang hendak menangkapnya. "Sudah terluka parah dan kau masih melawan? Ronald... kau memang tidak pernah mengecewakan ku." kata Enzo dari jauh. Ronald bergerak sangat cepat, membunuh delapan orang dengan belati, kemudian sesekali menggunakan pistol untuk menembak. Tangannya yang terluka karena peluru
Ronald sekeluarga akhirnya sampai di desa Routh setelah menempuh perjalanan. Kedatangan Ronald disambut baik oleh para warga di desa Routh. Aisyah kemudian dibawa masuk ke rumah besar, yang dulunya adalah kediaman Tuan George. "Rumah ini dulu adalah rumah milik tuan George, tapi sekarang tidak lagi. Rumah ini sudah dijadikan tempat pemerintahan desa Routh. Kantor desa, puskesmas, perpustakaan, dan balai desa, bahkan juga sekolah di bangun di halaman belakang. Semuanya menyatu di tempat ini." kata seorang penatua desa. Dia bernama Jigar. Seseorang yang dituakan dan dihormati di desa Routh. "Sepertinya desa ini mengalami perkembangan. Aku ikut senang melihatnya." kata Ronald. "Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Tuan Ronald. Kau tahu, banyak warga desa menatap patung mu di lapangan dengan ekspresi kagum. Mereka menjadikan mu sebagai sesuatu yang harus dicontoh. Anak-anak rajin belajar, berinovasi, dan kreatif. Ada juga yang berlatih beladiri agar kelak bisa menjadi sepert
"Jika Ayah nanti pergi, tolong jaga Aisyah seperti kamu menjaga ibu kandung mu." kata Ronald, sedang berjalan menuju apartemennya. "Aku sudah menganggap ayah dan ibu sebagai keluargaku, aku pasti akan melindungi ibu dengan segenap kemampuan ku." kata Rian. "Kau juga jangan malas latihan. Meski aku belum mengajari mu bertarung, tapi kau harus memperkuat fisik mu dengan latihan berat setiap hari sebagai pondasi." "Jangan meremehkan konsisten, bahkan batu yang sangat keras sekalipun dapat dilubangi dengan setetes air yang dijatuhkan dengan konsisten. Begitupun dengan tubuhmu, meski kau lemah, jika kau konsisten untuk berlatih, maka kau akan menjadi sangat kuat nantinya." kata Ronald. "Aku akan mengingatnya, Ayah!" kata Rian. Ronald tersenyum. Akhirnya Ronald dan Rian sampai di apartemen. "Apa yang ingin kau lakukan di luar kota?" tanya Aisyah. "Hanya urusan mendadak. Ini mengenai teman-temanku, Aisyah. Tolong pengertiannya." kata Ronald. Aisyah menghela napas. "Aku ikut saja den
Beberapa hari berlalu, Ronald dan Rian keluar untuk bekerja di restoran ketika pagi hari.Ketika baru saja keluar dari apartemen, langkah Ronald terhenti ketika melihat pria tua dengan pakaian compang-camping dari seberang jalan."Ayah, kasihan banget orang itu. Bagaimana kalau kita kasih sedikit uang?" tanya Rian. Ronald tersenyum dan menjawab, "Jangan lihat dirinya yang tua dan penampilan yang lusuh. Dia itu adalah orang yang sangat berbahaya. Kau harus menjauh darinya." Ronald berjalan, Rian mengejar dari belakang, memegang tangan Ronald dan bertanya, "Kenapa? Kelihatannya dia cuma kakek-kakek tua yang kasihan." Rian kemudian kaget saat tiba-tiba tangan seorang kakek tua berada di pundaknya. "Nak, apa yang ayahmu katakan benar." pria tua itu kemudian berada di depan Rian sambil tersenyum. "Kau tampan dan gagah seperti ayahmu," kata pria tua itu. Ronald menangkap tangan pria tua dan menjauhkannya dari Rian. "Apa yang kau inginkan? Sudah lebih sepuluh tahun, kita juga tidak ad
Ronald kini tersenyum ketika melihat Aisyah sang istri sudah berada di depan pintu. "Baiklah, Rian. Kita sudahi saja malam ini. Kita pergi makan dulu, atau Ibu Aisyah akan marah nantinya." kata Ronald yang kini mencoba untuk bercanda. Namun terasa garing. Baik itu Rian dan Aisyah, tidak ada yang tertawa. Pada akhirnya mereka bertiga kini sudah duduk di meja makan. "Bagaimana perkembangan latihan mu?" tanya Aisyah pada Rian."Baru saja mulai, aku belum latihan bertarung sama sekali. Aku cuman disuruh push up oleh Ayah." kata Rian. "Hey, kekuatan fisik memang selalu menjadi poin utama untuk mempelajari suatu keterampilan beladiri. Kamu jangan terburu-buru, kamu harus sabar jika ingin mendapatkan hasil yang baik." kata Ronald. "Betul kata Ayahmu. Bagaimanapun, aku ikut senang melihat kegigihan mu untuk berlatih." kata Aisyah. Ia tersenyum dan senang melihat Rian sebab ia tahu kalau Rian mempunyai tujuan mulia. Yakni menjadi seorang yang menegakkan keadilan di masa depan. "Baiklah,
"Tuan Ronald, aku tidak menyangka bahwa itu kamu. Ada apa Tuan Ronald mengikuti pertandingan semacam ini?" kata Lisa."Justru aku yang seharusnya sangat terkejut. Awalnya aku kira sang juara bertahan adalah seorang pemuda bertubuh kekar yang sangat berbakat. Tapi ternyata adalah seorang wanita dan wanita itu adalah orang yang aku kenal." kata Ronald. "Tujuan Tuan Ronald ikut di acara seperti ini, memangnya untuk apa?" tanya Lisa. "Sederhana saja, aku membutuhkan uangnya. Aku ingin mendapatkan uang dengan berusaha sendiri. Setelah memenangkan pertandingan ini, seharusnya uang hadiahnya akan menjadi uang halal bukan?" kata Ronald. Lisa kemudian segera menaikkan alisnya sebelah merasa sangat heran. Namun ia kemudian menghela napas. "Hey aku tidak membayar untuk melihat kalian mengobrol!" "Apa yang kalian lakukan? Ayo bertarung!""Dewi ku, hajar bajingan itu sampai mampus.""Ada apa dengan mereka? Sedang bernegosiasi kah?" Berbagai gosip kini mengudara. Suara gemuruh dari para penon
Inspektur Eva kini di rumahnya yang terletak agak jauh dari apartemen tempat Ronald tinggal. "Beginilah mudahnya aku mendapatkan uang. Lama-lama, aku akan menjadi seorang yang sangat kaya. Aku senang dengan pekerjaanku sekarang." kata Inspektur Eva. Ia kemudian membuka brangkas besar miliknya dan mulai memindahkan segepok demi segepok uang. Sampai pada akhirnya, mata Eva terbuka lebar saat melihat apa yang ada di bawah uang-uang itu. Duar!Terdengar suara ledakan keras di sebuah rumah klasik ukuran delapan kali dua belas meter. Rumah yang cukup besar. Inspektur Eva meninggal seketika. Sementara itu di seberang jalan rumah. Ronald dan Rian kini tersenyum melihat ledakan di salah satu ruangan di rumah itu. Hingga mengakibatkan kebakaran. "Ayah benar, sesuai prediksi. Dia benar-benar meninggal saat memindahkan uang-uang itu dari dalam koper." kata Rian. "Inilah yang akan didapatkan oleh orang yang dengan berani membuatku merasakan bagaimana rasanya dipenjara walau sebenarnya aku ti