Bab 38 : Konflik Mahram***Ronald memutuskan untuk singgah di beberapa rumah yang ia temui di pinggir jalan. Ia memutuskan untuk bersedekah. Bagaimanapun, Ronald kebanyakan barang yang ia dapatkan di Desa Routh. Setelah di sedekahkan di beberapa rumah, kini hanya tersisa barang-barang yang ada dalam bagasi mobil. Perjalanan selama beberapa jam kemudian segera berlalu. Mereka akhirnya sampai di apartemen. Di depan pintu apartemennya, Ronald membuka pintu kemudian segera berjongkok di samping Rian dan berkata, "Mulai hari ini, kamu akan tinggal di sini bersamaku." Rian kini tersenyum saat melihatnya. Ia benar-benar senang pada saat ini. "Apa kalian akan terus berdiri di depan pintu?" tanya Aisyah. Ronald dan Rian kini tersenyum. Mereka berdua lalu masuk ke dalam. Aisyah seketika menyiapkan makanan di meja. Karena memang warga Desa Routh ada juga yang memberikan makanan, maka Aisyah tidak perlu memasak setidaknya untuk malam ini. Mereka bertiga kemudian makan bersama. Berbeda da
Bab 39 : Memanggil Ayah***"Nak, kamu benar berasal dari Desa Routh?" tanya Bos Ronald. "Memang benar aku berasal dari Desa Routh." kata Rian. "Bagaimana aku harus memanggil Paman? Aku belum mengetahui siapa nama Paman. Perlukah aku memanggil dengan sebutan 'Bos' juga?" tanya Rian. "Namaku adalah Ferry Orlando, kamu bisa memanggilku Paman Ferry mulai dari sekarang." kata Bos Ronald yang ternyata bernama Ferry Orlando. "Jadi bagaimana keadaan Desa Routh sekarang?" tanya Ferry. "Alhamdulillah, sekarang sudah sangat baik. Semua itu berkat Paman Ronald yang telah mengalahkan Tuan George seorang diri." kata Rian. Pada saat ini, Ferry merasa sangat terkejut. Sebab dia memang sengaja mengusulkan Ronald untuk pergi ke Desa Routh saat Ronald mengatakan ia berencana mau liburan. "Niat awal ku adalah untuk membuat Ronald mampus di tangan Tuan George dengan Ronald yang ke sana. Dengan begitu, aku tidak perlu melihatnya lagi di sini. Kemudian Geng Naga Hitam akan turun tangan untuk menyela
Bab 40 : Membangun tekad pada diri Rian.***Ronald tersenyum saat menyaksikan istrinya sudah tertidur lelap. Tangan Ronald pun menyentuh dan mengusap kepala Aisyah. Ia membelai rambutnya selama beberapa waktu kemudian segera berjalan menuju keluar. Setelah keluar, Ronald masuk melalui pintu yang lainnya. Dalam ruangan empat kali empat meter itu hanya terdapat sebuah sofa dan di atasnya ada Rian yang sedang tertidur. Ronald kemudian berjongkok dan segera menatap Rian dengan senyuman. "Aku harus membangun tekadnya sebelum memutuskan untuk mendidik Rian." batin Ronald. Tangannya pun segera menggoyangkan tubuh Rian agar ia terbangun. "Ayah?! Apa yang Ayah lakukan?" tanya Rian. "Aisyah sudah tidur, aku ingin membawamu melihat sesuatu pada malam ini." kata Ronald. "Membawaku melihat sesuatu?" Rian merasa sangat heran, tidak mengerti dengan yang Ronald inginkan. "Berhentilah bertanya dan ikutilah bersamaku!" kata Ronald. Rian kemudian menghela napas sebelum akhirnya memutuskan untuk
Bab 41 : Membangun tekad pada diri Rian part 2***Lisa kini menghela napas saat melihat Ronald dan Rian kini telah berhasil keluar dari rumah bordil ini dengan aman. "Hey cantik, kenapa aku baru melihat mu? Kau orang baru yah? Temani aku untuk malam ini, maka aku akan memberikan mu uang yang sangat banyak." kata seorang pemuda mesum dari belakang. Lisa yang mendengarnya kini merasa sangat kesal. Dirinya yang adalah salah satu pimpinan tertinggi geng Naga Hitam--sebuah Gangster terbesar di luar negeri. Kini malah ditawarkan sesuatu yang seperti itu oleh seorang pria mesum? Lisa tidak akan tinggal diam. Lima menit kemudian, pemuda mesum itu kini terbaring tidak bernyawa di lantai sementara Lisa sudah pergi tanpa diketahui oleh siapapun. Kemampuan menyelinap Lisa ternyata sangat bagus. Sementara itu, Rian kini menatap Ronald dengan penuh maksud. Ada sangat banyak pertanyaan di dalam kepala Rian pada saat ini. Saat itu Rian dan Ronald berada di bundaran kota Xudong bagian timur. Lok
Bab 42 : Membangun tekad pada diri Rian part 3***Rian tidak bisa tidur karena kepikiran masalah di rumah bordil itu. Ucapan-ucapan Ronald juga turut serta dalam membuat Rian susah tidur. Pada subuh hari, Rian masih belum bisa tidur hingga akhirnya Ronald pun mengetuk pintunya untuk membangunkan Rian dengan maksud memanggilnya makan sahur bersama.Mendengar suar ketukan pintu, Rian kemudian berjalan untuk kemudian membuka pintu. Pandangan Ronald dan Rian kemudian bertemu. "Sudah waktunya makan sahur." kata Ronald. Rian masih tetap di tempatnya dan menatap Ronald. Ronald kemudian tersenyum dan membelai kepala Rian kemudian berkata, "Lupakan segalanya untuk saat ini. Semua pertanyaan mu itu akan terjawab besok pagi. Sekarang, kita makan sahur terlebih dahulu." kata Ronald. Rian kemudian menghela napas. ***Di meja makan, Rian hanya diam saat makan sahur. Ronald pun juga begitu, tampak ada sesuatu yang terjadi di antara keduanya. "Sebenarnya kalian ini kenapa sih? Kenapa seperti
Membangun tekad pada diri Rian part 4***Beberapa saat berjalan di arena kumuh kota Xudong yang ternyata sangat luas. Itu artinya, ada sangat banyak sekali rakyat jelata di kota Xudong ini. Dan semuanya berkumpul di satu kompleks yang luas. Ronald dan Rian kini melihat ada keramaian di depannya. Penasaran, Ronald dan Rian segera ke sana. Ronald merasa sangat senang ketika akhirnya melihat seorang preman yang datang dan membawa paksa seorang anak gadis. Mungkin seumuran dengan Rian. "Ayahmu tidak membayar hutang, maka aku akan membawamu sebagai buda, untuk menebus hutang Ayahmu itu!" seru seorang preman. Seorang pria bertubuh gempal sedang berdiri di sana. Dua orang anak buahnya yang bertubuh kekar memegangi seorang anak gadis yang malang. "Tolong jangan ambil putraku, kumohon!" kata seorang wanita paruh baya. Sepertinya dia adalah ibu dari anak gadis itu. "Aku hanya berhutang lima ratus ribu, aku bahkan membayar lebih banyak dari itu. Kenapa masih ada banyak? Lepaskan putriku!"
Membangun tekad pada diri Rian part 5***Tuan tertegun pada saat melihat Ayahnya itu. Pakaian dan pose yang ia tunjukkan pada saat ini, membuat Rian teringat pada patung Ronald yang di buat di Desa Routh. " ... " Rian tidak bisa berkata-kata pada saat ini. "Hahaha, muncul satu pahlawan kesiangan lagi. Bunuh saja sekalian!" seru Pak Baron. "Dor!"Saat Pak Baron akan menembak dan telah mengarahkan pistolnya kepada Ronald, suara tembakan kini terdengar. Gadis kecil itu beserta kedua orang tuanya termasuk Rian kini membuka matanya lebar-lebar. Suara tembakan terdengar, namun Ronald baik-baik saja. Tangan Ronald juga mengarah pada Pak Baron, pistolnya seperti baru saja digunakan menembak. Yang selanjutnya terjadi ..."Argh!" pistol milik Pak Baron terjatuh ke bawah kemudian terdengarlah suara jeritan kesakitan. Anehnya. Para warga memilih masuk ke rumah dan tidak ingin ikut campur. Mereka semua hanyalah sekumpulan pecundang dan pengecut, tidak berguna! "Tunggu apa lagi? Bunuh oran
Membangun tekad pada diri Rian part 6***Rian kini sudah tidak bisa mencegah Ronald dari di bawa oleh Inspektur Eva ke kantor polisi. Ronald hanya tersenyum saat melihat Pak Baron yang sepertinya sudah mempunyai niat buruk. Sepertinya akan balas dendam setelah Ronald di bawa pergi oleh inspektur Eva. Ronald kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain yang ternyata sudah ada Lisa yang mengawasi. Semenjak kemarin malam, Lisa memang sudah sangat kepo dan mulai mengawasi dan mengikuti keduanya.Ronald tersenyum sebelum akhirnya menggoyangkan bola matanya seolah memberi isyarat kepada Lisa. "Sejak kapan Tuan Ronald menyadari keberadaan ku? Sepertinya dia juga mengisyaratkan untuk melindungi bocah ingusan itu. Sebenarnya siapa anak kecil itu?" pikir Lisa. Ia heran dengan yang di saksikan-nya."Tuan Ronald juga hanya pasrah di bawa oleh Inspektur Eva. Apakah ada rencana? Tapi apa itu?" batin Lisa. Merasa sudah aman bagi Rian dengan keberadaan Lisa, Ronald kemudian tersenyum. Ia lalu
Dari belakang pria yang menodongkan pistol, muncul seorang pria kurus dengan membawa alat pemukul bola bisbol. Dengan wajah tersenyum, ia mulai memukuli sang pria bejat sambil berkata, "Beraninya kau memaksa nafsumu pada wanita tidak berdosa, mati saja kau!" Aisyah segera ditarik keluar dari ruangan itu. Sementara dua orang mulai memukuli pria bejat itu.Orang itu terus memukuli sampai tongkat bisbolnya hancur. Beberapa tembakan juga menembus kaki dan tangan pria hidung belang itu. Aisyah berhasil diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan hal intim. Meskipun sebenarnya itu sudah termasuk pelecehan. Aisyah segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, Ronald terlihat lemas. Ia nyaris tak lagi memiliki tenaga untuk melawan. Andai saja Ronald tidak diikat menggunakan rantai, Enzo dan Frigia beserta anak buahnya telah wafat. "Bagaimana rasanya melihat orang-orang yang kau sayangi di perlakukan seperti ini?" tanya Enzo, mencengkeram rahang bawah wajah Ronald. "Akan ada seseoran
Aisyah menangis ketika melihat Rian dipukuli tanpa boleh melawan. Kepalanya kini telah berlumuran darah. Tapi tatapan Rian tetap tertuju pada ibu angkatnya. Dalam hati, Rian hanya ingin melindungi Aisyah. Meskipun sebenarnya ia tidak sanggup dan tidak dapat melakukan apapun. Pada akhirnya, Rian harus pingsan lantaran tubuhnya sudah tidak sanggup dipukuli lagi. Setelah puas melihat adegan itu, Frigia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Aisyah dan Rian pergi menemui Ronald di kota Chester. ***Di sebuah gudang besar dengan lampu yang sedikit redup. Terlihat Ronald yang sedang diikat dengan rantai. Tampak sangat jelas di tangannya ada bekas jahitan. Sepertinya Enzo memang tidak membiarkan Ronald mati dengan mudah. Hanya karena ingin melihatnya mati perlahan. Bagaimanapun, Enzo juga memiliki dendam kesumat dengan Ronald. Karena telah membunuh kedua putra kesayangannya. Ketika Ronald membuka matanya, ia menatap Enzo penuh kemarahan. "Tidak perduli kau menyiksaku bagaimana, itu t
Melihat Ferdi ditembak mati, Ronald akhirnya murka. Ia mengeluarkan dua pistol dan menembak dengan sangat cepat. Setiap peluru yang dilepaskan mengenai jantung dan langsung membuat korbannya meninggal dunia. Namun, jumlah yang harus dilawan oleh Ronald ada puluhan. Dan masing-masing dari mereka telah membidik Ronald sejak awal. Sehingga, sebuah peluru mengenai lengan kiri dan kanannya. Nasib Lisa juga tidak kalah mengenaskan. Lengan kanan dan kirinya terluka akibat serangan peluru. Itu membuat Lisa tidak mampu mengangkat pistolnya untuk menyerang. Seseorang mendekat dan memukul kepala Lisa dengan keras, sampai ia pingsan. Sementara Ronald, ia mengeluarkan belati dan menyerang orang yang hendak menangkapnya. "Sudah terluka parah dan kau masih melawan? Ronald... kau memang tidak pernah mengecewakan ku." kata Enzo dari jauh. Ronald bergerak sangat cepat, membunuh delapan orang dengan belati, kemudian sesekali menggunakan pistol untuk menembak. Tangannya yang terluka karena peluru
Ronald sekeluarga akhirnya sampai di desa Routh setelah menempuh perjalanan. Kedatangan Ronald disambut baik oleh para warga di desa Routh. Aisyah kemudian dibawa masuk ke rumah besar, yang dulunya adalah kediaman Tuan George. "Rumah ini dulu adalah rumah milik tuan George, tapi sekarang tidak lagi. Rumah ini sudah dijadikan tempat pemerintahan desa Routh. Kantor desa, puskesmas, perpustakaan, dan balai desa, bahkan juga sekolah di bangun di halaman belakang. Semuanya menyatu di tempat ini." kata seorang penatua desa. Dia bernama Jigar. Seseorang yang dituakan dan dihormati di desa Routh. "Sepertinya desa ini mengalami perkembangan. Aku ikut senang melihatnya." kata Ronald. "Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Tuan Ronald. Kau tahu, banyak warga desa menatap patung mu di lapangan dengan ekspresi kagum. Mereka menjadikan mu sebagai sesuatu yang harus dicontoh. Anak-anak rajin belajar, berinovasi, dan kreatif. Ada juga yang berlatih beladiri agar kelak bisa menjadi sepert
"Jika Ayah nanti pergi, tolong jaga Aisyah seperti kamu menjaga ibu kandung mu." kata Ronald, sedang berjalan menuju apartemennya. "Aku sudah menganggap ayah dan ibu sebagai keluargaku, aku pasti akan melindungi ibu dengan segenap kemampuan ku." kata Rian. "Kau juga jangan malas latihan. Meski aku belum mengajari mu bertarung, tapi kau harus memperkuat fisik mu dengan latihan berat setiap hari sebagai pondasi." "Jangan meremehkan konsisten, bahkan batu yang sangat keras sekalipun dapat dilubangi dengan setetes air yang dijatuhkan dengan konsisten. Begitupun dengan tubuhmu, meski kau lemah, jika kau konsisten untuk berlatih, maka kau akan menjadi sangat kuat nantinya." kata Ronald. "Aku akan mengingatnya, Ayah!" kata Rian. Ronald tersenyum. Akhirnya Ronald dan Rian sampai di apartemen. "Apa yang ingin kau lakukan di luar kota?" tanya Aisyah. "Hanya urusan mendadak. Ini mengenai teman-temanku, Aisyah. Tolong pengertiannya." kata Ronald. Aisyah menghela napas. "Aku ikut saja den
Beberapa hari berlalu, Ronald dan Rian keluar untuk bekerja di restoran ketika pagi hari.Ketika baru saja keluar dari apartemen, langkah Ronald terhenti ketika melihat pria tua dengan pakaian compang-camping dari seberang jalan."Ayah, kasihan banget orang itu. Bagaimana kalau kita kasih sedikit uang?" tanya Rian. Ronald tersenyum dan menjawab, "Jangan lihat dirinya yang tua dan penampilan yang lusuh. Dia itu adalah orang yang sangat berbahaya. Kau harus menjauh darinya." Ronald berjalan, Rian mengejar dari belakang, memegang tangan Ronald dan bertanya, "Kenapa? Kelihatannya dia cuma kakek-kakek tua yang kasihan." Rian kemudian kaget saat tiba-tiba tangan seorang kakek tua berada di pundaknya. "Nak, apa yang ayahmu katakan benar." pria tua itu kemudian berada di depan Rian sambil tersenyum. "Kau tampan dan gagah seperti ayahmu," kata pria tua itu. Ronald menangkap tangan pria tua dan menjauhkannya dari Rian. "Apa yang kau inginkan? Sudah lebih sepuluh tahun, kita juga tidak ad
Ronald kini tersenyum ketika melihat Aisyah sang istri sudah berada di depan pintu. "Baiklah, Rian. Kita sudahi saja malam ini. Kita pergi makan dulu, atau Ibu Aisyah akan marah nantinya." kata Ronald yang kini mencoba untuk bercanda. Namun terasa garing. Baik itu Rian dan Aisyah, tidak ada yang tertawa. Pada akhirnya mereka bertiga kini sudah duduk di meja makan. "Bagaimana perkembangan latihan mu?" tanya Aisyah pada Rian."Baru saja mulai, aku belum latihan bertarung sama sekali. Aku cuman disuruh push up oleh Ayah." kata Rian. "Hey, kekuatan fisik memang selalu menjadi poin utama untuk mempelajari suatu keterampilan beladiri. Kamu jangan terburu-buru, kamu harus sabar jika ingin mendapatkan hasil yang baik." kata Ronald. "Betul kata Ayahmu. Bagaimanapun, aku ikut senang melihat kegigihan mu untuk berlatih." kata Aisyah. Ia tersenyum dan senang melihat Rian sebab ia tahu kalau Rian mempunyai tujuan mulia. Yakni menjadi seorang yang menegakkan keadilan di masa depan. "Baiklah,
"Tuan Ronald, aku tidak menyangka bahwa itu kamu. Ada apa Tuan Ronald mengikuti pertandingan semacam ini?" kata Lisa."Justru aku yang seharusnya sangat terkejut. Awalnya aku kira sang juara bertahan adalah seorang pemuda bertubuh kekar yang sangat berbakat. Tapi ternyata adalah seorang wanita dan wanita itu adalah orang yang aku kenal." kata Ronald. "Tujuan Tuan Ronald ikut di acara seperti ini, memangnya untuk apa?" tanya Lisa. "Sederhana saja, aku membutuhkan uangnya. Aku ingin mendapatkan uang dengan berusaha sendiri. Setelah memenangkan pertandingan ini, seharusnya uang hadiahnya akan menjadi uang halal bukan?" kata Ronald. Lisa kemudian segera menaikkan alisnya sebelah merasa sangat heran. Namun ia kemudian menghela napas. "Hey aku tidak membayar untuk melihat kalian mengobrol!" "Apa yang kalian lakukan? Ayo bertarung!""Dewi ku, hajar bajingan itu sampai mampus.""Ada apa dengan mereka? Sedang bernegosiasi kah?" Berbagai gosip kini mengudara. Suara gemuruh dari para penon
Inspektur Eva kini di rumahnya yang terletak agak jauh dari apartemen tempat Ronald tinggal. "Beginilah mudahnya aku mendapatkan uang. Lama-lama, aku akan menjadi seorang yang sangat kaya. Aku senang dengan pekerjaanku sekarang." kata Inspektur Eva. Ia kemudian membuka brangkas besar miliknya dan mulai memindahkan segepok demi segepok uang. Sampai pada akhirnya, mata Eva terbuka lebar saat melihat apa yang ada di bawah uang-uang itu. Duar!Terdengar suara ledakan keras di sebuah rumah klasik ukuran delapan kali dua belas meter. Rumah yang cukup besar. Inspektur Eva meninggal seketika. Sementara itu di seberang jalan rumah. Ronald dan Rian kini tersenyum melihat ledakan di salah satu ruangan di rumah itu. Hingga mengakibatkan kebakaran. "Ayah benar, sesuai prediksi. Dia benar-benar meninggal saat memindahkan uang-uang itu dari dalam koper." kata Rian. "Inilah yang akan didapatkan oleh orang yang dengan berani membuatku merasakan bagaimana rasanya dipenjara walau sebenarnya aku ti