Ronald kini memojokkan Aisyah hingga ke tembok. Dirinya pun sudah sangat dekat. "Kau bertanya padaku, aku mau apa?" tanya Ronald. Aisyah menelan liur, ia mengerti maksud Ronald. "Tadi subuh saat makan sahur, bukankah kau sendiri yang mengatakan, bahwa adalah halal bagiku jika ingin berhubungan denganmu?" kata Ronald mulai menggoda istrinya. Aisyah kini terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Saat itu, Aisyah kembali teringat kejadian kemarin dimana betapa ganasnya Ronald, membuat Aisyah kewalahan. Saat Ronald mendekatkan bibirnya, Aisyah kemudian menutup matanya, siap menyambut bibir Ronald. Namun siapa yang akan menyangka, ternyata Ronald tidaklah serius. Ia pun hanya tersenyum menatap istrinya yang tengah menutup mata dan bersiap menyambut ciumannya. Jadi telunjuk Ronald kemudian menyentuh hidung Aisyah dan lalu Ronald tertawa. "Kau terlihat sangat cantik ketika merasa malu yah? Lihatlah tingkah mu, kau begitu lucu." kata Ronald. Hal itu membuat Aisyah bete. Saat dirin
Pada pagi hari, Ronald kini akan segera berangkat untuk bekerja. Rasanya ia berat ingin meninggalkan istrinya di rumah. "Kau berhati-hatilah," kata Aisyah. Ronald tersenyum sebelum akhirnya berangkat. Saat keluar dari apartemen, Ronald bisa menemukan beberapa orang preman suruhan Ferdi yang sedang berjaga. Mereka kebanyakan menyamar. Ada yang menjadi satpam, ada yang nongkrong di sekitar bangunan apartemen dan sedang bermain kartu, kemudian pandangan Ronald terkunci pada seorang gadis di hadapannya. Ronald kemudian menghampirinya dan berkata, "Sekarang masih jam 6 pagi. Seharusnya masih sempat untuk mengantar Ferdi ke Bandara bukan?" kata Ronald. Ternyata, gadis cantik di hadapannya adalah Lisa. "Yah, aku di sini memang demi mengantar mu ke Bandara." kata Lisa. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam mobil yang telah disediakan. Ronald dan Lisa tidak ada yang dibicarakan selama perjalanan. Bandara Internasional Kota Xudong ..."Tuan Ronald, akhirnya kau datang juga. Tidak lama l
"Sekarang kau pergi atau aku akan membunuh mu!" seru Ronald dengan mengecilkan suaranya, agar hanya Randy dan Gabriel yang mendengarnya."Tentu saja kau tahu bagaimana diriku. Percayalah, jika kesabaran ku sudah habis, aku tidak akan perduli akan apapun lagi dan langsung membunuh kalian berdua disini, di depan semua orang." kata Ronald mengancam. Gabriel dan Randy kini menahan napas, Ronald tidak pernah bercanda pada musuh-musuhnya. Jika dia bilang akan membunuh, maka Ronald pasti akan membunuh. Apalagi Ronald adalah tipe orang yang selalu menepati kata-katanya. "Kenapa? Kau tidak percaya?" tanya Ronald. Randy seketika berdiri dan langsung menarik tangan adiknya Gabriel. Mereka berdua pun segera pergi dari restoran itu. "Kak, kenapa kita harus pergi?" kata Gabriel kesal saat sudah berada di luar restoran, tepatnya di halaman parkir. "Kamu saja sampai ketakutan seperti itu, apalagi Ronald sudah mengancam kita. Apakah sudah tidak ingin nyawamu lagi?" kata Randy. "Sial, kenapa bel
"Ronald," kata Lisa saat mencegat Ronald untuk masuk ke gedung apartemen. "Ada apa?" tanya Ronald. "A-aku ... sudahlah lupakan saja!" kata Lisa kemudian segera pergi begitu saja. "Ada apa dengan Lisa kali ini?" Ronald menaikkan alisnya sebelah merasa heran atas apa yang terjadi. Andai kata Ronald tidak sedang terburu-buru karena waktu buka yang sudah mepet, ia pasti akan mengejar Lisa dan segera bertanya. Namun ia tidak punya waktu sekarang ini. Ronald kemudian masuk ke dalam apartemen. "Allahuakbar Allahuakbar!" Ronald tersenyum senang saat menyadari kini akhirnya waktu berbuka. Semenjak bulan ramadhan, suara yang paling Ronald rindukan adalah adzan Maghrib. Bukan karena ingin sholat, tapi karena menunggu waktu buka. Ronald tersenyum saat melihat berbagai hidangan pembuka seperti es buah dan lain sebagainya. "Ronald, saat lebaran nanti, kita akan kembali bukan?" kata Aisyah. Ronald terdiam, sebelum akhirnya menghela napas. "Kita akan mudik dan menemui Abah dan Umi mu. Tap
"Aisyah, kamu hanya perlu mengerti bahwa semua ini aku lakukan demi kebaikan kita semua. Aku juga terpaksa menjalani kehidupan yang seperti ini." kata Ronald saat memeluk istrinya. Aisyah hanya terdiam saat itu. Subuh hari kemudian ...Ronald saat itu sudah tertidur pulas. Sementara Aisyah masih belum bisa tidur karena memikirkan kejadian semalam. Saat melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul 03.00 dini hari, Aisyah menghela napas sebelum akhirnya bergegas menyiapkan makanan sahur untuk suaminya. Setelah semuanya siap, Aisyah kini berjalan dan kemudian berdiri di samping Ronald yang sedang tidur di sofa. "Suamiku, bangunlah! Ini sudah waktunya makan sahur." kata Aisyah. Setelah beberapa kali di coba, Ronald akhirnya bangun. Ia segera cuci muka dan kini berada di meja makan."Kamu tidak puasa lagi yah?" tanya Ronald. Aisyah hanya mengangguk. "Aku masih berhalangan." kata Aisyah. "Setidaknya, makanlah sesuatu. Aku tidak nyaman makan sendiri. Apalagi melihat kamu yang kerj
Aisyah terdiam ketika Ronald akhirnya mengungkapkan perasaannya. Aisyah pun menyadari, kalau dirinya sudah mencintai Ronald, tapi entah sejak kapan. "Aku senang mendengarnya," balas Aisyah singkat. Mereka berdua kemudian menikmati keindahan alam melalui sebuah villa sederhana. "Allahuakbar Allahuakbar!" Suara adzan yang terdengar kini membuat Ronald tersenyum. Sudah saatnya berbuka puasa. Ini adalah hari ketiga dan Ronald telah melaluinya. "Maaf pak, aku terlambat membawakan makanan yang Pak Ronald pesan." seorang remaja kini menghampiri Ronald menggunakan sepeda. "Tidak masalah, apakah kamu berpuasa?" tanya Ronald. "Ia, maka dari aku buru-buru untuk kembali agar bisa segera berbuka." kata remaja itu. Ronald tersenyum. "Tinggallah dan mari kita berbuka bersama." kata Ronald. Demi dapat menikmati matahari yang terbenam perlahan, sebuah meja diangkat keluar di teras Villa, lengkap dengan tiga buah kursi. "Paman, apakah tidak apa jika aku ikut berbuka? Inikan pesanan paman." kat
Bab 32 : RianMelihat Ayahnya yang akhirnya mati, remaja itu menjadi sangat marah. "Sialan, sudah berapa banyak uang yang kami berikan, dan kau masih memperlakukan kami seperti ini? Aku tidak terima!" seru remaja itu kemudian segera menerjang ke depan, menggunakan sebuah pisau. Sial bagi remaja itu, ketika dirinya tiba-tiba terkena balok kayu tepat sebelum ia menusuk perut orang yang menampar ibunya. "Rian, jangan melawan dan larilah sejauh mungkin! Hidupmu lebih berharga, Nak! Aku dan Ayahmu sudah menyuruh mu untuk jangan kembali Sebelumnya, tapi kamu masih tidak mendengar." kata Ibu Rian. Rupanya, remaja itu bernama Rian. Nama yang sangat bagus! "Aku tidak akan pernah meninggalkan Ibu dan Ayah, aku akan melawan sekuat tenaga." kata Rian kesal. Tiba-tiba sebuah kaki ingin menendang kepala Rian. Namun tiba-tiba terdengar suara seperti sebuah tulang yang patah. Rian terkejut saat melihat Ronald sudah berada di tempat itu. "Berani sekali kau ingin menendang wajahnya," kata Ronald
Bab 33 : Anak angkat***"Rian, aku tidak akan meninggalkan mu dalam keadaan seperti ini. Aku akan disini bersamamu." kata Ronald. "Paman adalah orang yang baik. Aku tidak ingin Paman dalam bahaya karena ku. Tuan George bukanlah orang yang bisa paman singgung." kata Rian. Ia masih duduk lemas di lantai dengan ibunya yang masih berada di pangkuannya. "Nak, aku mengerti apa yang kamu katakan. Tapi aku sudah bertekad dan berjanji pada diriku akan membantumu. Aku tidak akan berhenti di tengah jalan." kata Ronald. "Aku tahu Paman memang hebat, tapi Tuan George setidaknya mempunyai ratusan anak buah. Terlebih mereka mempunyai banyak sekali senjata api. Paman yang hanya seorang diri hanya akan mengantarkan nyawa saja. Aku tidak mau melihat hal itu terjadi. Lebih baik paman membawa istri paman pulang. Biarkan aku yang menghadapi Tuan George." kata Rian. Rian tidak mau Ronald dan Aisyah yang notabenenya adalah orang asing bagi Rian ikut terlibat dalam masalahnya. "Aku tidak berpikir Bos G