Abimana tidak memiliki waktu untuk meladeni Tania, lagipula liciknya Tania sudah menjadi rahasia publik, maka dia pikir wanita itu sedang berakting. "Siapa?" tanya Nadia."Tania, dia meminta tolong. Paling hanya bagian dari akting!" Datar nan dingin Abimana karena apapun tentang Tania sangat menyebalkan untuknya."Biarkan saja dia, dia kan di rumah!" Nadia menunjukan kekesalannya, tapi tidak akan melarang Abimana andai suaminya menemui Tania, justru sikap suaminya itu menunjukan isi hati dan pikiran si pria pada ibu dari anaknya.Sementara keadaan Tania semakin genting, wanita ini merasakan denyutan akibat benturan di kepalanya, sedangkan si pria cabul semakin menyeringai. Wanita ini tidak bisa menyerah pada keadaan. "Saya akan memberikan tubuh saya, tapi sebelumnya saya harus memeriksakan kandungan terlebih dahulu untuk memastikan keselamatannya saat kita berhubungan.""Kamu pikir saya bodoh. Paling kamu lari atau mengadu pada orang-orang yang ada.""Saya janji.""Tidak.""Kalau kamu
Hari baru menyapa, Tania dibebaskan karena laporan si pria tidak disertai bukti sama sekali, pun Riana bungkam kala saudaranya meminta supaya Riana buka mulut kala merekomendasikannya pada Tania. Bukan karena wanita ini terlalu tega menyaksikan saudaranya dibui, tapi jika dia mengiyakan, maka dirinya ikut menjadi tersangka dan Abimana akan murka.Kini, Riana dan Tania melakukan pertemuan. "Tania, saya sungguh minta maaf, saya tidak tahu kalau ternyata saudara saya akan berbalik melukai kamu." Wanita ini memasang raut wajah iba dan penyesalan yang tentu saja semuanya adalah akting."Pria itu sangat menyebalkan!" berang Tania, kemudian memasang wajah penuh syukur karena Riana dianggap telah menolongnya. "Terimakasih tidak mengatakan kalau kamu yang membantu saya merekomendasikan pria itu. Karena kalau kamu mengatakannya, habislah saya! Saya akan terciduk karena telah memerintahkan pria cabul itu melukai Nadia.""Tidak apa, toh saya juga mengambil keuntungan dari situ, karena akhirnya sa
"Jangan berakting terus, kamu memang biadab, Kafka!" Tensi darah Tania segera naik."Saya mohon, jangan menuduh saya seperti ini atau berakting di depan saya. Saya tidak akan menghalangi kamu untuk mendapatkan Abimana karena bayi kalian memang membutuhkan sosok ayah dan ibu. Sudahlah Tania, berhenti. Jangan melibatkan saya lagi, sekarang saya melepaskan kamu, saya tidak akan pernah mengharapkan kamu lagi." Kafka memilih menyerah, mengharapkan Tania hanya seperti terjebak di jalan buntu yang selalu dihadapkan dengan ujung tanpa adanya solusi."Kamu memang pria paling brengsek yang pernah saya kenal!" Tania memutus panggilan bersama kekecewaan besar seiring mengelus sayang bayi di dalam perutnya. "Kamu dengar sayang, papa kamu memang seperti itu, dia tidak pantas bersama kita. Untung mama mengambil langkah yang tepat dengan mencarikan ayah baru untuk kamu."Waktu mengalir deras, Tania tetap menjalani harinya tanpa siapun jadi dia memutuskan mengajak bertemu kembali dengan Riana, tetapi
Udara panjang mampu ditarik semua anggota keluarga. Wira mengutarakan rasa lega di hatinya, "Akhirnya benalu di rumah ini enyah. Abi, kami percaya kamu tidak menghalimi Tania, jadi jangan kamu bawa lagi wanita itu kemari."Abimana mendesah tipis, "Tapi Abi tetap ingin memberikan bukti maka dari itu membawa Tania, lagipula Tania tidak berhenti membuat onar, Abi pikir dengan keputusan itu Tania bisa menjadi orang waras.""Dia tidak akan pernah menjadi orang waras!" Wira murka pada wanita jahat nan jalang itu. Jika saja hukum tidak berlaku maka dirinya akan membunuh Tania sejak awal.Nadia penat dengan segala hal tentang Tania, maka dia meminta Abimana mengantarnya ke kamar, tapi karena belum bisa menggunkan tongkat berjalan, maka Abimana menggendongnya saat menaiki satu-persatu anak tangga. "Besok kita tidur di kamar bawah saja, supaya kamu juga mudah kemana-mana. Kalau saya sedang tidak ada, siapa yang akan menggendong kamu, hm." Tatapan cinta sangat pekat."Memangnya kamu akan kemana,
Riana keluar dari rumahnya menuju perusahaan, sedangkan Tania tetap berdiam diri di istananya. "Sangat menyebalkan, Tania menyebalkan!" rutuk Riana ketika mengambil mobilnya di parkiran apartemen."Pagi, kamu yang tadi menghubungi saya?" Kafka muncul di sisi mobil Riana hingga wanita ini melonjak kaget."Siapa kamu?" Raut wajahnya menggambarkan ketakutan."Perkenalkan, nama saya Kafka." Pria ini mengulurkan tangan kanannya, tapi tidak semudah itu Riana menyambut tamu tidak diundang yang datang secara tiba-tiba."Dari mana kamu tahu alamat rumah saya?" selidik Riana yang menganggap jika Kafka adalah penguntit atau jenis pria berbahaya lainnya."Mudah." Senyuman ramah Kafka, tetapi tentu saja tidak mengubah penyelidikan Riana."Ada perlu apa menemui saya, apa kamu akan mengambil Tania? Baguslah!" Riana tersenyum bersemangat, tetapi ditambah sikap angkuh."Tidak, saya hanya ingin bicara dengan nona." Kafka tetap memasang wajah ramah pada siapa saja, begitupun pada Riana karena dengan rau
Abimana tidak menyalurkan hasratnya karena mengasihani Nadia melebihi dirinya sendiri. Seperti yang dikatakannya, dirinya berfantasi, tetapi tanpa sepengetahuan Nadia karena terlalu memalukan untuknya kala kegiatan itu diumumkan pada istrinya. Pria ini meninggalkan Nadia yang terlelap setelah sarapan dan meminum obatnya."Bagaimana keadaan Nadia?" Mila baru saja tiba di rumah setelah berolahraga kecil dengan Saraswati."Nadia anak penurut," kekeh Abimana.Saraswati menanggapi bersama kekeh, "Nadia memang anak baik, maka terkadang nenak merindukannya setiap detik.""Maaf ya nek, Abi merebut Nadia dari nenek," kelakar pria bertubuh tegap ini."Apanya yang merebut, justru nenek bahagia karena Nadia sudah menemukan teman hidup."Abimana, Mila dan Saraswati sudah duduk santai di sofa. Pria ini mulai bertanya hal serius, "Kira-kira di mana mamanya Nadia. Kalau nenek mau, Abi akan membantu mencari."Saraswati tersenyum kecil. "Nenek tidak akan menolak bantuan Nak Abi, hanya saja mungkin Nadi
Wanita berdarah dingin kenalan si pria cabul mengatakan yang Riana wanti-wanti padanya, maka semuanya berjalan sesuai keinginan Riana. "Jadi Riana tidak berbohong, rupanya memang benar temannya berada di luar negeri dan sempat dihubungi oleh Tania. Tania memang sangat jahat, tega sekali dia mencelakai Nadia. Wanita iblis!" Aura Abimana segera berubah kelam dan seakan ingin mencekik Tania saat ini juga."Argh!!!" teriak Abimana di dalam ruangannya yang cukup jauh dengan kamar keluarga jadi tidak ada yang mendengar selain bibi yang kebetulan sedang membersihkan area di luar ruang kerja."Pasti Tuan Abi sangat menyesali dan bersedih atas peristiwa yang menimpa Non Nadia." Bibi sangat mengasihani tuan muda yang sudah dikenalnya sejak kecil.Di dalam sana, Abimana kembali menghubungi Riana. "Kembali ke posisi kamu, tapi selama saya tidak di perusahaan tetap di posisi yang sekarang!" tegas Abimana."Baik, tuan!" Sumringah Riana. "Akhirnya saya kembali mendapatkan jabatan spesial." Kini, Ria
Rencana Riana berjalan mulus hingga seringai kemenangan ditarik. "Dengan begini Tuan Abi akan semakin membanggakan saya karena saya berhasil membuat Tania tidak menampakan diri lagi. Memang sih caranya brutal dan saya yakin Tuan Abi tidak akan menyukainya, tapi Tuan Abi tidak melarang saya melakukan cara apapun!"Sementara Riana dibalut bahagia, Tania sedang menderita. Di saat membuka mata alih-alih syurga justru ruangan kumuh yang dilihatnya. "Di mana ini?" panik segera menyerbu. Pun, tubuhnya segera bangkit, berhamburan pada daun pintu, meneriaki siapa saja yang mungkin akan menolongnya, tapi kenyataannya rumah kosong ini berada di tepian jalan raya hingga suaranya teredam begitu saja ditambah lokasi penyekapan berada jauh di belakang rumah.Seorang pria muncul, dia berkata di depan kaca yang menjadi satu-satunya akses sinar matahari. "Saya tidak berhasil mencuri benda apapun, tapi saya berhasil membawa pemilik rumah." Tawa jahatnya. Dengan sengaja dirinya berakting karena Riana mem