"Jangan berakting terus, kamu memang biadab, Kafka!" Tensi darah Tania segera naik."Saya mohon, jangan menuduh saya seperti ini atau berakting di depan saya. Saya tidak akan menghalangi kamu untuk mendapatkan Abimana karena bayi kalian memang membutuhkan sosok ayah dan ibu. Sudahlah Tania, berhenti. Jangan melibatkan saya lagi, sekarang saya melepaskan kamu, saya tidak akan pernah mengharapkan kamu lagi." Kafka memilih menyerah, mengharapkan Tania hanya seperti terjebak di jalan buntu yang selalu dihadapkan dengan ujung tanpa adanya solusi."Kamu memang pria paling brengsek yang pernah saya kenal!" Tania memutus panggilan bersama kekecewaan besar seiring mengelus sayang bayi di dalam perutnya. "Kamu dengar sayang, papa kamu memang seperti itu, dia tidak pantas bersama kita. Untung mama mengambil langkah yang tepat dengan mencarikan ayah baru untuk kamu."Waktu mengalir deras, Tania tetap menjalani harinya tanpa siapun jadi dia memutuskan mengajak bertemu kembali dengan Riana, tetapi
Udara panjang mampu ditarik semua anggota keluarga. Wira mengutarakan rasa lega di hatinya, "Akhirnya benalu di rumah ini enyah. Abi, kami percaya kamu tidak menghalimi Tania, jadi jangan kamu bawa lagi wanita itu kemari."Abimana mendesah tipis, "Tapi Abi tetap ingin memberikan bukti maka dari itu membawa Tania, lagipula Tania tidak berhenti membuat onar, Abi pikir dengan keputusan itu Tania bisa menjadi orang waras.""Dia tidak akan pernah menjadi orang waras!" Wira murka pada wanita jahat nan jalang itu. Jika saja hukum tidak berlaku maka dirinya akan membunuh Tania sejak awal.Nadia penat dengan segala hal tentang Tania, maka dia meminta Abimana mengantarnya ke kamar, tapi karena belum bisa menggunkan tongkat berjalan, maka Abimana menggendongnya saat menaiki satu-persatu anak tangga. "Besok kita tidur di kamar bawah saja, supaya kamu juga mudah kemana-mana. Kalau saya sedang tidak ada, siapa yang akan menggendong kamu, hm." Tatapan cinta sangat pekat."Memangnya kamu akan kemana,
Riana keluar dari rumahnya menuju perusahaan, sedangkan Tania tetap berdiam diri di istananya. "Sangat menyebalkan, Tania menyebalkan!" rutuk Riana ketika mengambil mobilnya di parkiran apartemen."Pagi, kamu yang tadi menghubungi saya?" Kafka muncul di sisi mobil Riana hingga wanita ini melonjak kaget."Siapa kamu?" Raut wajahnya menggambarkan ketakutan."Perkenalkan, nama saya Kafka." Pria ini mengulurkan tangan kanannya, tapi tidak semudah itu Riana menyambut tamu tidak diundang yang datang secara tiba-tiba."Dari mana kamu tahu alamat rumah saya?" selidik Riana yang menganggap jika Kafka adalah penguntit atau jenis pria berbahaya lainnya."Mudah." Senyuman ramah Kafka, tetapi tentu saja tidak mengubah penyelidikan Riana."Ada perlu apa menemui saya, apa kamu akan mengambil Tania? Baguslah!" Riana tersenyum bersemangat, tetapi ditambah sikap angkuh."Tidak, saya hanya ingin bicara dengan nona." Kafka tetap memasang wajah ramah pada siapa saja, begitupun pada Riana karena dengan rau
Abimana tidak menyalurkan hasratnya karena mengasihani Nadia melebihi dirinya sendiri. Seperti yang dikatakannya, dirinya berfantasi, tetapi tanpa sepengetahuan Nadia karena terlalu memalukan untuknya kala kegiatan itu diumumkan pada istrinya. Pria ini meninggalkan Nadia yang terlelap setelah sarapan dan meminum obatnya."Bagaimana keadaan Nadia?" Mila baru saja tiba di rumah setelah berolahraga kecil dengan Saraswati."Nadia anak penurut," kekeh Abimana.Saraswati menanggapi bersama kekeh, "Nadia memang anak baik, maka terkadang nenak merindukannya setiap detik.""Maaf ya nek, Abi merebut Nadia dari nenek," kelakar pria bertubuh tegap ini."Apanya yang merebut, justru nenek bahagia karena Nadia sudah menemukan teman hidup."Abimana, Mila dan Saraswati sudah duduk santai di sofa. Pria ini mulai bertanya hal serius, "Kira-kira di mana mamanya Nadia. Kalau nenek mau, Abi akan membantu mencari."Saraswati tersenyum kecil. "Nenek tidak akan menolak bantuan Nak Abi, hanya saja mungkin Nadi
Wanita berdarah dingin kenalan si pria cabul mengatakan yang Riana wanti-wanti padanya, maka semuanya berjalan sesuai keinginan Riana. "Jadi Riana tidak berbohong, rupanya memang benar temannya berada di luar negeri dan sempat dihubungi oleh Tania. Tania memang sangat jahat, tega sekali dia mencelakai Nadia. Wanita iblis!" Aura Abimana segera berubah kelam dan seakan ingin mencekik Tania saat ini juga."Argh!!!" teriak Abimana di dalam ruangannya yang cukup jauh dengan kamar keluarga jadi tidak ada yang mendengar selain bibi yang kebetulan sedang membersihkan area di luar ruang kerja."Pasti Tuan Abi sangat menyesali dan bersedih atas peristiwa yang menimpa Non Nadia." Bibi sangat mengasihani tuan muda yang sudah dikenalnya sejak kecil.Di dalam sana, Abimana kembali menghubungi Riana. "Kembali ke posisi kamu, tapi selama saya tidak di perusahaan tetap di posisi yang sekarang!" tegas Abimana."Baik, tuan!" Sumringah Riana. "Akhirnya saya kembali mendapatkan jabatan spesial." Kini, Ria
Rencana Riana berjalan mulus hingga seringai kemenangan ditarik. "Dengan begini Tuan Abi akan semakin membanggakan saya karena saya berhasil membuat Tania tidak menampakan diri lagi. Memang sih caranya brutal dan saya yakin Tuan Abi tidak akan menyukainya, tapi Tuan Abi tidak melarang saya melakukan cara apapun!"Sementara Riana dibalut bahagia, Tania sedang menderita. Di saat membuka mata alih-alih syurga justru ruangan kumuh yang dilihatnya. "Di mana ini?" panik segera menyerbu. Pun, tubuhnya segera bangkit, berhamburan pada daun pintu, meneriaki siapa saja yang mungkin akan menolongnya, tapi kenyataannya rumah kosong ini berada di tepian jalan raya hingga suaranya teredam begitu saja ditambah lokasi penyekapan berada jauh di belakang rumah.Seorang pria muncul, dia berkata di depan kaca yang menjadi satu-satunya akses sinar matahari. "Saya tidak berhasil mencuri benda apapun, tapi saya berhasil membawa pemilik rumah." Tawa jahatnya. Dengan sengaja dirinya berakting karena Riana mem
Bel apartemen milik Riana ditekan oleh Kafka karena yang dirinya tahu Tania masih tinggal di sana. Namun, setelah mengulang hingga tiga kali, pintu tidak juga terbuka. "Apa Tania sudah tidak di sini?" Satu pertanyaan Kafka. Dirinya tahu jika Riana sedang tidak di rumah, maka seharusnya Tania yang membuka pintu.Nomor handphone Tania segera dibuhungi, tetapi nomornya tidak aktif. "Tumben, biasanya Tania selalu mengaktifkan nomor karena orangtuanya sering menguhubungi." Pria ini segera bergegas menuju kediaman Tania, tetapi di sana juga kosong bahkan seolah sudah ditinggalkan sejak lama, halamannya cukup berantakan. "Apa Tania pulang ke rumah orangtuanya?"Kafka tidak suka bertanya-tanya tanpa mendapatkan jawaban, maka di sore hari dirinya segera membuat janji dengan Riana. "Saya ingin bertemu dengan Tania. Di mana dia sekarang?""Masih di rumah saya, Tania tidak pernah pergi kemanapun, dia menumpang hidup dan melakukan segala hal di rumah saya!" ketus Riana bahkan dirinya tidak menerim
Hari baru tiba, Kafka berhasil mendapatkan kode akses masuk ke dalam aparteman milik Riana. Jadi, saat wanita itu pergi dengan leluasa Kafka masuk. Dia bukan pria bodoh, pria ini memakai jaket bertopi dan masker kala menapakan kaki di dalam apartemen untuk berjaga-jaga dari hal tidak terduga. "Tania," panggilannya dengan suara rendah, tetapi wanita yang dicari tidak menyahut.Kini, untuk langkah terakhir Kafka harus membuka satu persatu pintu ruangan. Tiga kamar ditemuinya, tapi tidak satupun yang menunjukan keberadaan Tania, pun alat komunikasinya masih belum bisa terhubung hingga Kafka menanamkan kecurigaan pada Riana.Tidak lama Kafka berada di apartemen, dirinya juga tidak meninggalkan jejak apapun selain rekaman CCTV yang sejak tadi mengawasinya, tetapi Kafka tidak takut sama sekali, toh dirinya tidak bermaksud melakukan kejahatan. Si pemilik apartemen kembali dihubungi. "Di mana Tania?""Iya Tuhan. Kamu sangat cerewet sebagai laki-laki, saya sudah mengatakannya pada Tania, tapi
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg