Udara panjang mampu ditarik semua anggota keluarga. Wira mengutarakan rasa lega di hatinya, "Akhirnya benalu di rumah ini enyah. Abi, kami percaya kamu tidak menghalimi Tania, jadi jangan kamu bawa lagi wanita itu kemari."Abimana mendesah tipis, "Tapi Abi tetap ingin memberikan bukti maka dari itu membawa Tania, lagipula Tania tidak berhenti membuat onar, Abi pikir dengan keputusan itu Tania bisa menjadi orang waras.""Dia tidak akan pernah menjadi orang waras!" Wira murka pada wanita jahat nan jalang itu. Jika saja hukum tidak berlaku maka dirinya akan membunuh Tania sejak awal.Nadia penat dengan segala hal tentang Tania, maka dia meminta Abimana mengantarnya ke kamar, tapi karena belum bisa menggunkan tongkat berjalan, maka Abimana menggendongnya saat menaiki satu-persatu anak tangga. "Besok kita tidur di kamar bawah saja, supaya kamu juga mudah kemana-mana. Kalau saya sedang tidak ada, siapa yang akan menggendong kamu, hm." Tatapan cinta sangat pekat."Memangnya kamu akan kemana,
Riana keluar dari rumahnya menuju perusahaan, sedangkan Tania tetap berdiam diri di istananya. "Sangat menyebalkan, Tania menyebalkan!" rutuk Riana ketika mengambil mobilnya di parkiran apartemen."Pagi, kamu yang tadi menghubungi saya?" Kafka muncul di sisi mobil Riana hingga wanita ini melonjak kaget."Siapa kamu?" Raut wajahnya menggambarkan ketakutan."Perkenalkan, nama saya Kafka." Pria ini mengulurkan tangan kanannya, tapi tidak semudah itu Riana menyambut tamu tidak diundang yang datang secara tiba-tiba."Dari mana kamu tahu alamat rumah saya?" selidik Riana yang menganggap jika Kafka adalah penguntit atau jenis pria berbahaya lainnya."Mudah." Senyuman ramah Kafka, tetapi tentu saja tidak mengubah penyelidikan Riana."Ada perlu apa menemui saya, apa kamu akan mengambil Tania? Baguslah!" Riana tersenyum bersemangat, tetapi ditambah sikap angkuh."Tidak, saya hanya ingin bicara dengan nona." Kafka tetap memasang wajah ramah pada siapa saja, begitupun pada Riana karena dengan rau
Abimana tidak menyalurkan hasratnya karena mengasihani Nadia melebihi dirinya sendiri. Seperti yang dikatakannya, dirinya berfantasi, tetapi tanpa sepengetahuan Nadia karena terlalu memalukan untuknya kala kegiatan itu diumumkan pada istrinya. Pria ini meninggalkan Nadia yang terlelap setelah sarapan dan meminum obatnya."Bagaimana keadaan Nadia?" Mila baru saja tiba di rumah setelah berolahraga kecil dengan Saraswati."Nadia anak penurut," kekeh Abimana.Saraswati menanggapi bersama kekeh, "Nadia memang anak baik, maka terkadang nenak merindukannya setiap detik.""Maaf ya nek, Abi merebut Nadia dari nenek," kelakar pria bertubuh tegap ini."Apanya yang merebut, justru nenek bahagia karena Nadia sudah menemukan teman hidup."Abimana, Mila dan Saraswati sudah duduk santai di sofa. Pria ini mulai bertanya hal serius, "Kira-kira di mana mamanya Nadia. Kalau nenek mau, Abi akan membantu mencari."Saraswati tersenyum kecil. "Nenek tidak akan menolak bantuan Nak Abi, hanya saja mungkin Nadi
Wanita berdarah dingin kenalan si pria cabul mengatakan yang Riana wanti-wanti padanya, maka semuanya berjalan sesuai keinginan Riana. "Jadi Riana tidak berbohong, rupanya memang benar temannya berada di luar negeri dan sempat dihubungi oleh Tania. Tania memang sangat jahat, tega sekali dia mencelakai Nadia. Wanita iblis!" Aura Abimana segera berubah kelam dan seakan ingin mencekik Tania saat ini juga."Argh!!!" teriak Abimana di dalam ruangannya yang cukup jauh dengan kamar keluarga jadi tidak ada yang mendengar selain bibi yang kebetulan sedang membersihkan area di luar ruang kerja."Pasti Tuan Abi sangat menyesali dan bersedih atas peristiwa yang menimpa Non Nadia." Bibi sangat mengasihani tuan muda yang sudah dikenalnya sejak kecil.Di dalam sana, Abimana kembali menghubungi Riana. "Kembali ke posisi kamu, tapi selama saya tidak di perusahaan tetap di posisi yang sekarang!" tegas Abimana."Baik, tuan!" Sumringah Riana. "Akhirnya saya kembali mendapatkan jabatan spesial." Kini, Ria
Rencana Riana berjalan mulus hingga seringai kemenangan ditarik. "Dengan begini Tuan Abi akan semakin membanggakan saya karena saya berhasil membuat Tania tidak menampakan diri lagi. Memang sih caranya brutal dan saya yakin Tuan Abi tidak akan menyukainya, tapi Tuan Abi tidak melarang saya melakukan cara apapun!"Sementara Riana dibalut bahagia, Tania sedang menderita. Di saat membuka mata alih-alih syurga justru ruangan kumuh yang dilihatnya. "Di mana ini?" panik segera menyerbu. Pun, tubuhnya segera bangkit, berhamburan pada daun pintu, meneriaki siapa saja yang mungkin akan menolongnya, tapi kenyataannya rumah kosong ini berada di tepian jalan raya hingga suaranya teredam begitu saja ditambah lokasi penyekapan berada jauh di belakang rumah.Seorang pria muncul, dia berkata di depan kaca yang menjadi satu-satunya akses sinar matahari. "Saya tidak berhasil mencuri benda apapun, tapi saya berhasil membawa pemilik rumah." Tawa jahatnya. Dengan sengaja dirinya berakting karena Riana mem
Bel apartemen milik Riana ditekan oleh Kafka karena yang dirinya tahu Tania masih tinggal di sana. Namun, setelah mengulang hingga tiga kali, pintu tidak juga terbuka. "Apa Tania sudah tidak di sini?" Satu pertanyaan Kafka. Dirinya tahu jika Riana sedang tidak di rumah, maka seharusnya Tania yang membuka pintu.Nomor handphone Tania segera dibuhungi, tetapi nomornya tidak aktif. "Tumben, biasanya Tania selalu mengaktifkan nomor karena orangtuanya sering menguhubungi." Pria ini segera bergegas menuju kediaman Tania, tetapi di sana juga kosong bahkan seolah sudah ditinggalkan sejak lama, halamannya cukup berantakan. "Apa Tania pulang ke rumah orangtuanya?"Kafka tidak suka bertanya-tanya tanpa mendapatkan jawaban, maka di sore hari dirinya segera membuat janji dengan Riana. "Saya ingin bertemu dengan Tania. Di mana dia sekarang?""Masih di rumah saya, Tania tidak pernah pergi kemanapun, dia menumpang hidup dan melakukan segala hal di rumah saya!" ketus Riana bahkan dirinya tidak menerim
Hari baru tiba, Kafka berhasil mendapatkan kode akses masuk ke dalam aparteman milik Riana. Jadi, saat wanita itu pergi dengan leluasa Kafka masuk. Dia bukan pria bodoh, pria ini memakai jaket bertopi dan masker kala menapakan kaki di dalam apartemen untuk berjaga-jaga dari hal tidak terduga. "Tania," panggilannya dengan suara rendah, tetapi wanita yang dicari tidak menyahut.Kini, untuk langkah terakhir Kafka harus membuka satu persatu pintu ruangan. Tiga kamar ditemuinya, tapi tidak satupun yang menunjukan keberadaan Tania, pun alat komunikasinya masih belum bisa terhubung hingga Kafka menanamkan kecurigaan pada Riana.Tidak lama Kafka berada di apartemen, dirinya juga tidak meninggalkan jejak apapun selain rekaman CCTV yang sejak tadi mengawasinya, tetapi Kafka tidak takut sama sekali, toh dirinya tidak bermaksud melakukan kejahatan. Si pemilik apartemen kembali dihubungi. "Di mana Tania?""Iya Tuhan. Kamu sangat cerewet sebagai laki-laki, saya sudah mengatakannya pada Tania, tapi
Malam ini Kafka menginap di rumah sakit, tepatnya di ruang rawat Tania karena pria ini diminta Tania supaya tidak meninggalkannya, wanita ini trauma pada penyekapan yang memakan waktu hampir satu bulan. Kafka memilih mengalah dan berlapang dada walau wanita yang ditolongkan sedang mengandung anak orang lain, pun si wanita masih terobsesi dengan pria yang menghamilinya."Apa Abi sudah tahu?" Suara lemah Tania."Jangan pikirkan Abimana dan memangnya penting Abimana harus tahu, hm?" Kafka tidak nyaman dengan pertanyaan Tania, tapi karena dirinya pria berhati mulia maka mampu memaafkan Tania begitu saja."Setidaknya dia harus tahu kalau bayi yang selama ini penting baginya pernah melewati masa sangat sulit. Kelaparan, kurang gizi dan banyak lagi, bahkan saya sering meminum air keruh dari keran. Bayi ini merasakan semuanya," rintih Tania.Kafka tidak ingin hanyut dalam penderitaan Tania walau semuanya terdengar memilukan. "Dokter mengatakan keadaan kalian tidak seburuk kelihatannya dan dok