Riana tersentak, tetapi tentu saja akan menghindari kalimat Abimana walau kenyataan yang dilakukannya memang sesuai dengan ucapan sang tuan. "Tuan, apa maksud anda?"Abimana membalik tubuhnya, manatap Riana dengan sengit. "Saya memang puas dengan pekerjaan kamu, hingga hidup saya dan Nadia tenang dan nyaman, tapi saya tidak menghalalkan segala cara seperti yang kamu lakukan. Kenapa harus menyekap Tania, kamu tahu kan dia sedang mengandung. Bagaimana jika bayinya tidak selamat heuh, kamu siap membayar nyawa dengan nyawa!"Riana semakin tersentak saja oleh kalimat Abimana. "Tuan, tolong jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu. Saya ...." Kalimatnya dipotong oleh Abimana."Tandatangani saja, saya tidak membutuhkan orang seperti kamu!"Riana tidak ingin mengalah dan menyerah. "Bagaimana dengan kerjasama kita, tuan menginginkan saya menyingkir Tania, saya sudah melakukannya, tapi sekarang saya merasa dikhianati, tuan harus membayarnya!" Wanita ini memberanikan diri menentang Abimana k
Dua minggu berlalu, kehamilan Tania sudah menginjak bulan ke lima. Tania menghuni kediamannya, dua orang bodyguard utusan Kafka menjaga dua puluh empat jam bergilir maka hidupnya sangat tenang tanpa gangguan siapapun dan tanpa mengganggu siapapun.Perut buncit Tania menjadi kebahagiaan tersendiri, tetapi tidak bertahan lama karena kedua orangtuanya datang dan mengetahui kehamilan di luar nikah putrinya. "Siapa ayah si bayi, katakan!" tegas Bima.Pertanyaan Bima membuat Tania mati kutu karena kebingungan harus memberikan jawaban seperti apa. Bima kembali mendensak. "Katakan!"Tania hanya memandangi kedua orangtuanya dengan panik dan nanar. "Pa, ma ..., Tania sudah mencoba meminta pertanggung jawaban Abi, tapi Abi tidak bisa menikahi Tania.""Pria brengsek. Dia meninggalkan kamu karena ingin lari dari tanggung jawab!" Bima berdiri geram dengan kedua mata berkobar.Tania memegangi kedua sisi kepalanya seakan menahan sesuatu yang mengganggu pikirannya. Maka, Nia segera memberikan rangkula
Tania rasa percuma saja mengungkapkan identitas Kafka toh pria itu tidak akan pernah bertanggung jawab atas bayinya. "Bayi ini milik Abimana ma, Kafka cuma kambing hitamnya Abi."Nia mendesah pelan, hatinya hancur hanya saja tidak bisa diungkapkan pada Tania, apalagi saat putrinya mengandung. "Iya sudah, kamu hidup sebagaimana mestinya saja, mama akan selalu ada di samping kamu." Wanita ini memutuskan tetap tinggal di kediaman putrinya walau suaminya harus kembali karena harus mengurus perusahaan.Setelah dari rumah sakit, pria yang sejak tadi dibicarakan Nia akhirnya menunjukan batang hidungnya, tetapi bukan untuk memerkenalkan diri melainkan hanya ingin memeriksa bodyguard yang dipekerjakannya untuk menjaga Tania, pun pria ini tidak pernah tahu jika kini Tania tinggal bersama orangtuanya."Jadi kamu pria bernama Kafka?" Nia memerhatikan Kafka dari bawah hingga ke atas sebelum memersilakan pria itu masuk."Iya, nyonya. Senang bertemu dengan anda." Kafka mengulurkan tangannya bersiap
Tania sudah tidak bisa menutupi segudang hal buruk yang terjadi padanya, dan dia mengakui bahwa si pria cabul pernah mendapatkan titah jahat darinya. Begitupun menceritakan tentang Riana. Maka, hampir saja Nia dibuat tidak sadarkan diri dengan sederet peristiwa di luar dugaannya. "Sayang, kenapa kamu hanya diam. Kamu punya orangtua, kami akan selalu ada buat kamu!""Maaf ma, Tania melakukan kejahatan yang mungkin membuat Tuhan murka, maka mana bisa Tania mengadu pada mama apalagi meminta bantuan walau Tania ingin karena selama disekap Tania merasa hidup ini sudah berakhir," lirihnya.Nia dibuat kalang kabut dengan segala hal yang membuatnya pusing, kemudian memandangi Tania dengan insten. "Mama yakin, jika Abimana berkata benar kalau bayi itu bukan miliknya, tapi milik Kafka-pria yang tadi siang kesini. Iya kan?""Kenapa mama bisa membuat kesimpulan seperti itu?" sendu Tania."Karena Abimana bersikeras mengatakan jika itu bukan bayinya. Berbeda dengan kamu!""Abi kan laki-laki ma, Abi
Hari berganti, Nadia memutuskan kembali ke kampus walau masih menggunakan tongkat berjalan. Semua orang berempati padanya setelah melihat konperensi fers Abimana kemarin hingga gadis ini banyak mendapatkan dukungan semangat untuk bangkit. "Saya salah memilih hari, harusnya mungkin ditunda saja sampai satu minggu ke depan baru kuliah." Udara dibuang dari mulut.Amira selalu setia menemani Nadia. "Kita semua panik pas lihat kamu berguling di atas aspal, kita ingin sekali menolong cuma karena terlalu kaget jadinya malah mematung." Cerita sendu Amira."Tidak apa. Wajar kalau kalian kaget." Nadia sangat mengerti posisi orang-orang yang menyaksikan kecelakaan."Ngomong-ngomong, bagaimana Tania? Abi bilang dia kan biang keroknya, otak supaya kamu celaka. Harusnya Tania sudah dihukum!""Tidak tahu, sepertinya Abi tidak mencari informasi apapun tentang Tania. Andaipun ada kabar mungkin Abi tidak akan peduli," terka Nadia menilai dari sikap Abimana yang senang hati membongkar kebusukan Tania da
Nadia sudah menyelesaikan makannya, dirinya berjalan pincang dipapah oleh Amira sedangkan tongkat berjalan dipegangi bodyguardnya. "Tuhan ... Nadia mau berjalan lagi, tapi kok ngilu. Hiks!" raungannya hingga membuat miris yang mendengar apalagi Amira."Sabar ya ..., saya akan temani kamu selama kita bersama, saya akan sabar memapah kamu. Hiks!" Pemandangan ini memilukan untuk para gadis-mahasiswi di sekitar Nadia, maka Nadia mendapatkan banyak tawaran, tetapi ditolak halus karena sudah ada Amira.Esther-bodyguardnya hanya tersenyum simpul menyaksikan pemandangan ini karena tingkah anak-anak itu begitu lucu di matanya. Jadi, dirinya bisa menyimpulkan jika Nadia aman selama berada di lingkungan kampus, tetapi mata elangnya tetap siaga.Materi selanjutnya berjalan lancar, hingga jam terakhir. "Akhirnya ...." Nadia meluruskan punggungnya yang sedikit kaku."Padahal saya mau main ke rumah kamu lagi, tapi gara-gara Devan suruh saya belanja sama mamanya jadi tidak bisa deh!" keluhan serta ru
Nadia ingin mencari tahu maksud ucapan Abimana, tetapi dirinya terlalu takut mengetahui kenyataan jika ternyata hanya menyakiti. Maka, gadis ini segera mengalihkan topik pembicaraan. "Saya lapar.""Kita makan dulu di retoran." Senyuman teduh menjadi bagian utama pemandangan di wajah Abimana. Nadia menyukainya dan merasakan besarnya kasih sayang sang suami, tetapi dirinya tidak boleh bertindak seperti wanita murahan walau hati mudah tersentuh oleh senyuman itu.Sebuah restoran mewah dikunjungi, ini tidak aneh, karena hidup Abimana royal. Nadia memesan dua porsi untuk memuaskan rasa laparnya. "Jangan tertawakan saya!" peringatannya sebelum menjadi bahan olok-olok Abimana.Abimana membuang udara tipis. "Padahal sejak tadi saya romantis sama kamu, tidak ada niat ingin menertawakan.""Hihi ...." Nadia menangkup bibirnya dengan anggun menggunakan telapak tangan yang sangat halus, "saya harus berjaga-jaga dari ejekan kamu.""Makan yang banyak, sayang." Senyuman teduh Abimana kembali melengku
Malam belum terlalu larut, jam dinding baru saja berhenti di angka sepuluh, tetapi Abimana sudah mulai melakukan pemanasan walau Nadia belum siap. "Saya sudah tegang!""Jangan bicarakan itu dan jangan mengakuinya terus-menerus!" Pipi Nadia memerah malu."Bagaimana bisa dipendam. Memang kenyataannya, sayang!" Seringai genit Abimana mengembang."Tidak perlu diucapkan, saya bisa melihat!" Pipi Nadia semakin merona. Entahlah benda tegang itu membuatnya kegelian, tetapi sangat betah untuk dipandangi, digenggam atau bahkan membawanya ke kenikmatan dunia."Iya sudah, kita mulai saja sayang." Suara berat Abimana. Kaki Nadia segera dibuka lebar, "sangat feminim." Wajah Abimana sangat cabul saat ini karena milik Nadia sangat indah di matanya."Kamu belum melakukan pemanasan. Nanti saya sakit!" Malu Nadia saat mengatakannya. Seketika Abimana mencumbu leher dan bagian-bagian sensitif lainnya yang berada di tubuh Nadia hingga istrinya meminta dirinya dengan frontal.Malam ini memabukkan, dewa dan
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg