"Dia … dia ada di Paviliun Sepuluh!!" ujar Cameron ragu-ragu. Arum membanting meja. Dia berdiri terengah-engah karena menahan kemarahannya. Kemudian dia bergegas ke luar. Cameron yang tidak berani mengabaikan Arum segera mengikutinya.Beberapa menit kemudian Arum memimpin para pengawal keluar dari paviliun. Arum tampak seperti binatang buas yang menembus angin.Malam itu angin terasa sejuk. Meskipun begitu aura kematian menggelayuti daerah tersebut. Tidak pernah lagi ada bulan terang menggantung tinggi di atas langit Kota Tianhu. Awan gelap menyelimuti kota tersebut dan sekitarnya. Malam itu sangat sepi. Orang yang berkeliaran di luar bisa dihitung jari. Tidak ada yang menjajakan barang dagangannya.Sesekali dari arah rumah penduduk, terdengar teriakan kemarahan seorang pria diikuti suara tangisan perempuan. Ada juga suara orang tertawa. Terjadi penjarahan, pembunuhan dan pembakaran rumah penduduk yang dilakukan sekelompok orang asing. Karena itu hampir semua kota pintu gerban
"Plak!"Suara tamparan itu terdengar nyaring di seluruh loteng.Pipi Arum langsung panas. Tanpa sadar dia mengangkat tangannya ke pipirnya. Pipinya bengkak!Arum menatap Axel dengan tatapan tidak percaya, "Kamu menamparku?"Sorot mata Axel tampak kejam. Dia berkata sambil tersenyum dingin, "Memangnya kenapa jika aku menamparmu?""Bajingan! Brengsek! Beraninya kau menamparku?"Arum menyerang suaminya dengan ganas. Dia tampak seperti orang gila dengan mencakar dan memukul Axel sambil berteriak histeris. Axel berusaha mengelak dari serangan Arum, tapi semakin dia mengelak, semakin Arum menjadi lebih beringas. “Keluar!” Sekarang giliran Axel yang berteriak. Detik berikutnya, tinjunya melayang ke perut Arum. Arum menjerit kesakitan. Dia terjatuh. "Nyonya!""Arum!"Para pengawal Keluarga Yefu setia pada Arum meskipun Arum bertingkah seperti orang gila. Mereka segera menolong Arum setelah melihat Arum dipukul Axel. Darah mengalir dari sudut mulut Arum. Wajahnya merengut kesaki
"Hahaha!"Tawa itu terdengar lirih, tapi sanggup membuat bulu kuduk semua orang berdiri!Axel berdiri dengan kepala tertunduk. Di sekelilingnya muncul gas hitam yang semakin lama semakin besar. Kondisi ini membuatnya terlihat seperti Iblis.Axel mengangkat kepalanya dan menyeringai. Tatapan matanya sama seperti Dewa Kematian yang hendak menjemput korban. Semua orang tercengang. Mereka belum pernah melihat Axel bersikap seperti ini. "Wuzzz!"Sebelum mereka bereaksi, Axel berubah menjadi gas hitam. Booom!Tiang penahan loteng yang ada di belakang Arum meledak. Arum segera melindungi dirinya. Tangannya menahan reruntuhan tiang. Dia lalu terjatuh.Arum terbatuk-batuk. Rasanya dia mau pingsan. Nyeri di perutnya kembali datang. Hanya saja dia tidak bisa pingsan. Detik berikutnya nyawanya terancam. Axel mencekik leher Arum dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Arum tidak bisa bernapas. Dia memegang tangan Axel dan berusaha melepaskan cengkramannya. Percuma saja. Arum memukul-mukul
Semua orang menatap Arum dengan bingung.Suara tetesan air yang mereka dengar itu bukan darah. “Kamu menangis?” Axel tersenyum mengejek. Arum memang menangis. Pipinya basah. Ada orang yang menangis karena sangat takut. Ada juga yang menangis karena merasa kematian sebentar lagi akan menjemput mereka. Ada juga orang menangis karena rasa sakit yang mereka derita. Semua kondisi ini dirasakan Arum. Tapi tetesan air yang menetes itu bukan air mata. Pertanyaan yang dilontarkan Axel padanya barusan adalah sebuah ironi. Karena suara tetesan air itu bukan air mata, bukan darah, tapi suara air kencing!Arum tidak peduli akan hal itu. Dia tidak peduli jika Cameron dan para pengawalnya melihat kondisinya yang menyedihkannya ini. Ketika dirinya terancam, buat apa lagi memikirkan martabat? Arum menggelengkan kepalanya dengan putus asa. Dirinya tidak memiliki kekuatan untuk melawan Axel. Sangat menyedihkan!"Axel. Kondisi Arum sudah lemah. Kamu ... kamu harus melepaskannya," Cameron be
"Sret!"Sambil tersenyum Axel membuka celananya. Cameron dan lainnya terpana. Mereka mengira Axel akan membunuh Arum, tapi …."Apa yang kalian lihat? Cepat lihat ke bawah!" Cameron memperingatkan para pengawalnya untuk menundukkan kepala mereka. “Siapa yang memberimu izin untuk melihat ke bawah?!” teriak Axel. Cameron terkejut, "Tapi ...." Axel tersenyum dingin, "Siapa pun yang melihat ke bawah, akan kuhabisi!"Semua orang terdiam. Dulu mereka menganggap remeh Axel. Sekarang mereka tidak berani menentangnya. Buktinya sudah terlihat. Jika mereka berani bergerak, nyawa mereka bakal melayang. Axel akan langsung membunuh mereka. Diam-diam mereka menelan ludah. Tidak ada yang berani bergerak sedikit pun.Cameron ingin berkata lagi, tapi aksi Axel menghentikannya. Detik berikutnya terdengar jeritan Arum. Debu-debu berjatuhan. "Pluk!"Debu yang sama juga berjatuhan di atas kepala Cameron. Dirinya menutup mata dan tidak bergerak. Cameron hanya bisa mendengarkan jeritan Arum
"Tentu saja, aku tidak akan menolak," Cameron tersenyum.Naluri Cameron mengatakan dia harus melakukan hal ini. Meskipun Cameron menahan tentara elit yang dikirim oleh Laut Abadi dan tidak takut pada Keluarga Ye, tetapi jika terjadi perselisihan dengan Keluarga Ye jelas lebih merugikan daripada menguntungkan Cameron."Keluarga Fu dan Keluarga Ye saling mendukung. Sekarang mereka diam-diam menguasai kota-kota di sekitar Kota Tianhu. Pengaruh mereka tambah kuat. Bagaimana kita bisa berselisih satu sama lain? Kita perlu lebih mempererat hubungan, bahkan berbagi suka dan duka. Bukankah begitu?" Axel tersenyum. "Itu benar," Cameron buru-buru menjawab."Anjing mati ini cukup enak dimainkan. Cameron, kamu juga bisa bermain.""Ini ...." Cameron tertegun, "Axel, tidak peduli separah apa perbuatan Arum, tapi dia … dia adalah istrimu, dan aku ... aku adalah tetuanya.""Perempuan itu seperti pakaian. Sementara laki-laki semua bersaudara. Memangnya kenapa? Jika kamu suka, kamu bisa menikma
Cameron menganggukkan kepalanya.Apakah dia ingin tahu?Cameron betul-betul ingin tahu! Keinginan itu merasuki hingga sumsum tulang belakangnya!Setiap orang menginginkan kekuatan lebih. Kekuatan yang bisa mereka dapatkan dalam waktu singkat. Apalagi untuk Cameron sebagai orang yang sangat peduli pada status dan kedudukan. "Tempat ini sudah kehilangan keanggunannya. Mari kita pindah ke tempat lain."Axel melirik Arum kemudian berbalik dan berjalan melalui tangga ke bawah.Di situasi seperti ini, bagaimana mungkin Cameron masih peduli dengan kondisi Arum yang mengenaskan? Cameron takut kesempatan Axel memberitahu rahasianya tidak akan terulang lagi. Jadi dia mengikuti Axel turun ke bawah. Para pengawal saling memandang satu sama lain. Kemudian mereka mengangguk dan ikut turun ke bawah. Di loteng tersebut, jejak darah ada di mana-mana. Belum lagi mayat-mayat perempuan penghibur. Yang tersisa hanyalah Arum. Itu pun kondisinya menyedihkan. Pakaiannya berantakan. Tubuhnya berlumu
Selain pakaian hitamnya, pria itu dikelilingi oleh energi hitam. Dari pria itu keluar aura tenang yang begitu terasa ke seluruh tubuhnya.Seringai di wajah Cameron langsung menghilang. Dia ikut berdiri dengan gugup. Nalurinya berkata bahwa pria yang muncul di depannya tidak bisa diremehkan. Tidak, lebih tepatnya, pria ini adalah orang yang sangat berbahaya.Lihat saja dari cara jalannya. Energi yang terpancar keluar darinya begitu menekan udara. Bahkan bernapas pun terasa sulit.Orang seperti ini sangat jarang Cameron temui sepanjang hidupnya.Cameron tidak akan berani membuat kesalahan. Dia menundukkan kepala. Cameron berharap pria itu bisa melihat bahasa tubuhnya yang tidak ingin membuat masalah. Meskipun Axel tidak mengatakan apa-apa, Cameron bisa menduga pria misterius inilah yang menjadi alasan dia menghilang lalu berubah. Dari orang ini juga Axel belajar bela diri. “Kepala Keluarga Fu. Itu kamu, bukan?” Pria misterius itu tersenyum, tapi nada suaranya membuat kulit kepa