"Keluarga Wang ... musnah," ujar Sissy dengan nada sedih. Matanya merah melihat Michael. “Apa?!” Michael sangat terkejut. Michael langsung merasa sedih. Apalagi setelah dia tahu keterlibatan Keluarga Yefu dengan Keluarga Wang. "Tak lama setelah kami meninggalkan kota, Keluarga Yefu menyerbu rumahku dengan banyak pasukan. Mereka membunuh siapa pun yang mereka lihat dan ...." Sissy terdiam. Michael bisa merasakan suasana penuh kekerasan pada saat itu. Pasti saat itu suasananya pasti sangat mencekam. “Keluarga Yefu, aku ingin mereka mati,” teriak Michael sambil menggertakkan giginya. Keluarga Yefu sudah menumpahkan darah Kelompok Misterius dan Keluarga Wang. Selain itu, Michael juga marah pada dirinya sendiri. Kalau saja dirinya memasukkan Keluarga Wang ke dalam Kelompok Misterius, mereka tidak akan pernah mengalami bencana ini.Keluarga Wang tidak menikmati keuntungan apa pun. Mereka malah membayar harga yang sangat mahal.Rasa bersalah yang begitu berat ini membuat Michael
Piring naga!Kapak Pangu!Peach!Kota Kremasi!Sebelumnya unsur-unsur itu tampak tidak berhubungan, tetapi semakin ke sini, semua unsur itu memiliki hubungan!Orang-orang itu mengendalikan Peach. Merekat tahu beberapa rahasia tentang Kapak Pangu. Mereka mengirim orang untuk merebutnya.Michael belum tahu apa itu piring naga, tapi ada tanda Pangu di atasnya. Orang-orang misterius itu mencari tahu piring naga. Apakah Marcus termasuk anggota kelompok mereka? Melihat keanehan yang dilakukan Marcus hari ini, tampaknya kemungkinan itu ada.Mungkin saja Empat Dewa Iblis itu mengetahui rahasia ini, tetapi mereka tidak bersama Marcus. Bahkan ada kemungkinan mereka dihalangi oleh Marcus di tengah jalan.Marcus bagian dari Kelompok Iblis. Empat Dewa Iblis juga anggota mereka. Pada saat yang sama, ada dua Kelompok Iblis yang memperebutkan piring naga!Ada rahasia apa dalam piring naga tersebut?!"Sepertinya kita harus pergi ke Kota Kremasi," gumam Michael. Semua petunjuk menunjuk ke
“Cameron sudah pulang. Saat ini dia sedang menunggu di Paviliun Musim Panas,” ujar si pelayan. Arum tidak membuang waktu lagi. Dia lalu bergegas ke luar. Tidak lama kemudian Arum bersama para pelayannya datang ke paviliun yang unik. Ada tulisan di depan paviliun itu, "Selamat Datang di Paviliun Musim Panas".Interior ruangan didekorasi dengan mewah dan berbeda dibanding paviliun utama."Arum!"Cameron yang sudah lama menunggu tersenyum. Dia lalu bergegas menemui Arum."Cameron, sudah berapa kali kubilang untuk memanggilku Wali Kota," Arum berjalan menuju kursi di tengah. Wajahnya meringis ketika melihat bantal dengan wajah Bella. Arum mendengus dan menyingkirkan bantal itu. "Ya, Wali Kota," ujar Cameron dengan ekspresi wajah sedikit malu. Dia lalu tersenyum. “Bagaimana?” tanya Arum dengan nada lembut.“Tiga kota terdekat telah direbut. Dengan tambahan Kota Tianhu dan Tianlan, Keluarga Yefu sekarang lebih kuat dari sebelumnya,” Cameron melapor pada Arum. "Kamu sudah mel
"Dia … dia ada di Paviliun Sepuluh!!" ujar Cameron ragu-ragu. Arum membanting meja. Dia berdiri terengah-engah karena menahan kemarahannya. Kemudian dia bergegas ke luar. Cameron yang tidak berani mengabaikan Arum segera mengikutinya.Beberapa menit kemudian Arum memimpin para pengawal keluar dari paviliun. Arum tampak seperti binatang buas yang menembus angin.Malam itu angin terasa sejuk. Meskipun begitu aura kematian menggelayuti daerah tersebut. Tidak pernah lagi ada bulan terang menggantung tinggi di atas langit Kota Tianhu. Awan gelap menyelimuti kota tersebut dan sekitarnya. Malam itu sangat sepi. Orang yang berkeliaran di luar bisa dihitung jari. Tidak ada yang menjajakan barang dagangannya.Sesekali dari arah rumah penduduk, terdengar teriakan kemarahan seorang pria diikuti suara tangisan perempuan. Ada juga suara orang tertawa. Terjadi penjarahan, pembunuhan dan pembakaran rumah penduduk yang dilakukan sekelompok orang asing. Karena itu hampir semua kota pintu gerban
"Plak!"Suara tamparan itu terdengar nyaring di seluruh loteng.Pipi Arum langsung panas. Tanpa sadar dia mengangkat tangannya ke pipirnya. Pipinya bengkak!Arum menatap Axel dengan tatapan tidak percaya, "Kamu menamparku?"Sorot mata Axel tampak kejam. Dia berkata sambil tersenyum dingin, "Memangnya kenapa jika aku menamparmu?""Bajingan! Brengsek! Beraninya kau menamparku?"Arum menyerang suaminya dengan ganas. Dia tampak seperti orang gila dengan mencakar dan memukul Axel sambil berteriak histeris. Axel berusaha mengelak dari serangan Arum, tapi semakin dia mengelak, semakin Arum menjadi lebih beringas. “Keluar!” Sekarang giliran Axel yang berteriak. Detik berikutnya, tinjunya melayang ke perut Arum. Arum menjerit kesakitan. Dia terjatuh. "Nyonya!""Arum!"Para pengawal Keluarga Yefu setia pada Arum meskipun Arum bertingkah seperti orang gila. Mereka segera menolong Arum setelah melihat Arum dipukul Axel. Darah mengalir dari sudut mulut Arum. Wajahnya merengut kesaki
"Hahaha!"Tawa itu terdengar lirih, tapi sanggup membuat bulu kuduk semua orang berdiri!Axel berdiri dengan kepala tertunduk. Di sekelilingnya muncul gas hitam yang semakin lama semakin besar. Kondisi ini membuatnya terlihat seperti Iblis.Axel mengangkat kepalanya dan menyeringai. Tatapan matanya sama seperti Dewa Kematian yang hendak menjemput korban. Semua orang tercengang. Mereka belum pernah melihat Axel bersikap seperti ini. "Wuzzz!"Sebelum mereka bereaksi, Axel berubah menjadi gas hitam. Booom!Tiang penahan loteng yang ada di belakang Arum meledak. Arum segera melindungi dirinya. Tangannya menahan reruntuhan tiang. Dia lalu terjatuh.Arum terbatuk-batuk. Rasanya dia mau pingsan. Nyeri di perutnya kembali datang. Hanya saja dia tidak bisa pingsan. Detik berikutnya nyawanya terancam. Axel mencekik leher Arum dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Arum tidak bisa bernapas. Dia memegang tangan Axel dan berusaha melepaskan cengkramannya. Percuma saja. Arum memukul-mukul
Semua orang menatap Arum dengan bingung.Suara tetesan air yang mereka dengar itu bukan darah. “Kamu menangis?” Axel tersenyum mengejek. Arum memang menangis. Pipinya basah. Ada orang yang menangis karena sangat takut. Ada juga yang menangis karena merasa kematian sebentar lagi akan menjemput mereka. Ada juga orang menangis karena rasa sakit yang mereka derita. Semua kondisi ini dirasakan Arum. Tapi tetesan air yang menetes itu bukan air mata. Pertanyaan yang dilontarkan Axel padanya barusan adalah sebuah ironi. Karena suara tetesan air itu bukan air mata, bukan darah, tapi suara air kencing!Arum tidak peduli akan hal itu. Dia tidak peduli jika Cameron dan para pengawalnya melihat kondisinya yang menyedihkannya ini. Ketika dirinya terancam, buat apa lagi memikirkan martabat? Arum menggelengkan kepalanya dengan putus asa. Dirinya tidak memiliki kekuatan untuk melawan Axel. Sangat menyedihkan!"Axel. Kondisi Arum sudah lemah. Kamu ... kamu harus melepaskannya," Cameron be
"Sret!"Sambil tersenyum Axel membuka celananya. Cameron dan lainnya terpana. Mereka mengira Axel akan membunuh Arum, tapi …."Apa yang kalian lihat? Cepat lihat ke bawah!" Cameron memperingatkan para pengawalnya untuk menundukkan kepala mereka. “Siapa yang memberimu izin untuk melihat ke bawah?!” teriak Axel. Cameron terkejut, "Tapi ...." Axel tersenyum dingin, "Siapa pun yang melihat ke bawah, akan kuhabisi!"Semua orang terdiam. Dulu mereka menganggap remeh Axel. Sekarang mereka tidak berani menentangnya. Buktinya sudah terlihat. Jika mereka berani bergerak, nyawa mereka bakal melayang. Axel akan langsung membunuh mereka. Diam-diam mereka menelan ludah. Tidak ada yang berani bergerak sedikit pun.Cameron ingin berkata lagi, tapi aksi Axel menghentikannya. Detik berikutnya terdengar jeritan Arum. Debu-debu berjatuhan. "Pluk!"Debu yang sama juga berjatuhan di atas kepala Cameron. Dirinya menutup mata dan tidak bergerak. Cameron hanya bisa mendengarkan jeritan Arum