Suara terkesiap meluncur dari hampir semua mulut orang-orang yang berada di ruang tengah rumah warisan Isyana. Bahkan, jantung Harvey serasa nyaris berhenti berdetak saking terkejutnya. Nyawa istrinya dalam bahaya setelah berbagai drama dan kerepotan untuk menjebak Nyonya Marissa.Isyana terdorong ke belakang oleh tubuh tinggi kekar asisten Harvey itu yang bertindak cepat menahan pergelangan tangan Nyonya Marissa. Pergulatan sengit memperebutkan pisau dapur berukuran kecil itu terasa sangat menegangkan.Dengan sigap suaminya menangkap tubuh Isyana. "Sayang, kau tidak apa-apa 'kan?" tanya Harvey lega bercampur cemas."Nggakpapa, Mas!" sahut Isyana yang masih gemetaran karena syok.Bob Oliver yang masih berusaha melawan tenaga besar wanita bertubuh gempal tersebut pun menghardik, "Berhenti berbuat bodoh, Nyonya Marissa!" "Lebih baik kau saja yang mati, Mister Bob. Kau yang menjebakku untuk menjual aset milik Harvey!" balas Nyonya Marissa sembari mengarahkan bagian ujung tajam pisau ke
Alicia yang kini berpindah tempat tinggal di rumah tahanan sementara Polsek Tanah Abang seperti orang ling lung. Dia seperti hidup tanpa jiwa, badannya mulai kurus kering karena sering kali tidak makan maupun minum. Setiap hari dia hanya berbaring saja di atas matras tipis yang ada di lantai berlapis tikar usang.Tanpa disangka suatu malam Alicia yang telah tertidur mengalami mimpi buruk. Suara pria tua yang terdengar familiar memanggil-manggil namanya berulang kali dan mengatakan dia harus datang menemuinya."Nggak ... nggak ... aku nggak mau lagi, Mbah. Pergi dari sini! Lepas ... lepasin!" racau Alicia disusul teriakan histeris. Dia pun terbangun dengan tubuh bersimbah peluh dan gemetaran sembari mengedarkan pandangannya ke langit-langit sel tahanan.Namun, suara di dalam kepalanya terus berteriak menyuruh dia menemui Mbah Darwis. Maka Alicia pun berteriak-teriak seperti perempuan gila. Dia menutup kedua daun telinganya dengan telapak tangan dan menjerit, "TIIDAAAAKKK!"Beberapa pol
"Nyonya Isyana!" Suara memanggil namanya membuat wanita itu menoleh dan melihat sosok pria yang berlari-lari menghampirinya di teras depan."Ehh ... ada apa, Mang Jarwo?" tanya Isyana yang sedang menunggu Harvey yang masih menyelesaikan pekerjaan di ruangan kantor rumah bersama Bob.Jarwo menata napasnya lalu berkata, "Nyonya Muda, saya ingin menanyakan kabar Neng Alicia. Apa dia masih ada di Polsek Tanah Abang? Rencana saya pengin jenguk hari ini!"Isyana tersenyum mendengar perhatian Mang Jarwo atas adik tirinya. Namun, dia lantas teringat kalau pelet yang dikirim untuk Harvey memang sempat tertukar ke pria di hadapannya itu. Dia lalu menanggapi, "Mang, maaf kalau saya lancang mau menanyakan sesuatu. Apa boleh?""Nggakpapa, Nyah. Tanya apa saja boleh kok, kalau saya tahu akan saya jawab!" sahut Jarwo ramah disertai rasa hormat ke istri majikannya itu."Sebelum menjawab pertanyaan Mamang tadi, saya ingin menanyakan apa Mang Jarwo suka sama Alice? Ini karena ada dorongan aneh dari lua
Seusai proses ijab kabul disahkan oleh Gus Amir dan disaksikan beberapa pengawal Harvey, dua paramedis laki-laki yang mendampingi Alicia asisten dokter, dan Dokter Shinta Rosari sendiri yang juga hadir di ruangan perawatan pasien isolasi khusus.Harvey dan Isyana berpamitan terlebih dahulu karena hari telah sore menjelang petang. Sedangkan, Jarwo tetap tinggal untuk membantu Gus Amir berdoa dengan melantunkan ayat-ayat suci bersama-sama."Virzha dan Mas-Mas paramedis tolong bantu Gus Amir ya. Saya akan bantu pantau dari luar kaca jendela. Silakan dimulai saja prosesi pelepasan pengaruh dukun dan guna-guna untuk Mbak Alicia. Permisi!" pamit Dokter Shinta Rosari lalu keluar kamar yang dipenuhi kaum laki-laki tersebut selain pasien yang berbaring dengan matanya terbuka tanpa kesadaran."Tolong semua serius, harus diucapkan dengan yakin dan tanpa rasa takut ya. Mari ikuti doa saya!" pandu Gus Amir lalu menyentuh puncak kepala Alicia. Suara nyaring khusyuk terdengar dari mulut beliau.Maka
Beberapa bulan menjalani pernikahan dengan Pedro Husodo perlahan membuat Cintya mulai menyerahkan hatinya dengan ikhlas untuk dimiliki pria keturunan blasteran Spanyol itu. Memang lidah sudah full Indonesia, tetapi jejak genetik keturunan orang Spanyol itu masih nampak jelas di penampilan fisik Pedro.Malam itu Cintya sedang melayani hasrat suaminya yang selalu menggebu-gebu saat mereka bercinta. Bibir Pedro menelusuri leher jenjang hingga turun ke lembah di antara gunung kembar berisi air susu untuk anak mereka. "Ahh ... Mas, ngisapnya jangan kenceng-kenceng dong!" rintih Cintya sambil memegangi kepala berambut coklat tua tebal itu di depan dadanya."Enaknya kelewatan sih, Say. Hohoho. ASI kamu lancar banget keluarnya nih, jadi kapan seharusnya waktu lahiran anak kita kata Dokter Mawar?" tanya Pedro sembari mengecupi tangan istrinya dan memompa perlahan yang di bawah hingga terasa agak becek.Cintya menatap wajah tampan suaminya seraya menjawab, "Udah lewat tiga hari dari HPL kemari
Grand Ballroom Hotel Mulia Senayan bagaikan disulap oleh peri hutan menjadi sebuah tempat indah bak negeri dongeng. Sengaja Harvey meminta khusus kepada wedding organizer yang mengurusi resepsi pernikahannya dengan Isyana untuk mengusung tema Wonderland.Efek bagaikan masuk ke sebuah hutan rimba dengan kastil sebagai latar belakang pelaminan tempat pasangan pengantin duduk dan bersalaman dengan tamu undangan. Ada air terjun buatan di beberapa sudut dengan alur sungai yang melintasi bagian dalam grand ballroom. Beberapa hewan piaraan Harvey seperti kelinci, kura-kura tua, dan burung-burung dibawa ke tempat resepsi untuk menghidupkan fantasi ala negeri dongeng. Pagar ayu yang bertugas pemandu tamu berdandan seperti putri-putri kerajaan berseliweran siap membantu keperluan para peserta pesta. Permen dan kue pengantin dibawa oleh pagar ayu dengan keranjang anyaman bambu untuk dibagi-bagikan ke anak-anak atau siapa saja yang berkenan."Wow, nggak pernah deh lihat resepsi pernikahan semega
"Halo, Mas Jarwo. Ini Dokter Shinta Rosari, saya ingin memberi tahu kalau Mbak Alicia sudah siuman. Kondisinya sudah normal dan bisa diajak berkomunikasi. Hanya ada beberapa hal yang dia lupa sejak terakhir masih berada di sel rutan memang beliau mendapat serangan dari kuasa kegelapan!"Berita dari dokter ahli kejiwaan itu sontak membuat Jarwo sumringah. Dia masih berada di tengah pesta resepsi pernikahan Harvey dan Isyana maka Jarwo pun bangkit dari kursi lalu melangkah cepat meninggalkan Grand Ballroom Hotel Mulia Senayan. Dia menjawab sembari menunggu lift, "Halo, Dokter Shinta. Kalau saya jenguk ke panti sekarang apa boleh bertemu dengan istri saya?""Silakan saja, Mas. Ini saya shift malam untuk menjaga pasien. Nanti langsung ke kamar perawatan Mbak Alicia saja!" jawab Dokter Shinta Rosari sebelum mengakhiri telepon.Ketika lift terbuka, Jarwo segera masuk untuk turun ke lantai lobi. Dia memanggil Pak Yono yang sedang mengobrol dengan satpam hotel, "Pak ... Pak ... bisa minta tol
Suara perbantahan itu terdengar riuh dari dalam sebuah kamar pasien di panti rehabilitasi. Nada keras seorang pria dan seorang wanita mendominasi, sementara pasangannya cenderung menenangkan mereka berdua yang tersulut api amarah."KAU, TAK TAHU DIUNTUNG!" "Hey, aku tak mau jadi istri tukang kebon. Ngapain sok menentukan nasibku sih, Harvey? Mungkin dulu kamu memang kuli bangunan yang lantas jadi sukses ya, jadi ngerasa senasib sama si Jarwo tuh! Dasar sad boy!" decih sinis Alicia membuat Harvey menaikkan tangan kanannya ke udara hendak menggampar mulut yang nampaknya kurang didikan itu.Isyana menangkap tangan suaminya yang nyaris terayun ke wajah Alicia. Sedangkan, Jarwo menarik Alicia mundur dengan memeluknya dari samping ranjang pasien."Mass, jangan!" teriak Isyana.Sementara Alicia yang risih dipegang oleh Jarwo menggigit lengan pria itu agar dilepaskan. "Enak aja kamu pegang-pegang!" hardiknya dengan mata melotot ke arah Jarwo.Namun, Jarwo tidak marah sama sekali. Dia sudah b