"Aakhh ... ketubanku pecah!" seru Isyana di kamar mandi seusai berkemih. Cairan kemerahan itu mengalir dari pangkal paha dalamnya hingga menetes-netes membasahi lantai keramik putih.Dengan segera Isyana mencari pembalut khusus untuk wanita yang hamil dan usai melahirkan. Dia mengenakannya lalu menghubungi Harvey yang masih bekerja di kantor.Sore itu memang ada rapat managemen bulanan di kantor Harvey. Suasana serius karena manager keuangan sedang memaparkan laporan pendapatan perusahaan bulan ini. Harvey juga mendengarkan dengan seksama hingga ponselnya bergetar di saku dalam jasnya. Ketika melihat identitas penelepon adalah Isyana, dia segera menghentikan rapat dan berkata, "Tunggu sebentar, saya harus menjawab telepon penting!" Kemudian Harvey menekan tombol bicara. Dia berkata, "Halo, Isya. Ada apa?""Halo, Mas. Aku pecah ketuban barusan. Kita ketemu di rumah sakit ya, Mas. Kamu bisa nemenin aku lahiran 'kan?" jawab Isyana panik.Awalnya Harvey terkejut, tetapi dia pun telah lam
Suara denting gelas kristal dan alat makan keramik terdengar di sela-sela keriuhan pesta yang diselenggarakan di kediaman Dharmawan. Para tamu dari kalangan atas sibuk berbisik-bisik membicarakan kejanggalan di pesta tersebut."Ehh, Jeng Mira, kok Harvey nggak kelihatan di rumahnya ya?" ujar lirih Nyonya Astri, seorang pengusaha yang menjadi klien Harvey juga sebagai penyewa lapak di salah satu mall pria konglomerat itu.Miranda Hutagalung, istri dari pengusaha tambang batu bara pun mengedarkan pandangannya sebelum menjawab, "Iya, aku juga penasaran, Jeng Astri. Masalahnya nggak satu pun anggota keluarga Dharmawan yang muncul sepanjang pesta sejak tiga hari lalu. Lagi pula apa nggak terlalu hedon ya kalau setiap malam menggelar pesta gede-gedean begini? Budgetnya pasti ratusan juta rupiah 'kan?""Hmm ... maaf aja, takutnya pesta yang digelar oleh Jeng Marissa dan Alicia ini cuma numpang tenar aja. Stt ... mereka sih dengar-dengar pernah masuk bui karena kasus kriminal lho. Jangan-jang
"Itu mereka mau manjat pagar, Fer!" tunjuk Alfi, salah satu pengawal Harvey yang ditugasi mencari Nyonya Marissa dan Alicia. Ferry Durani yang menjabat sebagai kepala pengawal Harvey pun memberi kode ke beberapa rekannya untuk mengendap-endap menangkap dua wanita berpakaian bikini minim yang tanpa memikirkan rasa malu justru nekad memanjat tembok pembatas rumah Harvey untuk kabur tengah malam buta.Tas selempang yang dipakai Alicia ditarik oleh Ferry hingga perempuan itu menjerit histeris karena terkejut, "Arrrhhh!" Dia segera digendong oleh kepala bodyguard Harvey untuk dibawa ke hadapan bosnya."Lepaskan ... lepaskan akuuu!" Alicia meronta-ronta memukuli dan menendangi Ferry."DIAM KAMU!" hardik Ferry yang emosi karena betina yang digendongnya binal bak kuda liar.Sementara Nyonya Marissa juga ikut terciduk dan gagal melewati tembok tinggi berhias tanaman rambat Azalea yang sedang berbunga indah. Dia jatuh terguling-guling ke tanah berumput Manila hijau tebal. Koper berisi uang tun
Sebelum suaminya menjawab permintaan memelas dari ibu tirinya untuk memberikan pengampunan, Isyana segera angkat bicara, "Tante Marissa, jangan mimpi ya untuk lepas dari hukuman. Apa yang sudah Tante perbuat kepadaku dulu juga belum selesai aku lakukan perhitungannya!"Harvey mengelus punggung istrinya yang nampak sedang emosi tinggi. Bersyukur Isyana sudah melahirkan putra kembar mereka tiga minggu lalu dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Seandainya istrinya masih dalam kondisi hamil besar pasti akan langsung kontraksi rahim.Proses balik nama ilegal dari asetnya membutuhkan waktu yang cukup lama, ternyata notaris yang dipercaya oleh Nyonya Marissa harus sogok kiri kanan demi memuluskan tindak kriminal perdata terselubung tersebut."Hahaha. Perhitungan apa maksud kamu, Isya? Tante kok nggak paham ya!" kelit Nyonya Marissa sok tidak sadar diri bahwa dia punya dosa masa lalu terhadap putri sambungnya."Ohh ... jadi Tante sudah pikun ya?! Kembalikan rumah warisan mendiang papa. Ha
"TOK TOK TOK." Ketokan jamak di pintu kamarnya membuat Alicia yang hampir menenggak berbutir-butir tablet obat tidur mengurungkan niatnya. Perempuan itu memilih untuk mengayunkan kaki menuju ke pintu dan membukakan untuk tamunya. "Maaf mengganggu istirahat Anda, Nona Alicia. Komandan minta saya memeriksa kondisi Anda!" ujar Ipda Arif Wicaksono seraya melangkah masuk ke dalam kamar Alicia. Dia mengedarkan pandangannya untuk mengecek situasi di situ dan botol berisi obat tidur resep dokter itu segera membuatnya bergegas menyita barang berbahaya itu."Ini saya amankan, kalau Anda butuh bisa ambil sebutir saja sesuai dosis!" ujar Ipda Arif yang sedang menggenggam botol berisi obat tidur itu.Alicia pun menggelengkan kepalanya. "Nggak perlu lagi, Pak Polisi. Aku capek dan mau tidur saja sekarang!" jawabnya."Sebentar, saya mau periksa seisi kamar ini sebelum keluar!" Petugas polisi itu menginspeksi ruangan dengan teliti. Ipda Arif mencegah tindakan kabur atau bunuh diri tahanan yang renc
Suara terkesiap meluncur dari hampir semua mulut orang-orang yang berada di ruang tengah rumah warisan Isyana. Bahkan, jantung Harvey serasa nyaris berhenti berdetak saking terkejutnya. Nyawa istrinya dalam bahaya setelah berbagai drama dan kerepotan untuk menjebak Nyonya Marissa.Isyana terdorong ke belakang oleh tubuh tinggi kekar asisten Harvey itu yang bertindak cepat menahan pergelangan tangan Nyonya Marissa. Pergulatan sengit memperebutkan pisau dapur berukuran kecil itu terasa sangat menegangkan.Dengan sigap suaminya menangkap tubuh Isyana. "Sayang, kau tidak apa-apa 'kan?" tanya Harvey lega bercampur cemas."Nggakpapa, Mas!" sahut Isyana yang masih gemetaran karena syok.Bob Oliver yang masih berusaha melawan tenaga besar wanita bertubuh gempal tersebut pun menghardik, "Berhenti berbuat bodoh, Nyonya Marissa!" "Lebih baik kau saja yang mati, Mister Bob. Kau yang menjebakku untuk menjual aset milik Harvey!" balas Nyonya Marissa sembari mengarahkan bagian ujung tajam pisau ke
Alicia yang kini berpindah tempat tinggal di rumah tahanan sementara Polsek Tanah Abang seperti orang ling lung. Dia seperti hidup tanpa jiwa, badannya mulai kurus kering karena sering kali tidak makan maupun minum. Setiap hari dia hanya berbaring saja di atas matras tipis yang ada di lantai berlapis tikar usang.Tanpa disangka suatu malam Alicia yang telah tertidur mengalami mimpi buruk. Suara pria tua yang terdengar familiar memanggil-manggil namanya berulang kali dan mengatakan dia harus datang menemuinya."Nggak ... nggak ... aku nggak mau lagi, Mbah. Pergi dari sini! Lepas ... lepasin!" racau Alicia disusul teriakan histeris. Dia pun terbangun dengan tubuh bersimbah peluh dan gemetaran sembari mengedarkan pandangannya ke langit-langit sel tahanan.Namun, suara di dalam kepalanya terus berteriak menyuruh dia menemui Mbah Darwis. Maka Alicia pun berteriak-teriak seperti perempuan gila. Dia menutup kedua daun telinganya dengan telapak tangan dan menjerit, "TIIDAAAAKKK!"Beberapa pol
"Nyonya Isyana!" Suara memanggil namanya membuat wanita itu menoleh dan melihat sosok pria yang berlari-lari menghampirinya di teras depan."Ehh ... ada apa, Mang Jarwo?" tanya Isyana yang sedang menunggu Harvey yang masih menyelesaikan pekerjaan di ruangan kantor rumah bersama Bob.Jarwo menata napasnya lalu berkata, "Nyonya Muda, saya ingin menanyakan kabar Neng Alicia. Apa dia masih ada di Polsek Tanah Abang? Rencana saya pengin jenguk hari ini!"Isyana tersenyum mendengar perhatian Mang Jarwo atas adik tirinya. Namun, dia lantas teringat kalau pelet yang dikirim untuk Harvey memang sempat tertukar ke pria di hadapannya itu. Dia lalu menanggapi, "Mang, maaf kalau saya lancang mau menanyakan sesuatu. Apa boleh?""Nggakpapa, Nyah. Tanya apa saja boleh kok, kalau saya tahu akan saya jawab!" sahut Jarwo ramah disertai rasa hormat ke istri majikannya itu."Sebelum menjawab pertanyaan Mamang tadi, saya ingin menanyakan apa Mang Jarwo suka sama Alice? Ini karena ada dorongan aneh dari lua