"Jangan ikut campur, Alicia. Terserah kami mau makan apa dan di mana, itu sama sekali bukan urusanmu!" jawab telak Harvey dengan lirikan tajam ke adik ipar tirinya.Isyana yang awalnya terkejut pun merasa dia harus ikut andil dalam sandiwara Harvey. "Iya, Suamiku. Biar aku yang memikirkan tentang bill makan siang kita nanti. Lagi pula kamu sudah bekerja keras siang dan malam untuk menyenangkan hatiku serta membuatku puas. Mas Harvey pasti butuh asupan gizi yang berkualitas juga dong biar nggak loyo!" timpal Isyana dengan senyuman extra manis di hadapan Alicia.'Hiiihh, malah sok mesra sama suaminya pula, Kak Isya. Dasar mokondo, makan aja dibayarin ceweknya. Amit-amiiiitt!' batin Alicia seraya bergidik jijik."Hmm ... iya ya, oon banget aku kok masih nanya siapa yang bayar. JELASLAH!!" seru Alicia menyindir Harvey yang di matanya hanya sekadar kuli bangunan. Setelan jas necis itu hanya kamuflase karena makan di restoran mahal.Harvey tidak merasa tersinggung, dia malahan memuji akting
"Bu Alicia, ada benjolan di rahim Anda. Saya tidak bisa memastikan itu tumor jinak atau kanker. Bisa jadi kadar hormon yang tidak seimbang memicu keradangan sel di sistem reproduksi Anda sehingga muncul benjolan itu. Rasa nyeri yang Anda derita di bagian perut adalah efek tumor atau kanker rahim tersebut," tutur Dokter Mawar Lestari dengan bahasa kedokteran yang sederhana."Lantas solusi penyakit saya ini apa, Dok. Terus terang dokter kandungan yang sebelumnya memang menyarankan operasi. Namun, saya takut mengatakan hal ini ke suami saya!" ujar Alicia panik karena persoalan gangguan reproduksi itu semakin ruwet seperti benang kusut tanpa jelas ujungnya.Kemudian Dokter Mawar bertanya, "Boleh saya tahu apa alasan ketakutan Anda membicarakan hal urgent ini kepada suami?" "Dok, saya mengatakan bahwa saya sedang hamil ke suami dan keluarganya. Mereka pasti akan kecewa dan marah besar kalau ternyata kebalikannya yang terjadi. Saya malah mandul dan berpenyakit parah begini!" terang Alicia
"Aakkh ... aku tak tahan lagi menderita karena penyakit ini!" rintih Alicia yang berguling-guling di atas tempat tidur kosong malam itu. Suaminya hingga lewat tengah malam belum juga pulang."Mas Pedro sepertinya sudah bosan denganku sehingga mulai pulang pagi begini. Mungkin Dokter Mawar benar, nyawaku sendiri jauh lebih penting dibanding pernikahan ini. Hmm ... baiklah, aku akan meminta Mas Pedro untuk menanda tangani surat persetujuan operasi besok!" gumam Alicia dengan rasa penyesalan mendalam karena dahulu nekad merebut Pedro dari Isyana. Nyatanya pria itu masih mencintai Isyana, bukan dirinya. Pintu kamar terdengar dibuka dari luar. Alicia pun menengok ke arah suara tersebut. Sosok yang tengah dia nanti-nantikan akhirnya muncul dengan aroma alkohol yang menyengat bercampur parfum mahal serta keringat pria."Mas—" Alicia bimbang apakah dia harus memberi tahu Pedro sekarang atau besok pagi saja. Kondisi suaminya seperti sedang mabuk."Hey, Istriku. Apa kau menungguku? Kebetulan s
"Permisi, Mbak. Apa Isyana masuk kantor hari ini?" tanya Pedro di depan meja resepsionis rumah mode Berlinni."Ohh ... ada kok di dalam, sebentar ya saya panggilkan, Mas!" Winda pun bergegas masuk ke dalam dan memanggilkan Isyana. Dia kenal mantan tunangan Isyana tersebut.Tak lama setelahnya, wanita yang ingin ditemui Pedro itu muncul dengan wajah kebingungan melihatnya. "Lho, tumben nyariin aku, Mas. Ada perlu apa ya?" tanya Isyana lalu mengajak Pedro ke sofa ruang tunggu dekat meja konter resepsionis.Namun, Pedro mencekal tangan Isyana hingga dia terkejut dan menoleh. "Isya, ini hal penting ... tolong kita bicara di tempat lain saja empat mata!" ujarnya.Isyana pun izin mengambil tas tangannya di ruangan desainer lalu berpamitan ke Winda karena ada keperluan penting bersama Pedro. Dia ikut mobil milik mantan tunangannya itu dan di tengah perjalanan Isyana bertanya, "Mas, kalau boleh tahu, ada apa sih?""Sebelumnya, aku ingin meminta maaf sama kamu tentang pernikahanku dengan Alici
"Halo, Pak Pedro?!" Suara CFO (Chief Finance Officer) yang mengepalai bagian keuangan perusahaan Grup Husodo terdengar panik di telepon."Halo, iya Pak Sammy. Gimana?" jawab Pedro yang tak bisa menduga peristiwa penting apa yang sedang melanda perusahaan yang dijalankannya.Sammy Sibutarbutar pun berkata, "Bapak ada di mana sekarang? Tolong segera kembali ke kantor, perusahaan kita didatangi oleh rombongan debt kolektor. Mereka mengancam akan menduduki paksa gedung kantor kalau kita gagal bayar utang!""Astaga! Kok bisa sih, biasanya 'kan ada penjadwalan ulang utang jatuh tempo sembari kita bayar bunganya plus cicilan kredit, Pak. Ini ada apa yang berbeda?!" Pedro jelas ikut panik karena kas perusahaan sangat tipis, ditambah akhir bulan harus membayar gaji ratusan pegawainya secara bersamaan."Pokoknya sekarang saya tunggu di kantor, Pak!" tukas Sammy lalu mengakhiri telepon terlebih dahulu. Situasi di tempat dia bekerja sedang genting, putra pemilik perusahaan malah kelayapan di luar
"Isya!" panggil Harvey sambil menenteng plastik berisi kemasan bubur ayam dari kantin rumah sakit. "Hai, Mas. Bawa apa tuh?" sahut Isyana seraya melepaskan senyuman tipis sambil masih memegangi perutnya.Harvey mulai membuka kemasan plastik kresek bening itu dan mengeluarkan satu kotak stereofoam dan membukakannya untuk Isyana. "Kata Dokter Sabda tadi kamu bolehnya makan bubur gurih dulu 'kan? Ini coba dulu dimakan sedikit-sedikit!" jawabnya.Isyana menerima bubur itu lalu mulai menyuap sekali disusul sendok kedua, ketiga. Dia memang kelaparan sekali. Rasa gurih dan hangat bubur yang dibelikan oleh Harvey membuat napsu makannya membaik. Dia pun berkata, "Enak buburnya, Mas. Makasih. Lalu buat Mas, menunya apa tuh?" "Gado-gado, tadi aku minta ditambah irisan selada dan kentangnya. Dobel bakwan juga. Hehehe!" Harvey tak merasa jengah makan di ruang tunggu rumah sakit bersama Isyana. Dia juga terlambat makan siang, beruntung dia tak pernah kena penyakit maag. "Oke, makan yang banyak,
"Permisi, Bu Jennifer, di depan ada Pak Pedro dari Grup Husodo!" Sekretaris CEO Grup Mahaka Persada Financing menghadap bosnya nyaris di ujung akhir jam kantor sore itu.Sedikit terkejut dengan tamu tak diundang tersebut, tetapi Jennifer Alina Mahaka pun menjawab, "Oke, dipersilakan masuk saja, Rini. Oya, kamu sudah boleh pulang. Jam kantor sudah kelar 'kan, kasihan anak kamu nungguin di rumah!" "Baik. Terima kasih, Bu Jennifer!" sahut Rini dengan senyum lega. Dia memang tak ingin lembur hanya karena kedatangan tamu di jam pulang kantor.Sesaat kemudian Pedro memasuki ruangan presdir dan segera disambut hangat oleh sang CEO sendiri, "Wah ... tumben, Pak Pedro kok ke kantor saya. Ada angin apa nih?" Mereka berdua pun duduk bersebelahan di sofa. Pedro agak canggung karena tak biasanya dia menggoda wanita duluan. Harga dirinya sebagai seorang lelaki terlalu mahal untuk digadaikan, hanya saja situasi sungguh tak terkendali. Dia butuh dana cepat sekitar 50 milyar rupiah, itu sangat mence
"Sayang, ayo mandi dulu kutemani!" ajak Harvey sembari mencopot dasi dari kerah kemeja kantornya. Dia menunggu Isyana yang masih melepas asesoris di meja rias dan menyimpan tas tangannya di rak etalase khusus dengan rapi. "Coming, Mas Harvey!" seru Isyana sembari berlari-lari kecil masuk ke kamar mandi. Tatap matanya turun ke bawah lalu dia menggigit bibir dengan wajah merona. Suaminya selalu mode on fire bila sedang berduaan bersama Isyana. "Mas, jagoan kamu udah siaga satu tuh. Ini kita mandi biasa apa mau mandi plus-plus sih?" godanya seraya terkikik.Harvey menarik tangan Isyana masuk ke shower box lalu menutup pintu kaca. Dia menyalakan keran air hangat hingga mereka berdua basah kuyup. "Kita mandi sebentar dulu deh!" tukas Harvey sembari membalurkan sabun cair ke tubuh berlekuk-lekuk istrinya. Dia membalik badan Isyana hingga memunggunginya dan mulai mengecupi tengkuk hingga turun ke tulang punggung Isyana.Isyana mendesah meresapi setiap sentuhan Harvey yang menggetarkan jiwa