"Permisi, Mbak. Apa Isyana masuk kantor hari ini?" tanya Pedro di depan meja resepsionis rumah mode Berlinni."Ohh ... ada kok di dalam, sebentar ya saya panggilkan, Mas!" Winda pun bergegas masuk ke dalam dan memanggilkan Isyana. Dia kenal mantan tunangan Isyana tersebut.Tak lama setelahnya, wanita yang ingin ditemui Pedro itu muncul dengan wajah kebingungan melihatnya. "Lho, tumben nyariin aku, Mas. Ada perlu apa ya?" tanya Isyana lalu mengajak Pedro ke sofa ruang tunggu dekat meja konter resepsionis.Namun, Pedro mencekal tangan Isyana hingga dia terkejut dan menoleh. "Isya, ini hal penting ... tolong kita bicara di tempat lain saja empat mata!" ujarnya.Isyana pun izin mengambil tas tangannya di ruangan desainer lalu berpamitan ke Winda karena ada keperluan penting bersama Pedro. Dia ikut mobil milik mantan tunangannya itu dan di tengah perjalanan Isyana bertanya, "Mas, kalau boleh tahu, ada apa sih?""Sebelumnya, aku ingin meminta maaf sama kamu tentang pernikahanku dengan Alici
"Halo, Pak Pedro?!" Suara CFO (Chief Finance Officer) yang mengepalai bagian keuangan perusahaan Grup Husodo terdengar panik di telepon."Halo, iya Pak Sammy. Gimana?" jawab Pedro yang tak bisa menduga peristiwa penting apa yang sedang melanda perusahaan yang dijalankannya.Sammy Sibutarbutar pun berkata, "Bapak ada di mana sekarang? Tolong segera kembali ke kantor, perusahaan kita didatangi oleh rombongan debt kolektor. Mereka mengancam akan menduduki paksa gedung kantor kalau kita gagal bayar utang!""Astaga! Kok bisa sih, biasanya 'kan ada penjadwalan ulang utang jatuh tempo sembari kita bayar bunganya plus cicilan kredit, Pak. Ini ada apa yang berbeda?!" Pedro jelas ikut panik karena kas perusahaan sangat tipis, ditambah akhir bulan harus membayar gaji ratusan pegawainya secara bersamaan."Pokoknya sekarang saya tunggu di kantor, Pak!" tukas Sammy lalu mengakhiri telepon terlebih dahulu. Situasi di tempat dia bekerja sedang genting, putra pemilik perusahaan malah kelayapan di luar
"Isya!" panggil Harvey sambil menenteng plastik berisi kemasan bubur ayam dari kantin rumah sakit. "Hai, Mas. Bawa apa tuh?" sahut Isyana seraya melepaskan senyuman tipis sambil masih memegangi perutnya.Harvey mulai membuka kemasan plastik kresek bening itu dan mengeluarkan satu kotak stereofoam dan membukakannya untuk Isyana. "Kata Dokter Sabda tadi kamu bolehnya makan bubur gurih dulu 'kan? Ini coba dulu dimakan sedikit-sedikit!" jawabnya.Isyana menerima bubur itu lalu mulai menyuap sekali disusul sendok kedua, ketiga. Dia memang kelaparan sekali. Rasa gurih dan hangat bubur yang dibelikan oleh Harvey membuat napsu makannya membaik. Dia pun berkata, "Enak buburnya, Mas. Makasih. Lalu buat Mas, menunya apa tuh?" "Gado-gado, tadi aku minta ditambah irisan selada dan kentangnya. Dobel bakwan juga. Hehehe!" Harvey tak merasa jengah makan di ruang tunggu rumah sakit bersama Isyana. Dia juga terlambat makan siang, beruntung dia tak pernah kena penyakit maag. "Oke, makan yang banyak,
"Permisi, Bu Jennifer, di depan ada Pak Pedro dari Grup Husodo!" Sekretaris CEO Grup Mahaka Persada Financing menghadap bosnya nyaris di ujung akhir jam kantor sore itu.Sedikit terkejut dengan tamu tak diundang tersebut, tetapi Jennifer Alina Mahaka pun menjawab, "Oke, dipersilakan masuk saja, Rini. Oya, kamu sudah boleh pulang. Jam kantor sudah kelar 'kan, kasihan anak kamu nungguin di rumah!" "Baik. Terima kasih, Bu Jennifer!" sahut Rini dengan senyum lega. Dia memang tak ingin lembur hanya karena kedatangan tamu di jam pulang kantor.Sesaat kemudian Pedro memasuki ruangan presdir dan segera disambut hangat oleh sang CEO sendiri, "Wah ... tumben, Pak Pedro kok ke kantor saya. Ada angin apa nih?" Mereka berdua pun duduk bersebelahan di sofa. Pedro agak canggung karena tak biasanya dia menggoda wanita duluan. Harga dirinya sebagai seorang lelaki terlalu mahal untuk digadaikan, hanya saja situasi sungguh tak terkendali. Dia butuh dana cepat sekitar 50 milyar rupiah, itu sangat mence
"Sayang, ayo mandi dulu kutemani!" ajak Harvey sembari mencopot dasi dari kerah kemeja kantornya. Dia menunggu Isyana yang masih melepas asesoris di meja rias dan menyimpan tas tangannya di rak etalase khusus dengan rapi. "Coming, Mas Harvey!" seru Isyana sembari berlari-lari kecil masuk ke kamar mandi. Tatap matanya turun ke bawah lalu dia menggigit bibir dengan wajah merona. Suaminya selalu mode on fire bila sedang berduaan bersama Isyana. "Mas, jagoan kamu udah siaga satu tuh. Ini kita mandi biasa apa mau mandi plus-plus sih?" godanya seraya terkikik.Harvey menarik tangan Isyana masuk ke shower box lalu menutup pintu kaca. Dia menyalakan keran air hangat hingga mereka berdua basah kuyup. "Kita mandi sebentar dulu deh!" tukas Harvey sembari membalurkan sabun cair ke tubuh berlekuk-lekuk istrinya. Dia membalik badan Isyana hingga memunggunginya dan mulai mengecupi tengkuk hingga turun ke tulang punggung Isyana.Isyana mendesah meresapi setiap sentuhan Harvey yang menggetarkan jiwa
"Mas Pedro!" Jennifer melambaikan tangannya di lobi apartemen tower mewah yang menjadi lokasi acara VVVIP member club tertutup para wanita berkocek tebal.Pria tinggi semampai berparas blasteran itu mengenakan pakaian sesuai saran Jennifer sore tadi. Pedro nampak macho dan berkelas. Dia bergegas menghampiri wanita muda bergaun hitam tanpa lengan sepanjang lutut yang elegan dari rumah mode Givenchy itu di sofa lobi."Hai, Jen. Gimana nih kita langsung naik atau harus nunggu dulu di sini?" balas Pedro sembari cipika cipiki bersama Jennifer."Langsung naik aja, aku kebetulan sudah di-ACC sama admin buat bawa cowok untuk dilelang. Oya, Mas perlu tahu ... cowok yang bakalan menawarkan diri ke para member exclusive club ini bukan cuma kamu. Jadi tolong, bikin kesan yang menarik, supel, jangan jual mahal apalagi menyinggung para wanita di atas nanti ya!" Jennifer mewanti-wanti Pedro karena baru kali ini dia berstatus sebagai 'calo' pria yang akan menjual diri dengan uang bernilai fantastis.
"Wah ... dua puluh milyar?!" bisik-bisik bercampur desah kagum para wanita yang menjadi tamu VVVIP acara rutin rahasia itu terdengar riuh berdengung seperti sarang lebah. "Seperti biasa ya, Tante Vina memang de best!" puji Brigitta yang telah menjadi MC kepercayaan club exclusive itu selama bertahun-tahun.Mata Pedro berkilat-kilat menatap targetnya malam ini. Nyaris separuh kesulitannya teratasi. Dia butuh 50 milyar untuk melunasi pinjaman ke debitur perusahaan keluarga Husodo. Nyonya Vina Intan Prasodjo tersenyum ke arah Pedro dengan tatapan penuh minat. Dia tahu mana barang bagus dan secara terang-terangan memandangi tonjolan kaum lelaki di balik celana kain warna creme yang dikenakan Pedro.'Astaga si tante ngeliatnya to the point banget. Bener si Jennifer, celana ini warna terang jadi bisa dipamerin ukuran burungku yang jumbo super big!' batin Pedro menelan rasa malu dipelototi area sensitifnya."Apa ada yang berani menaikkan penawaran dari dua puluh milyar? Wah, Mas Pedro baru
"Tuan Muda Harvey, sesuai perintah Anda sebelumnya. Pak Pedro sudah tidak mendapat keringanan cicilan kredit usaha. Namun, entah dapat talangan dana dari mana. Beliau mampu melunasi pinjaman beserta bunganya senilai 50 milyar!" ujar Pak Herman Rifani, pemilik bisnis finance swasta yang terkemuka di Jakarta. Harvey mengerutkan keningnya sembari mendengarkan penuturan koleganya di telepon. Dia dan Isyana sebenarnya sedang menjalani liburan babymoon ke Bali. Situasi sulit yang dia ciptakan untuk memberi pelajaran ke Pedro ternyata bisa diselesaikan oleh pria itu dengan mudah. 'Ckk ... uang 50 milyar itu bukan jumlah sedikit. Dari mana si Pedro mendapatkan dana jumbo dalam waktu singkat ya?' batin Harvey dengan terheran-heran. "Oke, Pak Herman. Sudahlah, anggap saja bagus. Toh Anda sudah dapat dana segar kembali dari debitur yang lama meminjam uang. Terima kasih atas bantuannya ya!" ujar Harvey tanpa menyalahkan Pak Herman sama sekali.Setelah mengakhiri panggilan dengan Pak Herman, di