Damar geram sekali melihat Bu Amber berhasil masuk ke dalam rumahnya. Hal ini sangat tidak sinkron dengan kebahagiaannya saat ini "Sepertinya aku harus mengganti semua penjaga rumah ini. Kalau mengurus wanita seperti ini saja kalian tidak becus," ucap Bu Margaret."Maafkan kami, Bu," jawab mereka bersamaan."Tutup mulut kalian semua, lebih baik serahkan Soraya padaku sekarang," ucap Bu Amber yang sudah sangat marah.Dia lupa berhadapan dengan siapa saat ini. Padahal rumah yang dia masuki adalah milik Damar dari keluarga Huang yang paling di segani di kota ini."Bawa Soraya ke kamar," ucap Damar kepada pelayan di rumahnya."Baik, Pak," jawab Pelayan itu.Melihat Soraya tanpa sepatah katapun naik ke lantai dua dipapah pelayan membuat Bu Amber kesal bukan main. Tanpa sadar dia memaki Soraya yang tidak mempedulikannya."Dasar jalang hina. Tanpa aku mungkin kamu sudah dijual oleh pihak panti asuhan untuk menjadi seorang pelacur," seru Bu Amber. "Beraninya kamu tak menghiraukan aku sepert
Damar menyeringai tipis, begitu juga Bu Margaret. Sepasang ibu dan anak itu di kepalanya sudah merencanakan sesuatu yang mengerikan."Anggap kamu dan Soraya tak saling mengenal," ucap Damar."Kamu dan putri kesayanganmu itu sudah terlalu jahat sama menantuku. Jadi, mulai sekarang kamu harus bertanggung jawab atas segala masalah yang ditimbulkan Sabrina," imbuh Bu Margaret.Bu Amber terlihat gemetaran tubuhnya. Dia tahu kalau Damar dan ibunya menyukai Soraya, tapi dalam benaknya mungkin mereka hanya sekedar kasihan. Saat dia melihat kenyataan, bahwa Soraya begitu berarti dalam hidup mereka Bu Amber menjadi takut dan ciut nyalinya untuk melukai Soraya lagi."Aku setuju," ucap Bu Amber lirih."Bagus, aku pegang kata-katamu, ibu mertua," balas Damar sambil menyeringai tipis."Lebih tepatnya, mantan ibu mertua yang sudah tidak diakui," imbuh Bu Margaret.Bu Amber mengangguk saja, Damar dan Ibunya begitu menakutkan. Kalau Bu Amber sampai berani melakukan hal yang membuat mereka berdua tidak
Bu Amber memang menginginkan keuntungan dari pernikahan Soraya dan Damar. Tapi pihak Soraya sudah memutuskan untuk tidak lagi terlibat dengan keluarga Kwong. Apalagi ancaman dari Damar dan bu Margaret sangat menakutkan.“Soraya sudah memberikan uang ganti sekolahnya,” ucap Bu Amber.“Itu saja tidak cukup,” balas Sabrina. “Dia itu mempunyai suami kaya, hanya memberikan uang lima ratus juta itu belum cukup,” lanjut Sabrina.“Kita tidak akan menang melawan kelurga Kwong, Sabrina,” tegas Bu Amber.Sabrina menggigit kuku jarinya, dia masih tidak percaya sang ibu akan menyerah untuk menekan Soraya agar memberikan keuntungan yang lebih untuk keluarga Kwong.“Aku kecewa pada mama,” ucap Sabrina yang wajahnya terlihat tidak suka.“Jangan seperti itu, kita pikirkan menekan Soraya nanti saja setelah kamu keluar dari sini, ya,” bujuk Bu Amber.Belum juga selesai membujuk Sabrina agar tidak merajuk dan kecewa karena kali ini Bu Amber tidak menuruti permintaannya, Polisi datang ke ruang besuk tahan
Cakra gemetar melihat seseorang yang sudah berada di sampingnya. Kedatangan orang itu membuatnya sakit hati, kesal, dan penuh dendam.Tapi sepertinya orang yang ada di sampingnya malah senang melihat ekspresi Cakra yang seperti itu. Dia menyalakan rokok dan menghembuskan asapnya ke arah Cakra seolah menantangnya."Apa yang kamu inginkan dariku, datang ke sini tanpa kabar?" tanya Cakra dengan tegas menyembunyikan ketakutan serta kegelisahannya."Apa kamu lupa proyek besar yang akan kamu bicarakan hari ini. Adalah aku bosnya," jawab Damar."Tapi aku tak memiliki janji dengan perusahaan Huang. Yang akan aku temui saat ini juga bukan kamu," balas Cakra.Damar terkekeh, "Memang bukan perusahaan Huang langsung. Tapi dia masih satu grup dengan perusahaan Huang. Aku sengaja meminta sepupuku untuk menggantikannya dalam rapat besar bersamamu, aku harap kemampuanmu tidak mengecewakanku," ucap Damar.Cakra menghentakkan giginya, dia sungguh kesal karena Damar selalu menghantuinya. Tak hanya mereb
Damar menyeringai tipis, inilah saat yang dia tunggu untuk segera katakan kepada Cakra. Mengenai Sabrina, istri tercintanya. "Biarkan dia mendekam di penjara," balas Damar. "Ta-pi reputasiku?" tanya Cakra terbata. "Jangan khawatir Cakra, kalau kamu mau bekerja sama denganku, soal reputasi itu bisa diatur," bisik Damar. Damar menceritakan secara detail apa yang dilakukan oleh Sabrina hari itu, bukti juga sudah ada. Lalu mengenai mertua Cakra yang datang ke rumahnya membuat onar padahal hari itu adalah hari bahagia Damar dan Soraya, tak lupa Damar ceritakan pada Cakra. Damar mempertegas, kalau Cakra memutuskan untuk membiarkan Sabrina dipenjara untuk memberikan efek jera. Maka Damar akan berdiri di samping Cakra untuk memperluas jaringan bisnisnya. "Aku setuju, kalau itu yang akan aku dapatkan. Tapi kamu tidak bisa ingkar janji," ucap Cakra. "Sejak kapan aku ingkar janji Cakra. Lalu satu lagi Cakra," ucap Damar. "Apa lagi, aku akan menurutinya," balas Cakra bersemangat. "Jangan
Pelayan berbondong-bondong masuk ke kamar utama kediaman Damar. Mereka tampak panik karena mendengar teriakan Damar. Kalau dia marah, bisa gawat seisi rumah ini."Ada apa, Pak?" tanya salah satu pelayan."Bagaimana bisa istriku pingsan sedangkan kalian tidak melihat. Aku akan pecat Kalian semua kalau tidak bisa menjaga istriku," bentak Damar."Ja-ngan pecat kami, Pak. Maafkan kami," ucap Pelayan itu."Cepat panggil Dokter," bentak Damar yang emosi sekaligus khawatir karena melihat sang istri yang terkapar tak berdaya di lantai tadi.Soraya sudah berada di ranjang karena Damar membopongnya. Tak lama kemudian Dokter keluarga Damar sampai dan memeriksa Soraya."Bagaimana keadaan istriku?" tanya Damar."Tidak apa-apa, istri Anda baik-baik saja," jawab Dokter."Istriku pingsan, kenapa kamu bilang baik-baik saja?" tanya Damar geram."Kondisi Bu Soraya saat hamil memang lemah. Hal seperti ini biasa terjadi kepada ibu hamil muda," jawab Dokter.Dokter menjelaskan panjang lebar mengenai kondis
Soraya mengangguk, padahal itu bukan kesalahan mereka. Hanya Damar yang salah paham. "Kalian Cepu istirahat saja," ucap Soraya. "Ta-pi, Bu?" tanya mereka tidak enak sambil melirik Damar. "Tidak apa, jangan takut sama Damar. Biar dia jadi urusanku," balas Soraya. Mereka mengangguk pelan lalu meninggalkan kamar Soraya. Damar tersenyum kecil, terserah apa yang akan dilakukan sang istri yang penting dia tak ketahuan kalau asinan buah yang dia siapkan tadi tumpah dan meminta pelayan untuk membelikan ulang. "Suapin," ucap Soraya manja. Damar menyeringai tipis bisa-bisanya Soraya bertingkah aneh seperti ini. "Baiklah, aku dengar ibu hamil memang manja," balas Damar lalu mengambil mangkuk asinan dan menyuapi Soraya dengan perasaan bahagia. "Terima kasih," ucap Soraya. Damar menyuapi Soraya sampai titik terakhir asinan buah di mangkuk. Soraya merasa senang diperhatikan oleh suami karena tidak pernah merasakan seperti ini. Boro-boro diperhatikan oleh keluarga Kwong Soraya sakit juga t
Soraya menatap Damar tajam, dia lalu meletakkan dulu rajutannya dan berdiri melingkarkan tangan ke leher suaminya. "Apa kamu percaya takhayul?" tanya Soraya. "Tidak," jawab Damar. "Baguslah," ucap Soraya lalu tersenyum. "Kenapa kamu bertanya tentang itu. Padahal kamu sendiri sudah tahu jawabannya apa," balas Damar. Soraya tersenyum dan memeluk Damar. Dia takut walaupun orang kaya Damar dan keluarganya masih mempercayai soal mitos dan takhayul mengenai kehamilan. "Maaf, tapi banyak loh orang kaya dan berpendidikan masih mempercayai dukun," ucap Soraya. "Ini sudah jaman apa, orang sudah canggih berpikir tapi masih percaya dukun," keluh Damar. "Kamu bisa tak percaya tapi di sekitar kita masih ada yang percaya dukun," balas Soraya. Damar mengumpat kesal, orang seperti itu apa yang dipelajari di sekolahnya. Apa iya mempelajari tentang ilmu klenik dan perdukunan. "Aku anggap saja aku percaya," ucap Damar. "Yang penting bukan aku orangnya," imbuh Damar. "Aku sangat ber