Sabrina masih mematung melihat kepergian Damar dan Soraya. Dia bahkan mencubit pipinya untuk membuktikan kalau dia tidak bermimpi.“Ti-dak mungkin, ini tidak mungkin terjadi,” keluh Sabrina.“Soraya bisa mendapatkan Damar Huang, seorang cucu konglomerat di kota ini,” imbuhnya.Sebagian orang mungkin mengetahui nama orang besar saja, tapi jarang mengetahui bagaimana wajah asli orang tersebut.Saat Sabrina tengah frustasi mengetahui fakta bahwa Soraya bisa menikah dengan orang terkaya di kota ini. Soraya justru tengah merasakan kebahagian karena dicintai dengan tulus oleh Damar. Dia bisa merasakan bagaimana rasanya dikhawatirkan seperti ini.“Berikan ponselmu,” pinta Damar sembari mengulurkan tangannya.“Ini, tapi buat apa?” tanya Soraya sambil menyerahkan ponselnya.Damar segera meraih ponsel itu tanpa menjawab pertanyaan Soraya. Pria tampan itu langsung mengetik nomor telponnya dan menyimpan dengan nama “suamiku,” lalu dia menyerahkan ponsel Soraya kembali.“Lain kali kamu mau apapun
Soraya terus melangkahkan kakinya, dia tidak peduli Sabrina terus mengoloknya. Percuma bersuara sekarang, Soraya ingin Sabrina akan diam dan malu pada saat yang tepat.“Huft, menyebalkan sekali,” ucap Soraya sambil menyandarkan punggung pada tembok di sudut tempat janjian dia bertemu Damar.“Sepertinya kamu sangat lelah,” ucap Damar yang tiba-tiba berada di samping Soraya.Soraya langsung memeluk Damar, dia lelah dengan perilaku Soraya hari ini. Walau sudah terbiasa hingga kebal menghadapi penindasan dari Sabrina, tapi hari ini Sabrina ingin seseorang menguatkannya.“Kamu boleh menangis kalau itu bisa membuatmu tenang,” ucap Damar sembari mengusap lembut rambut Soraya. Dilihat dari gelagat Soraya sepertinya dia sangat tertekan.Detik itu juga, Soraya menitikkan air mata dan menangis sesenggukan di pelukan Damar. Kalau biasanya dia menangis sendirian di pojok ranjang usangnya. Kali ini Soraya menangis dipelukan orang yang membuatnya nyaman.“Aku kira, aku kuat, ternyata aku seorang wan
“Bu Maneger,” ucap Soraya lembut. Sebenarnya dia kaget kenapa sepagi ini Bu Manager bisa berada di rumahnya.“Aku tanya padamu sekali lagi. Apa kamu adalah seorang pelayan di rumah ini?” tanya Bu Manager dengan galak.Soraya masih mematung di tempatnya. Dia masih berpikir, kalau dia mengungkapkan identitasnya apakah Bu Maneger itu akan percaya dengan ucapannya.“Kenapa diam saja, cepat kamu beritahu Pak Damar kalau aku sudah datang,” ucap Bu Manager dengan angkuh.“Ada urusan apa sepagi ini ingin menemui Pak Damar?” tanya Soraya.Bu Manager itu menertawakan Soraya, memandangnya sinis karena bertanya seolah dia adalah nyonya rumah. Pasalnya selama bekerja di mall milik keluarga Huang, manager itu belum pernah melihat Soraya sebelumnya.“Itu bukan urusanmu, aku sudah sering ke rumah ini membicarakan soal penjualan di gerai,” jawab Bu Manager dengan angkuh, dia melipat kedua tangannya ke depan seolah menantang Soraya.“Oh, seperti itu. Pak Damar sudah berangkat bekerja, kamu terlambat da
Soraya perlahan mendekat ke arah pria tua, berpenampilan necis, serta tongkat di tangan itu. Walau wajahnya sudah dipenuhi kerutan masih memancarkan ketampanan.“Siapa Anda sebenarnya?” tanya Soraya.“Dasar pelayan tidak tahu diri. Mengaku sebagai istri Pak Damar tapi tidak tahu siapa orang yang berdiri di depannya ini,” cerocos Manager.Plak, Kakek tua itu menampar Manager yang tidak tahu sopan santun itu, “Diam!” seru Kakek tua itu.“Namaku, Elio Huang, kakeknya Damar,” ucap Pak Elio dengan lembut, tak lupa pak tua itu mengarahkan tangannya untuk berjabat tangan.Soraya menjadi kikuk saat tahu siapa yang berdiri di depannya itu, dia menjabat tangan kakak itu lalu berkata,” Silahkan duduk,”Pak Elio duduk di sofa ruang tamu, Soraya segera membuatkan teh untuk pria tua itu lalu duduk di sofa seberangnya. Soraya sudah siap kalau mendapatkan kata makian atau hinaan dari Pak Elio saat ini. Soraya meremas kedua tangannya menghadapi Pak Elio.“Tidak usah gugup seperti itu, aku hanya datang
Soraya mengelap air matanya, dia menangis karena terharu bukan karena ditindas. Untuk apa Damar sampai semarah itu. “Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku hanya menangis bahagia karena keluargamu menerimaku,” ucap Soraya. Wajah Damar menciut, ekspresinya berubah saat Soraya mengatakan itu. Tapi seorang Damar tidak pernah mengakui kalau dia salah di depan sang Kakek. “Kamu membuatku khawatir saja,” ucap Damar sambil melirik sang Kakek. “Kakek akui kamu tidak salah memilih,” puji Pak Elio sambil mengangkat kedua jempol jarinya. “Aku memang tidak pernah salah menilai,” balas Damar sambil tersenyum bangga. Damar melihat seisi ruangan itu, tentu saja yang dia cari adalah bawahan yang berani menindas Soraya kemarin. Dia ingin memberinya peringatan kalau menyakiti Soraya berarti telah menentangnya. “Bu Manger sudah kembali bekerja. Aku sendiri yang memberinya satu kesempatan untuk berubah,” ucp Soraya. “Kenapa kamu begitu bermurah hati seperti itu. Tapi apapun keputusanmu, aku ak
Damar sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya, setiap kali bertemu dengan Sabrina selalu saja wanita itu menghina Soraya. Ini adalah pernikahan yang diadakan oleh keluarga Huang, mereka tidak tahu menempatkan diri jika masih saja menindas Soraya.“Putraku benar, keluarga Kwong tidak setara dengan keluarga Huang,” ucap Bu Margaret sambil melipat kedua tangannya.“Kamu sudah menghina cucu menantuku, yang berarti menghina kami juga. Mulai sekarang, kami tidak akan menghentikan pendanaan modal untuk keluarga Kwong,” imbuh Pak Elio.Lutut Sabrina menjadi lemas mendengar hal ini. Kalau peminjaman modal dari bank milik keluarga Huang dihentikan. Keluarga mereka akan benar-benar bangkrut.“Soraya, kamu jangan diam saja, cepat katakan pada keluarga suamimu kalau hubungan kita baik-baik saja,” ucap Sabrina sambil mencengkram kedua pundak Soraya.“Hubungan kita tidak baik-baik saja, kamu selalu mengucapkan kata makian jika bertemu denganku,”Damar melepas paksa cengkraman tangan Sabrina yang ter
Semua terjadi begitu cepat, Damar belum sempat mencegah Soraya agar tidak memanggil Dokter. Beberapa menit kemudian, Dokter dan Bu Margaret sudah berada di kamar pengantin mereka.“Jadi putraku sakit apa?” tanya Bu Margaret dengan wajah panik.“Putraku itu jarang sakit, kenapa mendadak sekali,” lanjutnya.“Tunggu sebentar, biar saja periksa,” jawab Sang Dokter.Soraya juga tampak panik, beberapa saat yang lalu Damar terlihat sangat sehat. Soraya takut kalau seluruh keluarga Damar akan menyalahkannya. Dokter sudah selesai memeriksa Damar.“Ehem,” Dokter yang memeriksa Damar berdehem, wajahnya tampak biasa saja padahal calon penerus keluarga kaya itu sedang sakit.“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Bu,” ucap Dokter lalu membereskan peralatan periksanya ke tas.“Sebagai seorang ibu tentu saja aku harus khawatir, aku takut ada yang menaruh racun di makanannya saat pesta berlangsung,” balas Bu Margaret.“Tenanglah,”“Kamu apa Dokter gadungan, hah. Putraku sedang sakit tapi kamu menyuruhk
Damar menggelengkan kepalanya, mana Damar tahu apa yang dirasakan istrinya saat ini. Tapi pikirannya malah melayang ke adegan semalam. Damar mengira Soraya tidak puas dengan performanya.“Tidak,” jawabnya singkat.“Yang jelas saat ini aku sedang bahagia, mempunyai keluarga,” ucap Soraya sambil tersenyum.Damar ikut tersenyum, dia ikut senang melihat Soraya yang bahagia. Orang bilang beruntung sekali menjadi Soraya, melepas lelaki sampah mendapatkan mutiara yang berharga.“Syukurlah kalau begitu, ayo masuk, kita sudah telat,” ucap Damar sembari membuka pintu mobil.“Baiklah,” balas Soraya sembari masuk ke mobil.Sepanjang perjalanan ke kantor mereka asyik mengobrol menceritakan tentang masa lalu masing-masing. Damar sedikit berbicara sedangkan Soraya yang antusias menceritakan bagaimana kehidupannya saat tinggal di rumah keluarga Kwong. Kisah cintanya dengan Cakra yang kandas karena orang ketiga.“Cukup!” seru Damar sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir Soraya agar dia diam.“Ad