Saat ini Mereka sudah melangkah masuk ke dalam Ruangan UGD.Kim dan Ayahnya mendekati Melda. Begitu juga dengan Sean dan Sunna yang mendekati Tania."Sayang.. Bagaimana keadaanmu? Apanya yang sakit?" Sean bertanya pelan sambil menyentuh lembut lengan Tania."Sean, kepalaku sangat sakit." Rengek Tania kepala Suaminya tidak lupa sambil mengurut pelipisnya sendiri."Jangan banyak yang kamu pikirkan dahulu, Tania. Kamu punya riwayat Darah tinggi. Reflekskan pikiranmu ya sayang. Jangan pikirkan yang macam-macam." Ucap Sean."Bagaimana aku tidak berpikir banyak Sean? Bagaimana dengan pernikahan Sunna, apakah benar-benar harus batal? Jika itu terjadi, mau ditaruh dimana muka kita? Bagaimana aku tidak mendadak syok begini? Aku tidak tahu apakah aku bisa menatap dunia? Aku akan gila Sean. Sungguh aku tidak kuasa jika harus menanggung malu!" Tania berkata keluh kesah setengah berteriak."Hus.. Jangan banyak pikirkan itu dulu. Sudah sudah. Itu dipikirkan nanti ya, setelah kamu sembuh." Sean cepa
Sunna sebenarnya ingin tertawa menatap tangan Kim yang menggantung di udara itu. Tapi apa yang harus ditertawakan?Apa yang dikatakan Kim ada benarnya. Hanya dengan menyetujui pernikahan itu, mereka bisa menyelamatkan Ibu mereka. Setidaknya Ibu mereka akan senang dan tidak tertekan."Baiklah." Sunna menyambut tangan Kim."Deal Kita menikah?" Tanya Kim, menggenggam tangan Sunna."Deal!" Jawab Sunna menghentakkan genggaman tangan mereka.Tidak disadari keduanya, jika perbuatan mereka itu dilihat oleh Jefri dan Sean di bangku panjang sana.Kedua Pria paruh baya itu saling menyikut pinggang masing-masing."Sepertinya itu hal baik." Bisik Jefri."Iya, ini cukup bagus." Sean juga berbisik.Tidak berapa lama,Dokter membuka pintu Ruangan, dan segera memanggil mereka untuk masuk."Kedua Pasien sudah tenang. Tapi sekali lagi aku ingatkan, kesembuhan mereka sepertinya ada ditangan keluarganya sendiri. Tidak tahu apa duduk masalah yang sedang terjadi dalam keluarga, tetapi tidak lain yang menyeb
Melihat sikap Emily yang tiba-tiba membencinya, Aaron terbengong. Pikirannya mendadak buntu beberapa saat. Dia merenung sejenak. Apa kesalahan? Aaron memikirkan apakah ada kesalahannya terhadap Emily yang mungkin tidak disadarinya.Aaron kemudian menatap lekat ke arah istrinya. Sepertinya memang ada yang salah. Aaron tidak ingin menyerah begitu saja, dia menyusul Emily ke sofa."Sayang..! Kamu sebenarnya kenapa? Apa ada kesalahanku?" Tanya Aaron dengan hati-hati.Emily Menoleh, "Salah? Tidak ada. Memangnya kamu merasa punya salah?" tangan Emily membelai rambut Aaron dan menyibakkan ke belakang."Oh, syukurlah." Hati Aaron yang tadi penuh khawatir sedikit lega, kemudian perlahan masih dengan hati-hati merengkuh tubuh istrinya."Jangan membuatku bersedih sayang, jangan menjauhiku ya Emily?" Ucap Aaron, pelan.Emily tersenyum, menggelengkan kepalanya lalu menenggelamkan kepalanya ke dada Aaron."Tidur yuk! Sudah malam." ajak Emily. 'Hah.. apa, apa?' mendengar ucapan Emily barusan, sep
Tadi, sebelum Dokter Jimmy memutuskan untuk datang menemui Aaron, Kim memang telah menghubunginya dan menyampaikan jika Tuan Aaron memanggilnya. Kim hanya sekedar mengatakan itu saja tanpa memberitahu alasannya kenapa dan ada masalah apa sampai Aaron kembali memanggilnya.Jika dipikir-pikir padahal baru saja kemarin Dokter Jimmy dan Tim melakukan Pemeriksaan rutin terhadap Emily dan juga kandungannya.Tidak ada masalah apapun dan semua baik-baik saja. Ibu hamil sehat dan bayi didalam kandungannya pun sehat.Meskipun begitu mau bagaimana lagi, mau tidak mau, dengan kembali penuh pertanyaan Dokter Jimmy bertandang ke kantor Aaron.Ada apa lagi sebenarnya? Atau jangan-jangan Aaron masih menuntut anak laki-laki? Kenapa tidak sabar? Padahal dua bulan lagi, ya sekitar dua bulan lagi dia sudah bisa mengetahui dengan pasti apa jenis kelamin calon bayinya. Tidak perlu lagi menebak, tidak perlu lagi untuk terlalu berharap.Dokter jika kembali melangkah lesu ke arah kantor Aaron. Kembali mengetu
"Percayalah Aron. Begitu pengetahuan yang ku ketahui selama Aku menjadi Dokter kandungan selama ini. Seharusnya ini tidak perlu dikhawatirkan karena kondisi ini hanya akan terjadi selama masa kehamilan saja. Hanya sementara.""Terus kenapa istriku tidak.. tidak .. Ah, dia tiba-tiba tidak berselera padaku dan.. dan Payudara istriku membengkak, dan itu katanya sakit?"Mata Dokter Jimmy kembali membulat. Kembali harus bersabar untuk kembali memberi penjelasan.Aaron ternyata hanya pintar dalam urusan bisnis, tapi bodoh dalam urusan perempuan! Dokter Jimmy kembali mengumpat dalam hati."Perubahan fisik pada wanita hamil bukan saja perut yang nanti akan bertambah besar, melainkan juga ukuran payudara yang semakin membesar dan terasa nyeri, itu karena persiapan produksi ASI saat sudah melahirkan nanti. Bahkan, payudara Calon Ibu juga bisa menjadi bengkak. Kondisi itulah yang menjadi keluhan Calon Ibu sehingga tidak bergairah lagi untuk berhubungan suami istri." jelas Dokter Jimmy yang lang
Kim berpikir demikian, bukankah kesepakatan dari awal, mereka telah setuju untuk meningkatkan hubungan? Meskipun meningkat bukan dalam artian untuk belajar saling menyukai, tetapi setidaknya setingkat lebih dekat.Kim meletakkan ponselnya dengan pandangan datar, kemudian mulai menjalankan mobilnya menuju Butik.Ketika sudah sampai ke tempat tujuan, Kim dapat melihat jika Sunna diantar oleh Kenan. Mendadak ada rasa tidak nyaman di dalam hatinya. Dia kan yang calon suaminya, kenapa malah pria lain yang mengantarnya?Kenan sendiri sebenarnya tidak merasa aneh, tapi dia juga merasa tidak enak hati. Akhirnya Dia menoleh pada Sunna dan berbicara,"Lain kali, biarkan sesekali kalian pergi berdua. Bukannya apa, agar lebih sedikit dekat. Jika begini, Sampai kapan kalian akan lebih dekat? Masa sampai sudah menikah baru dekat. Iya kalau berhasil, kalau tidak?"Sunna mengerucutkan bibirnya."Aku tuh masih malas! Tau sendiri bagaimana Tuan Kim itu seperti apa." Jawab Sunna.Bukan Kenan tidak tahu
Sunna langsung melotot, saat Sunna hendak protes dia langsung bungkam mendengar kalimat selanjutnya dari Kim."Bersama Tuan Aaron, kala itu dia memesan baju untuk Nona Emily. Aku memperhatikannya, tidak tahu jika itu bisa menjadi pengalaman berharga. Bisa aku gunakan untuk meneliti Gaun Pengantin calon istriku."Calon istri?Mendengar ucapan Kim seperti itu, entah kenapa hati Sunna berangsur menghangat.Mereka sudah sampai ke mobil, tanpa bertanya dahulu Kim membukakan pintu untuk Sunna.Sunna masih terdiam."Masih tidak mau satu mobil denganku? Kita sudah beberapa kali satu mobil kan?"Benar saja, ini bukan kali pertama mereka akan berada dalam satu mobil. Ketika pergi terburu buru ke rumah sakit itu dan pulang dari rumah sakit, mereka pernah satu mobil. Tapi kali ini, Sunna sangat canggung. Dengan ragu ragu dia naik dan duduk. Kim kemudian menyusul duduk disamping Sunna di depan setir.Sepanjang perjalanan terasa begitu sepi karena keduanya tidak ada yang saling berbicara sedikitpun
Jika menyangkut Emily walau sedikit saja, pasti akan membuat Aaron langsung khawatir. Apalagi ketika Ibunya mengatakan jika ini gawat. Tentu saja Aaron seketika cemas."Ibu. Ada apa? Apa yang terjadi pada Istriku?" Nada Aaron penuh kecemasan."Dari pagi, istrimu tidak mau makan apapun juga. Ibu sudah memasak makanan kesukaannya, tetapi Emily tetap tidak mau makan." Adu Erina.Huh!Aaron mengira ada sesuatu yang benar-benar gawat. Jika hanya hal itu, Aaron bisa sedikit lega. Kemudian dia bertanya,"Ibu yang memasak? Masakan Ibu kan memang tidak enak, wajar saja kalau Emily tidak suka, Bu." Protes Aaron.Erina tertawa kecil. "Hehe iya. Aku tau itu. Tapi tadi Koki sudah memasak, Emily tetap tidak mau makan. Kalau dia tidak mau makan terus itu bahaya Aaron. Cepat lah pulang untuk membujuk Emily agar mau Makan."Aaron menghela nafas. "Baiklah. Aku akan pulang sekarang." Aaron menutup panggilan dan pada akhirnya berpamitan dengan Khale.Baru saja Aaron tiba di depan pintu, dia melihat Kim be