Bukan hanya dialami oleh Kim, Sunna juga begitu.Ketika dia ingin menyentuh Ibunya dengan penuh kepanikan, Ayahnya malah ngamuk dan mengusirnya.Sean mencekal tangan Sunna dan mengibaskan dengan kasar."Dasar Anak Durhaka! Lihat Ibumu. Dia begini Karena ulahmu! Pergi sana!"Sunna tentu merasa sangat bersalah."Ayah, maafkan Sunna. Sungguh maafkan Sunna. Aku tidak tahu kalau akan jadi seperti ini. Kita bawa ibu ke rumah sakit saja Ayah." Ratwp Sunna.Sean langsung mendongak. Kenapa terlambat berpikir?Dia Segera berdiri dan mengangkat tubuh Tania."Jefri. Ayo kita bawa istri kita ke rumah sakit!" Sean berkata pada Ayah Kim.Jefri yang masih panik segera tersadar. Dia setuju dan segera mengangkat tubuh istrinya.Sunna yang ikut berjalan keluar hendak mengikuti langkah Ayahnya ke mobil tapi Ayahnya menutup pintu mobil dengan keras dan langsung menjalankan mobilnya.Kim juga yang hendak menyusul Ayahnya pun diperlakukan sama. Bahkan Kim didorong Jefri agar tidak ikut masuk ke dalam mobil.
Saat ini Mereka sudah melangkah masuk ke dalam Ruangan UGD.Kim dan Ayahnya mendekati Melda. Begitu juga dengan Sean dan Sunna yang mendekati Tania."Sayang.. Bagaimana keadaanmu? Apanya yang sakit?" Sean bertanya pelan sambil menyentuh lembut lengan Tania."Sean, kepalaku sangat sakit." Rengek Tania kepala Suaminya tidak lupa sambil mengurut pelipisnya sendiri."Jangan banyak yang kamu pikirkan dahulu, Tania. Kamu punya riwayat Darah tinggi. Reflekskan pikiranmu ya sayang. Jangan pikirkan yang macam-macam." Ucap Sean."Bagaimana aku tidak berpikir banyak Sean? Bagaimana dengan pernikahan Sunna, apakah benar-benar harus batal? Jika itu terjadi, mau ditaruh dimana muka kita? Bagaimana aku tidak mendadak syok begini? Aku tidak tahu apakah aku bisa menatap dunia? Aku akan gila Sean. Sungguh aku tidak kuasa jika harus menanggung malu!" Tania berkata keluh kesah setengah berteriak."Hus.. Jangan banyak pikirkan itu dulu. Sudah sudah. Itu dipikirkan nanti ya, setelah kamu sembuh." Sean cepa
Sunna sebenarnya ingin tertawa menatap tangan Kim yang menggantung di udara itu. Tapi apa yang harus ditertawakan?Apa yang dikatakan Kim ada benarnya. Hanya dengan menyetujui pernikahan itu, mereka bisa menyelamatkan Ibu mereka. Setidaknya Ibu mereka akan senang dan tidak tertekan."Baiklah." Sunna menyambut tangan Kim."Deal Kita menikah?" Tanya Kim, menggenggam tangan Sunna."Deal!" Jawab Sunna menghentakkan genggaman tangan mereka.Tidak disadari keduanya, jika perbuatan mereka itu dilihat oleh Jefri dan Sean di bangku panjang sana.Kedua Pria paruh baya itu saling menyikut pinggang masing-masing."Sepertinya itu hal baik." Bisik Jefri."Iya, ini cukup bagus." Sean juga berbisik.Tidak berapa lama,Dokter membuka pintu Ruangan, dan segera memanggil mereka untuk masuk."Kedua Pasien sudah tenang. Tapi sekali lagi aku ingatkan, kesembuhan mereka sepertinya ada ditangan keluarganya sendiri. Tidak tahu apa duduk masalah yang sedang terjadi dalam keluarga, tetapi tidak lain yang menyeb
Melihat sikap Emily yang tiba-tiba membencinya, Aaron terbengong. Pikirannya mendadak buntu beberapa saat. Dia merenung sejenak. Apa kesalahan? Aaron memikirkan apakah ada kesalahannya terhadap Emily yang mungkin tidak disadarinya.Aaron kemudian menatap lekat ke arah istrinya. Sepertinya memang ada yang salah. Aaron tidak ingin menyerah begitu saja, dia menyusul Emily ke sofa."Sayang..! Kamu sebenarnya kenapa? Apa ada kesalahanku?" Tanya Aaron dengan hati-hati.Emily Menoleh, "Salah? Tidak ada. Memangnya kamu merasa punya salah?" tangan Emily membelai rambut Aaron dan menyibakkan ke belakang."Oh, syukurlah." Hati Aaron yang tadi penuh khawatir sedikit lega, kemudian perlahan masih dengan hati-hati merengkuh tubuh istrinya."Jangan membuatku bersedih sayang, jangan menjauhiku ya Emily?" Ucap Aaron, pelan.Emily tersenyum, menggelengkan kepalanya lalu menenggelamkan kepalanya ke dada Aaron."Tidur yuk! Sudah malam." ajak Emily. 'Hah.. apa, apa?' mendengar ucapan Emily barusan, sep
Tadi, sebelum Dokter Jimmy memutuskan untuk datang menemui Aaron, Kim memang telah menghubunginya dan menyampaikan jika Tuan Aaron memanggilnya. Kim hanya sekedar mengatakan itu saja tanpa memberitahu alasannya kenapa dan ada masalah apa sampai Aaron kembali memanggilnya.Jika dipikir-pikir padahal baru saja kemarin Dokter Jimmy dan Tim melakukan Pemeriksaan rutin terhadap Emily dan juga kandungannya.Tidak ada masalah apapun dan semua baik-baik saja. Ibu hamil sehat dan bayi didalam kandungannya pun sehat.Meskipun begitu mau bagaimana lagi, mau tidak mau, dengan kembali penuh pertanyaan Dokter Jimmy bertandang ke kantor Aaron.Ada apa lagi sebenarnya? Atau jangan-jangan Aaron masih menuntut anak laki-laki? Kenapa tidak sabar? Padahal dua bulan lagi, ya sekitar dua bulan lagi dia sudah bisa mengetahui dengan pasti apa jenis kelamin calon bayinya. Tidak perlu lagi menebak, tidak perlu lagi untuk terlalu berharap.Dokter jika kembali melangkah lesu ke arah kantor Aaron. Kembali mengetu
"Percayalah Aron. Begitu pengetahuan yang ku ketahui selama Aku menjadi Dokter kandungan selama ini. Seharusnya ini tidak perlu dikhawatirkan karena kondisi ini hanya akan terjadi selama masa kehamilan saja. Hanya sementara.""Terus kenapa istriku tidak.. tidak .. Ah, dia tiba-tiba tidak berselera padaku dan.. dan Payudara istriku membengkak, dan itu katanya sakit?"Mata Dokter Jimmy kembali membulat. Kembali harus bersabar untuk kembali memberi penjelasan.Aaron ternyata hanya pintar dalam urusan bisnis, tapi bodoh dalam urusan perempuan! Dokter Jimmy kembali mengumpat dalam hati."Perubahan fisik pada wanita hamil bukan saja perut yang nanti akan bertambah besar, melainkan juga ukuran payudara yang semakin membesar dan terasa nyeri, itu karena persiapan produksi ASI saat sudah melahirkan nanti. Bahkan, payudara Calon Ibu juga bisa menjadi bengkak. Kondisi itulah yang menjadi keluhan Calon Ibu sehingga tidak bergairah lagi untuk berhubungan suami istri." jelas Dokter Jimmy yang lang
Kim berpikir demikian, bukankah kesepakatan dari awal, mereka telah setuju untuk meningkatkan hubungan? Meskipun meningkat bukan dalam artian untuk belajar saling menyukai, tetapi setidaknya setingkat lebih dekat.Kim meletakkan ponselnya dengan pandangan datar, kemudian mulai menjalankan mobilnya menuju Butik.Ketika sudah sampai ke tempat tujuan, Kim dapat melihat jika Sunna diantar oleh Kenan. Mendadak ada rasa tidak nyaman di dalam hatinya. Dia kan yang calon suaminya, kenapa malah pria lain yang mengantarnya?Kenan sendiri sebenarnya tidak merasa aneh, tapi dia juga merasa tidak enak hati. Akhirnya Dia menoleh pada Sunna dan berbicara,"Lain kali, biarkan sesekali kalian pergi berdua. Bukannya apa, agar lebih sedikit dekat. Jika begini, Sampai kapan kalian akan lebih dekat? Masa sampai sudah menikah baru dekat. Iya kalau berhasil, kalau tidak?"Sunna mengerucutkan bibirnya."Aku tuh masih malas! Tau sendiri bagaimana Tuan Kim itu seperti apa." Jawab Sunna.Bukan Kenan tidak tahu
Sunna langsung melotot, saat Sunna hendak protes dia langsung bungkam mendengar kalimat selanjutnya dari Kim."Bersama Tuan Aaron, kala itu dia memesan baju untuk Nona Emily. Aku memperhatikannya, tidak tahu jika itu bisa menjadi pengalaman berharga. Bisa aku gunakan untuk meneliti Gaun Pengantin calon istriku."Calon istri?Mendengar ucapan Kim seperti itu, entah kenapa hati Sunna berangsur menghangat.Mereka sudah sampai ke mobil, tanpa bertanya dahulu Kim membukakan pintu untuk Sunna.Sunna masih terdiam."Masih tidak mau satu mobil denganku? Kita sudah beberapa kali satu mobil kan?"Benar saja, ini bukan kali pertama mereka akan berada dalam satu mobil. Ketika pergi terburu buru ke rumah sakit itu dan pulang dari rumah sakit, mereka pernah satu mobil. Tapi kali ini, Sunna sangat canggung. Dengan ragu ragu dia naik dan duduk. Kim kemudian menyusul duduk disamping Sunna di depan setir.Sepanjang perjalanan terasa begitu sepi karena keduanya tidak ada yang saling berbicara sedikitpun
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H