Hampir dua jam Emily berada di Biro Urusan Sipil bersama Pria yang bernama Aaron itu.Terlihat sekali wajah Aaron begitu senang dan tersenyum puas menatap Sertifikasi pernikahan mereka yang berada di tangannya.Tetapi tidak bagi Emily. Wajahnya begitu murung dan nampak sangat putus asa."Sayangku… Kenapa kamu terlihat tidak bahagia?"Mendengar itu Emily seperti ingin muntah rasanya."Itu memang benar. Aku sungguh tidak bahagia." Emily berbicara sambil berjalan keluar.Aaron mengikuti dengan berjalan di sampingnya."Hem. Tidak mengapa. Itu wajar saja. Kamu baru beberapa menit menjadi istriku. Tapi kedepannya kamu pasti akan bahagia.""Cukup!" Emily ingin sekali membungkam mulut pria itu.Emily merasa kepalanya sangat pusing."Aku mau pulang.""Oke. Ayo." Aaron menarik tangan Emily ke dalam mobilnya."Jangan mengantarku pulang!" Emily ingin keluar dari mobil, tetapi Aaron sudah menjalankan mobilnya."Tenanglah. Aku akan menurunkanmu jauh sebelum rumahmu."Emily hanya melirik saja kemudi
Wajah Felix memerah ketika mendengar Ayah Emily mengusirnya."Paman, tolong maafkan aku. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi.""Ayah ku sudah mengusirku. Jadi pergilah!" Emily menunjuk Felix yang masih saja bersikeras."Emily. Kamu menyalahkan aku, tapi bagaimana dengan dirimu?" Felix tiba tiba bertanya demikian."Aku? Apa maksudmu?"Felix sedikit tersenyum. "Aku ingin bertanya. Dengan siapa kamu semalam?"Emily sedikit terkejut mendengar pertanyaan dari Felix."Dengan siapa? Kenapa tiba tiba kamu bertanya demikian? Apa kamu melihat aku dengan siapa?" Emily bertanya penuh selidik."Kamu tidak pulang semalaman. Kamu juga tidak ada dimana mana. Lalu kamu pulang dengan pakaian yang sudah berganti. Apa kalau bukan kamu dengan seseorang? Dan itu apa?" Felix menunjuk leher Emily."Apa?" Emily reflek mengusap bagian leher yang ditunjuk oleh Felix."Aku tidak bodoh Emily. Tanda merah di lehermu itu adalah bukti jika semalam kamu bersama dengan seorang Pria!"Emily langsung merogoh Pons
"Kamu Gila Ya? Ini masih terlalu pagi? Ayahku juga masih belum bangun!" Seru Emily."Tidak mengapa. Aku akan menunggu Ayah mertua ku bangun.""Baiklah. Jangan masuk dulu. Tunggu aku." Emily akhirnya kalah telak."Tidak usah repot. Itu aku melihat Bibi Asisten mu sudah bangun. Aku bisa meminta izin untuk masuk. Kamu lanjutkan tidurmu jika masih mengantuk. Aku akan menunggumu sayangku..""Diamlah disitu. Aku akan turun sebentar lagi. Awas ya? Jangan masuk dulu!" Bentak Emily."Dasar tidak waras! Bisa bisanya sepagi ini dia datang?" Emily menggerutu sambil menaruh ponselnya.Kemudian Emily melompat turun dari atas kasur kemudian buru buru ke kamar mandi untuk membersihkan bagian muka saja. Secepatnya dia berganti dan lari dari kamarnya untuk menemui Aaron.Dia bisa melihat Pria itu berdiri bersandar di sisi mobil.Aaron mengenakan pakaian Formal. Begitu terlihat sempurna. Sampai Emily tidak sadar jika ia telah terpukau beberapa saat. Tidak bisa dibohongi jika saat ini Emily mengakui jika
Chloe menatap Aaron dari ujung kaki hingga kepala. Kemudian melirik mobil milik Aaron yang terparkir tidak terlalu jauh.Sebenarnya Chloe sudah bersiap dengan segala kemungkinan, dia pernah menebak jika pria yang akan dibawa Emily adalah seorang bocah ingusan yang berpenampilan biasa saja.Tetapi Ini?Chloe tercengang sejenak. Dilihat dari jas yang dikenakan Aaron, sepatu dan wajah begitu tampan rupawan pria itu, dia sepertinya bukan Pria biasa saja. Wajahnya penuh berwibawa. Mobil yang dipakai juga bukan mobil mewah yang biasa dipakai orang kelas atas melainkan mobil termewah milik kaum elit.Benarkah dia pria yang sudah meniduri Putrinya? Aaron Albarez? Chloe seperti pernah mendengar nama itu."Hem. Masuklah dulu. Minum kopi sambil menunggu Ayah Emily bangun. Ayo!"Chloe berjalan masuk terlebih dahulu dan Emily menarik tangan Aaron untuk masuk.Emily mengajak Aaron duduk di ruang Tamu, sementara Chloe sudah pergi ke dapur untuk memasak sarapan pagi.Emily melirik Aaron. Dia terlihat
Kemudian Aaron meraih tangan Emily yang bengong karena tidak paham dengan apa yang sedang dibahas oleh Ayahnya itu dan membawa tangan mungil Emily ke dadanya."Tapi, Rumor itu hanya berlaku untuk orang lain. Tidak untuk Emily dan keluarganya. Karena Emily adalah satu satunya Wanita yang aku cintai. Dia adalah kesayangan Putra Mahkota Albarez. Jadi, aku akan menyayanginya dan seluruh keluarganya. Berjanji tidak akan menyakiti hati dan hidupnya walaupun hanya secuil saja."Mendengar Ucapan Aaron yang sangat tegas, Alan melirik Chloe."Mohon maaf Tuan Alan yang terhormat. Jadi begini, Kedatanganku kemari, karena anda mengundangku untuk datang menemui anda namun tujuan pertamaku adalah, untuk melamar Putri Anda. Apakah anda menerima ku? Jika anda menerima ku maka secepatnya aku akan membawa Ayah dan Ibuku datang kemari."Mendengar ucapan Aaron, Alan kembali menelan ludah.Jika orang lain, pasti akan merasa seperti kejatuhan bulan Putrinya bisa dilamar oleh Putra Mahkota dari keluarga Albar
Alan duduk dengan gelisah.Emily menatap hidangan diatas meja kemudian bertanya kepada Chloe."Ibu. Kenapa memasak begitu sedikit? Sepertinya tadi Ibu membeli begitu banyak bahan makanan?" Protes Emily."Jika aku memasak semua bahan makanan itu, ku rasa jam segini, kalian masih akan ada di ruangan tamu. Bisa jadi, calon suamimu ini akan pulang sore hari." Jawab Chloe sambil mengambil piring."Sebenarnya, itu tidak masalah Ibu. Aku akan semakin senang jika bisa seharian di Rumah kalian." Aaron menyela pembicaraan.Plak…Emily memukul bahu Aaron. "Itu memang mau mu! Sudah, ayo makan!"Suasana kembali hening. Semua terlihat mulai menyantap makanan.Wajah Aaron kembali penuh wibawa dengan bawaan yang begitu tenang dan Coll tetapi sorot matanya begitu mengerikan.Gaya makannya saja sangat terlihat jika dai adalah seorang Pangeran.Sarapan pagi akhirnya berakhir. Aaron terlihat berdiri dan membungkuk hormat di hadapan Alan dan Chloe."Ayah. Terima kasih atas Waktumu, dan Ibu, terimakasih at
Emily tidak menyangka jika Aaron yang terkenal Sebagai Putra Mahkota itu masih percaya dengan hal hal kuno seperti itu.Kemudian Emily berkata dengan nada kesal,"Semua tanggal itu sama baiknya Aaron! Tidak perlu serumit itu. Lagian kita ini sudah punya sertifikat pernikahan? Untuk apa lagi sih? Ayo cepat tentukan tanggal, atau kita tidak perlu menikah lagi." Seru Emily."Emily… Tidak bisa seperti itu. Aku ini sangat sangat mencintaimu. Begitu sangat dan terlalu amat sangat mencintaimu. Jadi aku tidak bisa memilih tanggal sembarang untuk pernikahan kita, karena aku takut akan tidak baik untuk rumah tangga kita nantinya." Jawab Aaron. Dia terus meminta Kim Sekretarisnya untuk menghubungi orang orang yang terkenal sebagai juru ramal."Berhenti! Atau aku aku pulang sekarang!" Emily sudah tidak tahan lagi Melihat Aaron.Aaron terdiam sejenak. "Baiklah. Lima menit lagi. Aku akan menelepon kakek buyutku terlebih dahulu."Emily sungguh kesal, dan akhirnya duduk kembali.Ketika menelpon Kakek
"Mereka kan sudah resmi. Apa yang perlu ditakutkan?" Ujar Fic."Oh iya. Tapi kan, aku khawatir menantuku itu ketakutan kalau Aaron terlalu agresif. Kalau dia kabur bagaimana?""Tidak akan. Aku sudah menentukan tanggal." Aaron segera bercerita jika tadi sudah menelepon Kakek buyut dan memintanya untuk mencarikan tanggal.Akhirnya mereka bernafas lega. Kesepakatan sudah dibuat, tanggal sudah ditentukan.Aaron sudah mengutus Kim untuk mengirim banyak hadiah untuk Keluarga Knight.Undangan sudah dicetak dan akan segera disebar. Urusan yang lainnya juga sudah ditangani oleh Aaron sendiri.Tadinya keluarga Emily ingin mencetak undangan sendiri, namun karena Aaron terlalu bersemangat dia hanya meminta daftar dari keluarga Emily dan mengatakan akan mencetak undangan mereka dan mengatakan untuk tidak perlu repot repot karena semua ini sudah menjadi tanggung jawab pihak Keluarga Pria.Aaron juga mengatakan jika beberapa hari lagi, orang tuanya akan segera datang kesana setelah Aaron membawa Emi