Share

Bab 4. Menikah.

Erina menurut saat Fic mendorong tubuhnya untuk masuk ke dalam kontrakannya sendiri. Fic ikut masuk, kemudian duduk di Sofa tanpa disuruh.

Erina menatap Pria dengan wajah datar itu, lalu ikut duduk di hadapannya. Mereka terdiam cukup lama. Erina merasa aneh, kenapa pria ini bisa tau tempat tinggalnya. Dan untuk apa dia kesini? Apa untuk menagih uangnya? Tapi kenapa malah kembali mengeluarkan uang. Uang yang begitu besar. Berkali kali lipat dari yang waktu ini.

Erina kemudian membuka suara.

"Tuan, Terima Kasih sudah menolongku kembali." 

Fico Albarez hanya mengangguk tanpa melihatnya.

"Tapi, bagaimana caraku untuk mengembalikan uangmu. Itu terlalu banyak."

Fic menoleh sebentar setelah itu membuang ratapannya kembali.

"Menikahlah denganku besok. Maka kau tidak perlu membayarnya."

Seketika Erina terperangah. "Menikah?" Dia seperti tidak percaya.

"Kenapa?" Sekarang Fic menoleh untuk menatapnya.

"Bukankah kau membutuhkan pernikahan? Kau gagal menikah bukan? Seharusnya kau menikah beberapa hari lagi."

Erina menelan ludah. Darimana dia tau?

"Memang benar. Tapi, apa Tuan juga punya masalah sepertiku?"

Fic tersenyum miring. "Aku tidak punya masalah seperti mu." 

"Lalu kenapa Tuan ingin menikah secara tiba tiba?"

"Karena aku butuh istri. Aku tidak punya Tunangan ataupun kekasih." Jawab singkat Fic.

"Tapi, tapi kenapa memilih diriku? Apa karena aku mempunyai hutang padamu?" Erina semakin penasaran. 

Fic kembali memiringkan senyumnya. "Aku memilihmu, karena aku sudah mengenalmu."

"Mengenal ku?" Erina Sekarang terlihat kebingungan.

Fic mengangguk. "Aku tidak bisa mengambil sembarangan wanita." 

"Sembarang wanita? Lalu aku?"

"Sudah lah." Fic bangun dari duduknya. Merogoh sesuatu dari balik jaketnya. 

"Besok, datanglah ke gedung ini tepat jam Sepuluh. Aku tidak mau kamu datang terlambat." 

Fic melangkah keluar meninggalkan Erina. Gadis itu hanya bisa menatap punggung Pria itu yang semakin menjauh dan hilang di balik pintu mobil.

"Argh… Siapa sih dia? Kenapa aneh?"

Erina mengerang, lalu menutup pintu dan berlari ke kamarnya. Menjatuhkan tubuhnya di kasur dengan kasar. Matanya menatap langit langit. Pikirannya runyam. 

Pria itu tiba tiba datang dengan sendirinya, memberinya bantuan disaat yang tepat. Seharusnya Erina senang karena telah terbebas dari perjodohan Sang Ibu. Setidaknya dia selamat dari Tuan Danies yang terkenal sebagai penjahat kelamin. 

Tapi kenapa Pria itu tiba tiba mengajaknya Menikah? Bahkan mereka baru bertemu dua kali saja. Ada masalah apa sebenarnya? Tidak mungkin tidak ada masalah!

"Dia sudah mengenalku? Dan tidak bisa sembarangan memilih wanita? Maksudnya apa? Dia bahkan belum tau buruknya masa laluku."

Semalaman Erina tidak bisa tidur memikirkan itu. Bagaimana mungkin dia akan menikah dadakan seperti itu, dengan Pria yang tidak mencintainya. Dia juga tidak mencintai pria itu. Tapi, bukankah dia juga membutuhkan pernikahan ini? Meskipun dia sudah terbebas dari Tuan Daniel sekarang, tapi dia tetap membutuhkan seorang Pria yang bersedia menikahinya. 

Bukankah itu bagus? Dia bisa menutup aibnya. Belum lagi masalah hutang kepada pria itu. Sekarang semakin besar. Jika dia tidak bersedia menikah dengan pria itu, sudah pasti dia harus membayar seluruh uang yang sudah dikeluarkan pria itu. Dan itu jumlahnya sangat banyak. Erina tidak bisa membayangkan, berapa tahun dia harus mengumpulkan uang sebanyak itu.

Lalu dia bangun, kemudian mengambil tasnya. Menghitung berapa banyak uang yang dia miliki saat ini. "Sepuluh juta ini hanya cukup untuk membayar hutangku yang pertama." Tapi Erina berpikir, setidaknya dia bisa sedikit mengurangi hutangnya.

Erina akhirnya terlelap beberapa jam. Dia terbangun saat Alarm terus saja berdering keras.

"Ya Tuhan!" Dia memekik ketika menyadari jika saat ini sudah jam Delapan.

Erina beranjak ke kamar mandi dan secepat mungkin bersiap siap. Dia bukan akan pergi ke Kantor, melainkan pergi ke Gedung yang tertulis di kertas yang sekarang sedang dia genggam.

Huh! Erina menghela nafas panjang untuk yang kesekian kalinya. Perasaannya begitu tegang dan tak karuan. Dia menuruni Taksi yang sudah berhenti di depan Gedung yang dia tuju.

Ini bukan lah Gedung menurut nya tapi lebih tepatnya adalah Biro Urusan Sipil. Begitu nampak sepi seperti tidak ada orang.

Erina turun dan berjalan masuk dengan sedikit ragu. Jefri sudah menyambutnya di ujung sana. Berlari kecil menghampiri Erina.

"Mari silahkan Nona Erina. Tuan Fic sudah menunggumu." 

Fic? Apa itu nama Pria itu? Belum sempat bertanya, Jefri sudah melangkah dahulu. Terpaksa Erina mengikuti langkahnya.

Erina bisa melihat punggung seorang pria yang mengenakan jas putih. Pria itu tidak menoleh ke arah mereka datang tapi sepertinya sudah tau siapa yang datang.

"Duduklah." Suaranya terdengar begitu datar. Erina menurut saja.

"Apa kau sudah siap?" Fic bertanya, menoleh sebentar pada Erina.

"Sebenarnya aku tidak siap."

"Kenapa? Katakan apa alasanmu."

"Bagaimana mungkin aku akan siap, jika menikah dengan pria yang belum aku kenal." Jawab Erina.

Terdengar Fic membuang nafas. "Aku ingin pernikahan ini bukan sekedar pernikahan. Bukan hitam diatas putih. Bukan pernikahan kontrak atau sejenisnya. Jadi berpikirlah dua kali sebelum Pendeta datang." 

Erina kembali menelan ludah. Dia sudah tidak punya jawaban lagi. Terdiam dengan waktu yang cukup lama. Hingga Pendeta dan beberapa orang datang.

Fic kembali menoleh padanya. "Mereka sudah datang. Bagaimana? Jika kau tidak mau, itu tidak masalah. Aku bisa membatalkannya."

Dengan begitu banyak pikiran dan pertanyaan dalam hatinya, Erina menggigit bibir bawahnya untuk menahan keraguan terakhir dihatinya. Dan tiba tiba dia mendongakkan kepalanya. "Iya. Aku setuju."

Hampir satu jam mereka berada di dalam sana. Erina terlihat keluar dari Biro itu dengan membawa Sertifikat Pernikahannya. Dia sungguh merasa seperti bermimpi. Dia sama sekali tidak menyangka akan menikah secara Mendadak seperti ini. Apalagi dia bertemu dengan pria itu secara tidak sengaja.

Erina menunduk untuk melihat Sertifikat Pernikahannya, dia hanya bisa melihat Foto dirinya dan Pria tadi. Pria dalam foto itu terlihat acuh tak acuh namun tampak sangat keren. Sedangkan dirinya begitu jelas terlihat gugup dan berpenampilan sederhana.

Terdapat nama mereka di bawah Foto itu. Erina tanpa sadar tersenyum. Merasa sangat konyol. Dia baru mengetahui nama suami yang baru saja menikahinya itu.

Fico Albarez. Nama yang Cool dan Keren. Cocok sekali dengan orangnya. Dingin dan datar serta tampak temperamen.

Selain nama dan nomor ponsel, Erina sama sekali tidak mengetahui apapun tentang suami Dadakannya itu. Dia tiba tiba sadar , kenapa dia sangat ceroboh?

 

Meskipun Pria itu tampak seperti orang biasa, tapi bagaimana kalau dia orang jahat?  Erina kembali menggigit bibirnya. 

Saat Erina merasakan penyesalan, sebuah tangan menjulur ke hadapannya. Sebuah kartu terselip di jari jemari kekar itu.

"Nona Erina. Setahuku, jika seseorang menikah, akan mengharapkan cincin pernikahan. Maafkan aku yang tidak sempat mencarinya untuk kita. Kau bisa memilihnya sendiri, sesuai dengan keinginan mu." 

Erina mendongak, menatap kedua bola mata hitam pekat dengan putih yang begitu jernih. 

"Tidak perlu. Aku tidak peduli dengan itu." Erina mendorong tangan Fic.

Dia telah lama melewati masa masa yang begitu sulit. Dia tidak lagi mengharapkan Keromantisan. Meskipun dihadapannya saat ini adalah Suaminya secara formal, tapi Erina belum ingin kembali berharap.

"Cincin itu tetap kita perlukan, untuk tanda bukti jika kita ini adalah pasangan." Fic meraih pergelangan tangan Erina dan meletakkan kartu itu di telapak tangan Erina.

Comments (23)
goodnovel comment avatar
Nurlina Nurlina
mantap,keren...makin seru baca nya...
goodnovel comment avatar
Oma Zian
mudah"an Fic selalu menyayangi Erina
goodnovel comment avatar
Buk Mes
semoga menemukan cinta sejati
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status