Pagi Ini Erina sudah berada di kantornya. Melihat Oca dan Melda. Kedua temannya itu berdandan berlebihan tidak seperti biasanya. Menatap sedikit kesal.ke arah dirinya.
"Kau ini! Kenapa berpenampilan seperti ini?" Oca mendekat sambil menarik ujung kaos yang dikenakan Erina.Erina hanya mengenakan kaos putih pendek yang dibalut Jas kerja dengan tergantung kartu nama tanda pengenal di lehernya. Mengenakan celana Jeans warna hitam sesuai dengan warna Jas dan sepatu berwarna Putih. "Memangnya harus bagaimana?" Jawab Erina."Yang akan kita temui kali ini adalah Presdir nomor satu di dunia. Bagaimana mungkin kamu hanya berpenampilan sesederhana ini?" Oca sangat memprotes.Erina menarik nafas. "Kita ini mau bekerja. Siapapun yang akan kita temui. Jadi, ini adalah pakaian kerja kita yang sebenarnya. Bukan mau pergi ke pesta!" Bantah Erina. "Ah.. Terserah kau saja!" Oca kesal."Eh, tapi bagaimana penampilan ku hari ini? Aku cantik tidak?" Oca bertanya pada Erina."Sangat cantik." Erina menjawab tanpa ragu. Dia baru menyadari jika penampilan Oca hari ini memang berbeda. Dengan rok pendek berwarna merah dengan rambut yang terlihat diurai dengan rapi."Kalau begitu coba katakan padaku, apa kira kira Presdir tampan dan kaya dari Galaxy Group akan tertarik padaku?"Erina tercengang, rupanya Oca dan Melda sengaja berdandan lebih hanya karena beralasan jika yang akan mereka temui kali ini adalah Presdir Galaxy Group. "Oca. Apa kau benar benar tertarik dengan Presdir itu? Apa kamu tidak menyesal jika nanti, ternyata dia adalah seorang pria tua yang berperut buncit dan berkepala botak?" "Buahaha.. aku tidak percaya. Rumor sudah beredar beberapa bulan yang lalu. Jika Presdir Galaxy Group adalah seorang pemuda yang sangat tampan dan cool."Melda yang juga bersemangat seperti Oca tapi tidak terlalu berlebihan segera menyambar. "Kesempatan untuk wawancara kali ini sangat sulit didapat oleh stasiun televisi manapun. Jadi kita harus melakukan dengan sempurna tanpa ada kesalahan sedikitpun. Apa kalian tau, ini adalah pertama kalinya Presdir Galaxy Group mau menunjukkan diri kepada Publik. Jika kita berhasil mewawancarainya, dan mengambil foto dirinya, maka Stasiun Televisi kita akan menjadi sorotan dunia, satu satunya Stasiun Televisi yang berhasil bertemu langsung dengan Presdir Galaxy Group!" Oca dan Erina mengangguk. Presdir Galaxy Group memang sangat misterius, tidak mau menunjukkan dirinya di hadapan publik. Perusahaan yang tiga tahun terakhir ini telah mengalahkan puluhan Perusahaan nomor teratas di dunia. Namun keberadaan beserta identitas pemiliknya belum juga terungkap.Undangan wawancara dari segala majalah dan berbagai nama stasiun televisi selalu ditolak. Tapi yang aneh, beberapa hari yang lalu tiba tiba Perusahan Galaxy Group menelepon dan meminta Stasiun Televisi tempat Erina bekerja mengirim Reporternya untuk mewawancarai Presdir mereka secara langsung di kantornya. Bukankah itu suatu keberuntungan?Kabar baik yang membuat Bos terkejut dan langsung melonjak Girang. Mengatakan jika Tuhan sedang membantu mereka."Sudah! Cepat bereskan apa yang perlu dibawa!" Erina memberi perintah. Oca pun pergi masuk untuk menyiapkan segala keperluan bersama Melda. Memeriksa kembali beberapa konten yang sudah mereka siapkan untuk wawancara dan tidak lupa membawa Fotographer.Beberapa karyawan wanita mendekati Erina. Refi mengangkat pergelangan tangan kiri Erina, menatap seksama cincin yang ada di jari manis Erina lalu bertanya."Kau benar benar sudah menikah?" Erina mengangguk, membiarkan mereka meneliti cincin di jarinya."Tapi bukan dengan dengan tunanganmu yang sudah memutuskan kamu itu kan?"Erina hanya menggeleng."Apa ini cincin pernikahan kalian?" Erina mengangguk."Berliannya sangat kecil. Ini pasti murahan." Satu temannya juga ikut memberi masukan."Iya. Ini hanya harga tiga jutaan." Erina menjawab apa adanya."Ya Ampun Erin. Seharusnya kau meminta cincin yang sedikit mahal. Karena pemberian seorang pria itu bisa mencerminkan bagaimana pria itu menghargai wanita." "Eh, sudah lah. Ayo kita berangkat!" Melda berseru diujung sana. Melda tidak suka mendengar perkataan mereka yang tidak menjaga perasaan Erina.Erina menarik tangannya dan menyusul kedua temannya yang sudah berjalan lebih dulu."Tidak usah di dengarkan perkataan mereka." Oca melirik Erina."Tidak mengapa. Aku juga belum tau berapa uang yang dimiliki suamiku. Dia mungkin hanya orang biasa,Jadi aku sendiri yang memilih cincin ini.""Kamu harus bersyukur. Sudah berhasil menikah." Sahut Melda, tapi kemudian dia bertanya dengan nada cukup serius. "Tapi, apa kamu bahagia?'Kali ini, Erina tidak menjawab pertanyaan Melda. Hanya diam dan melanjutkan langkahnya. Erina juga tidak tau harus menjawab bagaimana. Jika dibilang bahagia Erina belum merasakan apa apa. Mau mengatakan sedih, Erina juga merasa biasa saja.Melda dan Oca juga tidak ingin bertanya lagi. Mereka seperti ingin menjaga perasaan Erina. Sampai mobil yang mereka pakai untuk pergi itu berhenti di sebuah Gedung yang menjulang tinggi dan begitu megah. Mereka bisa melihat Tulisan Galaxy Group yang terpampang begitu jelas.Setelah menyapa seorang wanita bagian Resepsionis di lantai pertama, mereka disarankan untuk menaiki lift menuju lantai paling atas."Apakah kalian dari Stasiun Televisi XX?" Seorang staf khusus langsung menyapa mereka saat melihat Mereka keluar dari lift."Iya benar." Jawab Erina."Oh, mari silahkan. Presdir Albarez sudah menunggu kalian di dalam." Albarez? Erina sempat terkejut mendengar staf itu menyebutkan nama sang Presdir. Dia tidak menyangka jika Presdir Galaxy Group itu rupanya memiliki marga yang sama dengan suami Dadakannya.Setelah berkata demikian, Staf itu mengantar mereka menuju Ruangan Presdir.Ketika berjalan menuju ruangan, Oca terlihat begitu gugup, beberapa kali merapikan penampilan dan terus bertanya kepada Erina dan Melda dengan suara pelan, bahkan sampai mereka memasuki pintu."Apa rambutku berantakan? Apa lipstik ku masih terlihat? Bedakku bagaimana?"Erina sangat kesal dibuatnya. "Itu bagus. Tidak ada yang berantakan. Sudah cukup!" Erina berbicara pada Oca, tapi matanya sudah memperhatikan semua sudut ruangan yang telah mereka masuki. Erina tiba tiba saja terpaku pada kedua kakinya yang langsung terasa berat dan kaku. Dia bisa melihat dengan jelas, seorang pria yang berdiri di samping sebuah meja. Dia sampai tidak dapat mendengar Oca berbicara lagi.Pandangan Oca dan Melda pun sama tertuju pada pria yang berdiri itu. Lalu Oca berbicara pelan walau Erina sudah tidak mendengar dengan jelas karena jantungnya tiba tiba berdegup sangat keras."Astaga… Itu Presdir Galaxy Group! Benarkan kata mereka. Dia sangat tampan dan keren!"Belum sempat Erina berkata apapun, pria itu berjalan mendekati mereka. Dan Mereka pun tersentak."Oh My God… ! Dia benar benar sangat Tampan! Artis Korea pun kalah!" Pekik Melda yang langsung teredam oleh dekapan tangan Oca."Kecilkan suaramu." "Eh, iya iya maaf. Maafkan aku. Aku terlalu terpesona."Pria itu berhenti, "Silahkan duduk!" Menunjuk sebuah sofa di ujung sana.Erina masih kaku di tempatnya. Terus menatap pria di depannya itu. Merasa seperti ada aliran listrik bertegangan tinggi yang tiba tiba menyengatnya. Pria itu juga menatap Erina dan tersenyum tipis padanya.Fico Albarez!Dia adalah Presdir Galaxy Group. Pria yang baru saja menikahi Erina kemarin.Fic masih menatap Erina yang tiba tiba memerah wajahnya. "Ayo silahkan duduk!" Erina masih terpaku, sampai Melda menariknya. "Erin! Kamu kenapa bengong?""I, iya." Erina tersadar dan mengikuti pergerakan mereka duduk di sofa.Fic duduk tepat di hadapan mereka bertiga. Baru saja Melda ingin berbicara, seorang pria datang memasuki ruangan dan memanggil Presdir Albarez."Tuan Presdir." Tangannya membawa tumpukkan berkas dan menaruhnya di meja kerja. "Usai Wawancara ini, ada tamu penting yang ingin bertemu." Fic hanya mengangguk. Erina sempat melirik pria tadi, dia masih mengenal dengan baik pria yang baru saja datang itu, dia adalah pria yang sudah dilihatnya beberapa kali bersama suaminya.Setelah Jefri keluar, Melda membuka suara. "Presdir Albarez. Bisakah kita memulainya sekarang?" "Silahkan." Fic menjawab, hanya melirik sedikit pada Erina dan kembali acuh tak acuh seperti tidak saling mengenal. Erina sampai berpikir, apakah dia suaminya atau bukan. Atau hanya kebetulan mirip?
Saat di Toilet, Erina kembali membuka Paperbag. Mengambil kotak di dalamnya dan membuka. Ada beberapa kunci disana. Erina menarik nafas. Belum sempat dia menetralkan jantungnya, Ponselnya berdering. Peminjam! Kontak Fic yang dulu sempat diberi nama itu yang memanggil. Erina sempat heran, dari mana dia tau nomor ponselnya? Bukankah kemarin dia belum sempat untuk memberikannya?Erina menggeser tombol untuk mengangkat. "Bagaimana?" Suara Fic terdengar."Apanya yang bagaimana?" Sebenarnya Erina sudah paham apa yang dimaksud suaminya, tetapi karena Erina tiba tiba merasa tegang, dia ingin mengusir dahulu dengan berbasa basi."Apa aku perlu menyuruh Jefri untuk menjemputmu?" "Tidak. Aku bisa datang sendiri nanti setelah selesai jam kerja.""Baiklah. Kalau begitu hati hati. Aku akan mengirimkan alamatnya." Panggilan terputus tanpa sempat Erina bertanya lagi. Hanya selang beberapa detik, Pesan masuk ke dalam Aplikasi WhatsApp. Pesan dari Fic berisi Alamat Rumah.Erina meneliti. Erina ta
Kamar yang begitu luas. Ini mungkin seukuran kontrakan Erina. Ranjang tidur yang sangat besar dan lemari lemari besar juga terdapat disana.Semua barang bahkan meja rias begitu juga dengan Sofanya, tidak ada yang murahan. Semua serba barang kelas atas.Erina melangkah mendekati Ranjang. Duduk disana dengan mata yang memutar. Dia masih seperti bermimpi berada disini. Akan tinggal seatap bahkan satu kamar dengan seorang Pria.Erin. Dia suamimu! Sudah sewajarnya! Erina mengusap wajahnya dengan kasar. Merogoh kunci yang dia dapat dari Fic siang tadi."Lalu kunci ini untuk apa?" Erina mengamati. Erina berpikir ini adalah kunci duplikat Mansion dan kamar ini. Tapi untuk apa Fic memberikan padanya, jika Mansion dan kamar ini tidak dikunci?Erina tidak ingin memikirkan. Malah melirik cincin yang melingkar dijarinya. Erina menyentuh dengan tangan kanan."Apa kira kira cincin ini pantas untuk seorang Fico Albarez?" Cincin yang dia beli tidak sesuai dengan keadaan suaminya, Erina menyadari itu
Erina menutup lemari. Dia kembali mengingat, jika mempunyai banyak pertanyaan di hati mengenai Boneka itu. Pertanyaan yang belum sempat mendapatkan jawaban sampai detik ini. Meskipun boneka itu miliknya, Erina tidak dapat mengingat boneka itu didapatkan dari mana. Erina tidak tahu apa apa, yang dia tahu hanyalah, jika keluarga Handoyo sudah membesarkannya. Dia adalah anak pembawa sial! Hanya itu yang sering dia dengar dari umpatan Ibu padanya. Handoyo harus kehilangan banyak uang demi kesembuhan Erina saat Koma. Handoyo duduk di kursi roda sekarang dan Erina yang disalahkan. Ibu, Alika dan Lena membencinya. Dia dianggap anak pembawa sial.Erina hanya bisa memegang dadanya, merasakan nyeri di hatinya mengingat betapa banyak kesulitan yang harus dijalani. Bahkan sampai detik ini, sepertinya kesulitan akan terus berlanjut. Pintu dibuka seseorang membuat Erina terkejut. Fic melangkah masuk dengan wajah yang datar."Mana Cincinnya, boleh aku melihat?" Erina mengangguk, menarik laci d
Erina terbangun di pagi hari. Melirik kasur sebelahnya yang sudah kosong. Menatap dahulu bajunya. Ini masih lengkap. Lalu meraba tubuhnya." Semalam, tidak terjadi apa apa padaku kan?"Erina terkejut saat mendengar pintu kamar mandi terbuka."Nyonya? Anda sudah bangun?" Melan keluar dari kamar mandi."Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu. Mari silahkan." "Seharusnya tidak perlu serepot itu." Erina beranjak dari Ranjang."Itu sudah menjadi tugasku, atau aku akan kehilangan pekerjaan." Erina menoleh. "Benarkah akan seperti itu?""Tentu saja. Maka biarkan aku melayanimu Nyonya." Erina hanya menarik nafas, dan masuk ke kamar mandi. "Dasar orang kaya." Dia mengeluh sambil memulai mandi.Usai mandi Erina masih melihat Melan berdiri disana. "Silahkan Nyonya."Apalagi ini? Melan mengambilkan pakaian kerja Erina bahkan pakaian dalamnya. "Biarkan aku sendiri!" Erina merasa tidak enak, saat Melan hendak membantu. Melan mengangguk, lalu mengambil sepatu.Erina bertanya ketika sepatu yang d
Fic melirik keluar, melihat Jefri yang masih menunggu seseorang. Melan terlihat berlari menghampiri Jefri, mengulurkan sesuatu pada Jefri yang langsung menyimpannya di balik jasnya. Jefri segera menyusul Fic ke dalam mobil dan tanpa menunggu perintah Sang Sekretaris itu menjalankan mobil.Sebenarnya jalan ke kantor mereka dan Stasiun Televisi tempat Erina bekerja tidaklah searah, tapi Jefri sengaja menuju tempat Erina bekerja terlebih dahulu.Sepanjang perjalanan tidak ada suara dari mereka bertiga selain hanya kesunyian. Erina sesekali melirik wajah datar Fic yang seperti acuh tak acuh itu. Begitu banyak keraguan yang menumpuk di hati Erina. Tentang pengakuan Fic yang menyukai dirinya, Erina bahkan tidak percaya sedikitpun. Sikap Fic yang berubah ubah. Tiba tiba dingin, tiba tiba lembut dan kemudian kembali acuh tak acuh.Jefri Menghentikan mobil lebih jauh dari depan Stasiun Televisi."Turunlah. Kami akan menjemput mu lagi nanti. Jadi jangan naik Taksi." Suara Fic terdengar memberi
Sebenarnya ini belum jam pulang, tapi Oca dan Melda sudah bersiap untuk pulang. Dengan minggir melipir tanpa sepengetahuan Erina. Hanya berpamitan dengan Bos dan mengatakan jika ada sesuatu yang mengharuskan mereka pulang lebih awal. Bos mengiyakan saja.Sekarang ini mereka sudah duduk di dalam sebuah Restoran yang cukup megah. Beberapa pelayan sibuk menyiapkan makanan dan minuman untuk mereka. Mereka sampai kebingungan."Eh, ini pesanan siapa? Kami tidak memesan!" Melda berbicara cukup keras. Bukan masalah siapa yang memesan, mereka lebih khawatir kepada harga makanan dan minuman di restoran ini. Itu pasti sangat mahal!"Ini pesanan Tuan Itu, spesial untuk Nona berdua." Pelayan wanita menunjuk dengan hormat kepada seseorang yang baru saja masuk.Oca seketika berdiri. "Itu Sekretarisnya Presdir Albarez! Astaga Melda, dia benar benar menemui kita!" Melda langsung menarik Lengan Oca agar duduk kembali. "Suaramu bodoh! Ini memalukan!" "Eh, iya maaf. Aku terkejut. Bagaimana penampilank
Jefri baru saja datang dan ingin menemui Fic. Tetapi saat dia melangkah menuju pintu Ruangan Presdir, dia melihat seorang Pria yang tidak asing baginya sedang berjalan menghampirinya."Apa Tuan Muda Albarez ada?""Tuan Muda Mahendra. Tuan Fic ada di Ruangannya, tetapi.." Mahendra mendorong tubuh Jefri yang menghalangi langkahnya. "Aku sudah mengabarinya jika akan berkunjung. Jadi, MINGGIRLAH!"Sebenarnya Jefri sudah berniat untuk menarik dan mengusir Mahendra dari sini, tetapi pintu sudah terbuka dan Fic terlihat berdiri disana."Wah, Tuan muda Albarez! Sepertinya kau terlihat lebih baik sekarang." "Jika hanya ingin mencari keributan, sebaiknya kau pergi saja." Fic hendak menutup pintu tetapi Mahendra menahannya dan ikut melangkah masuk. Jefri sendiri sengaja menunggu di luar pintu."Aku mendengar kabar jika Tuan Muda Albarez sudah menikah. Benar begitu?""Apa pedulimu!" Hanya itu jawaban dari Fic, lalu kembali sibuk dengan Laptopnya."Miris sekali. Kau bahkan tidak mengadakan pes
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H