Jefri baru saja datang dan ingin menemui Fic. Tetapi saat dia melangkah menuju pintu Ruangan Presdir, dia melihat seorang Pria yang tidak asing baginya sedang berjalan menghampirinya."Apa Tuan Muda Albarez ada?""Tuan Muda Mahendra. Tuan Fic ada di Ruangannya, tetapi.." Mahendra mendorong tubuh Jefri yang menghalangi langkahnya. "Aku sudah mengabarinya jika akan berkunjung. Jadi, MINGGIRLAH!"Sebenarnya Jefri sudah berniat untuk menarik dan mengusir Mahendra dari sini, tetapi pintu sudah terbuka dan Fic terlihat berdiri disana."Wah, Tuan muda Albarez! Sepertinya kau terlihat lebih baik sekarang." "Jika hanya ingin mencari keributan, sebaiknya kau pergi saja." Fic hendak menutup pintu tetapi Mahendra menahannya dan ikut melangkah masuk. Jefri sendiri sengaja menunggu di luar pintu."Aku mendengar kabar jika Tuan Muda Albarez sudah menikah. Benar begitu?""Apa pedulimu!" Hanya itu jawaban dari Fic, lalu kembali sibuk dengan Laptopnya."Miris sekali. Kau bahkan tidak mengadakan pes
Jefri membukakan pintu kamar. Lalu segera pergi setelah menutup pintu. Menyerahkan semua urusan kepada Fic saja. Fic membaringkan tubuh Erina dengan hati hati. Fic tidak peduli lagi dengan jantungnya yang berdegup saat harus membuka satu persatu pakaian gadis itu.Fic berusaha secepat mungkin mengganti pakaian Erina yang basah, dan berusaha untuk menghindari pandangan matanya. "Erina. Sadarlah." Fic mengusap usap telapak tangan Erina dengan kedua tangannya agar hangat.Terdengar pintu dibuka. Fic menoleh. "Tuan. Bagaimana keadaannya?" Jefri sudah melangkah masuk."Dia belum sadar.""Apa perlu memanggil Dokter?""Besok pagi saja. Ini sudah terlalu malam. Biarkan Erina beristirahat dulu."Jefri hanya mengangguk, kemudian melangkah menuju Sofa. Fic yang melihat itu mengikuti."Bagaimana?" Fic duduk di hadapannya."Beberapa hari lagi, Dokter akan memberi kabar." Fic terdengar menarik nafas resah. Kemudian dia bertanya lagi mengenai pertemuan Jefri dengan kedua teman Erina tadi. Jefri
Pagi sudah merambat ke siang. Walaupun begitu tidak ada satupun yang berani mengetuk pintu Kamar Fic. Sedangkan Dua orang di dalam sana masih tertidur. Lalu terlihat Erina mulai membuka matanya perlahan. Dia merasakan Ada sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. Erina menoleh, menyadari jika semalam dia sampai terlelap di dekapan Fic. Erina menyisihkan tangan Fic dan bangun dengan sangat pelan. Erina memandangi wajah Pria yang masih pulas itu. Wajah itu terlihat polos jika dalam keadaan tidur seperti ini, begitu sangat manis dalam pandangan Erina berbeda sekali saat dia dalam keadaan tidak tidur.Jangan pergi lagi! Erina teringat kata kata terakhir Fic sebelum berangkat tidur. Sebenarnya dia sempat bertanya, tetapi Fic sudah tertidur begitu saja. Erina tidak ingin memikirkan hal itu karena menganggap jika Fic hanyalah mengigau. Erina terkejut saat melihat Jam sudah lebih dari pukul Sembilan. Dia segera beranjak dan pergi mandi. Kali ini dia tidak lupa, membawa sekalian pakaia
Melan masuk untuk mengambil bekas makanan mereka. Sementara Fic menyiapkan obat untuk Erina. "Jika kamu tidak mau ke Rumah sakit' atau Dokter kemari, beristirahat saja. Aku akan bekerja di kamar ini sambil menemanimu."Erina hanya mengangguk saja, kemudian melangkah untuk mengganti pakaian kantornya dengan pakaian biasa. Itu dilakukan Erina di dalam kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Erina melihat Fic sudah membuka Laptop di atas meja. Erina menghampiri dan duduk di sampingnya. Tangan Fic begitu terlihat lincah. Lalu pandangan Erina beralih ke wajah pria itu. Dia sangat tampan. Pelan pelan, ada rasa terpesona dihati Erina, kemudian Erina merasa bersyukur. Bagaimana tidak, semua ini seperti sebuah anugerah. Dia dipertemukan dan mendadak menikah dengan Pria yang begitu tampan dan kaya raya seperti ini.Mana mungkin ada wanita yang akan menolak menjadi Istrinya? Tetapi Erina masih saja ragu. Pasti ada alasan kuat mengapa Fic bisa menikahinya. Lalu dia kembali teringat tentang k
Fic menarik selimut untuk menutupi tubuh Erina yang sudah kembali terlelap. Kemudian Fic melangkah meninggalkan Kamar. Dia kembali ke Ruang kerjanya untuk menemui Jefri."Tuan. Kenapa menerima Tuan Mahendra di Perusahaan, apalagi ini di bagian keuangan? Apakah itu tidak berbahaya?" Jefri berbicara setelah duduk Fic dihadapannya."Justru itu yang aku cari.""Maksudmu?" Jefri langsung terbelalak."Kamu tidak mengerti?"Jefri hanya menggeleng, dia belum bisa mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Fic. Bukankah dia sangat tidak ingin satupun dari keluarganya ada yang bergabung di Perusahaan peninggalan Ayahnya?"Bagaimana caranya kita menendang seseorang secara terang terangan jika tidak mengumpulkan banyak kesalahan terlebih dahulu." Jefri kemudian tersenyum. Sekarang dia paham dengan apa yang sedang direncanakan oleh Fic. "Aku juga ingin tahu, apakah sejauh ini ada perubahan dari Paman Adreno. Atau dia masih sama seperti dulu." Adreno adalah Kakak dari Ayah Fic yang bernama Devis. S
Ketika Erina terbangun di pagi hari, dia tidak melihat Fic ada di kasur sebelahnya. Dia juga tidak melihat Fic berada di sofa tempat Fic duduk semalam. Erina bangun dan segera mandi. Setelah Erina keluar dari kamar mandi, Melan sudah ada di dalam kamar untuk membantu Erina. Erina menanyakan tentang keberadaan Fic."Tuan Fic sudah berangkat pagi pagi. Tuan Fic hanya berpesan, Nyonya belum boleh berangkat bekerja dahulu."Fic berangkat pagi pagi? Tanpa menunggunya bangun atau sekedar meninggalkan pesan sendiri. Apa ini ada kaitannya dengan Mentari? Fic mengingat kekasih yang dia cintai. Erina terdiam, dia bisa menebak jika Fic mungkin sudah mulai menyesal telah menikahinya. Dia tidak boleh sedih. Pernikahannya ini tidak terlalu bisa untuk diharapkan. Erina harus sadar diri. Kemudian dia bersiap untuk berangkat ke Tempat pekerjaan."Aku sudah sehat. Jadi aku harus bekerja. Kau tenang saja. Aku akan tiba di rumah sebelum Fic sampai." Erina berpesan kepada Melan. Tentu saja Melan cema
Fic melangkah ke Ruangan Direktur Keuangan. Dia bisa melihat Rafael yang sedang fokus dengan Laptopnya. Mendengar langkah kaki, Rafael menoleh. Seketika dia berdiri saat melihat Fic yang datang."Fico. Kenapa kemari? Aku bisa datang ke Ruangan mu, jadi kamu tidak perlu serepot ini." Fic tidak menjawab. Dia menarik kursi lain dan duduk di hadapan Rafael. Sejenak dia menatap Rafael. Sebenarnya nama sepupu Fic ini adalah Mahendra Adreno. Tetapi dia memiliki nama panggilan saat kecil dari almarhum nenek yaitu Rafael. "Bagaimana? Apa kau ada kesulitan?""Tentu saja tidak. Hum.. Apa kamu sudah mengecek hasil pekerjaan ku hari ini?" Fic hanya mengangguk saja."Apa ada kesalahan?" Rafael bertanya lagi dan kembali duduk."Sejauh ini tidak. Tapi aku tidak tahu kedepannya. Jadi lebih baik kamu berhati hati jika ingin lebih lama bekerja disini." Rafael mengangguk, dia tahu jika Fic ini bukanlah orang yang mudah percaya kepada siapapun. Apalagi Rafael sangat tahu bagaimana hubungan keluarga m
Di kediaman rumah Adreno. Rafael sedang berada di meja makan bersama Ibu dan Ayahnya. Adreno beberapa kali berbicara kepada Rafael tentang Perusahaan Galaxy Group."Kau harus bisa menjatuhkan Perusahaan itu, minimal bagaimana caranya kau mengambil banyak uang dari perusahaan itu guna memperbesar Perusahaan kita sendiri." Rafael begitu kesal dengan ucapan Ayahnya."Ayah. Aku mau bekerja di perusahaan Fico semata untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan kita dengannya. Bukan untuk mencari masalah. Jika Ayah terus memaksaku untuk melakukan itu, maka lebih baik aku mundur!" Rafael segera bangun dari kursi dan melangkah pergi."Rafael!" Mendengar Ayahnya berteriak memanggil Rafael tidak peduli, dia terus melangkah pergi.Sepanjang perjalanan ke Gedung Galaxy Group, Rafael terus mengumpat. Dia tidak habis pikir kenapa Ayahnya terus mempunyai pikiran picik terhadap Fic. Ini bukan kali pertama Rafael mengetahuinya. Saat dia masih kecil dulu, dia juga sering mengetahuinya siasat demi siasat
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H