Pagi sudah merambat ke siang. Walaupun begitu tidak ada satupun yang berani mengetuk pintu Kamar Fic. Sedangkan Dua orang di dalam sana masih tertidur. Lalu terlihat Erina mulai membuka matanya perlahan. Dia merasakan Ada sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. Erina menoleh, menyadari jika semalam dia sampai terlelap di dekapan Fic. Erina menyisihkan tangan Fic dan bangun dengan sangat pelan. Erina memandangi wajah Pria yang masih pulas itu. Wajah itu terlihat polos jika dalam keadaan tidur seperti ini, begitu sangat manis dalam pandangan Erina berbeda sekali saat dia dalam keadaan tidak tidur.Jangan pergi lagi! Erina teringat kata kata terakhir Fic sebelum berangkat tidur. Sebenarnya dia sempat bertanya, tetapi Fic sudah tertidur begitu saja. Erina tidak ingin memikirkan hal itu karena menganggap jika Fic hanyalah mengigau. Erina terkejut saat melihat Jam sudah lebih dari pukul Sembilan. Dia segera beranjak dan pergi mandi. Kali ini dia tidak lupa, membawa sekalian pakaia
Melan masuk untuk mengambil bekas makanan mereka. Sementara Fic menyiapkan obat untuk Erina. "Jika kamu tidak mau ke Rumah sakit' atau Dokter kemari, beristirahat saja. Aku akan bekerja di kamar ini sambil menemanimu."Erina hanya mengangguk saja, kemudian melangkah untuk mengganti pakaian kantornya dengan pakaian biasa. Itu dilakukan Erina di dalam kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Erina melihat Fic sudah membuka Laptop di atas meja. Erina menghampiri dan duduk di sampingnya. Tangan Fic begitu terlihat lincah. Lalu pandangan Erina beralih ke wajah pria itu. Dia sangat tampan. Pelan pelan, ada rasa terpesona dihati Erina, kemudian Erina merasa bersyukur. Bagaimana tidak, semua ini seperti sebuah anugerah. Dia dipertemukan dan mendadak menikah dengan Pria yang begitu tampan dan kaya raya seperti ini.Mana mungkin ada wanita yang akan menolak menjadi Istrinya? Tetapi Erina masih saja ragu. Pasti ada alasan kuat mengapa Fic bisa menikahinya. Lalu dia kembali teringat tentang k
Fic menarik selimut untuk menutupi tubuh Erina yang sudah kembali terlelap. Kemudian Fic melangkah meninggalkan Kamar. Dia kembali ke Ruang kerjanya untuk menemui Jefri."Tuan. Kenapa menerima Tuan Mahendra di Perusahaan, apalagi ini di bagian keuangan? Apakah itu tidak berbahaya?" Jefri berbicara setelah duduk Fic dihadapannya."Justru itu yang aku cari.""Maksudmu?" Jefri langsung terbelalak."Kamu tidak mengerti?"Jefri hanya menggeleng, dia belum bisa mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Fic. Bukankah dia sangat tidak ingin satupun dari keluarganya ada yang bergabung di Perusahaan peninggalan Ayahnya?"Bagaimana caranya kita menendang seseorang secara terang terangan jika tidak mengumpulkan banyak kesalahan terlebih dahulu." Jefri kemudian tersenyum. Sekarang dia paham dengan apa yang sedang direncanakan oleh Fic. "Aku juga ingin tahu, apakah sejauh ini ada perubahan dari Paman Adreno. Atau dia masih sama seperti dulu." Adreno adalah Kakak dari Ayah Fic yang bernama Devis. S
Ketika Erina terbangun di pagi hari, dia tidak melihat Fic ada di kasur sebelahnya. Dia juga tidak melihat Fic berada di sofa tempat Fic duduk semalam. Erina bangun dan segera mandi. Setelah Erina keluar dari kamar mandi, Melan sudah ada di dalam kamar untuk membantu Erina. Erina menanyakan tentang keberadaan Fic."Tuan Fic sudah berangkat pagi pagi. Tuan Fic hanya berpesan, Nyonya belum boleh berangkat bekerja dahulu."Fic berangkat pagi pagi? Tanpa menunggunya bangun atau sekedar meninggalkan pesan sendiri. Apa ini ada kaitannya dengan Mentari? Fic mengingat kekasih yang dia cintai. Erina terdiam, dia bisa menebak jika Fic mungkin sudah mulai menyesal telah menikahinya. Dia tidak boleh sedih. Pernikahannya ini tidak terlalu bisa untuk diharapkan. Erina harus sadar diri. Kemudian dia bersiap untuk berangkat ke Tempat pekerjaan."Aku sudah sehat. Jadi aku harus bekerja. Kau tenang saja. Aku akan tiba di rumah sebelum Fic sampai." Erina berpesan kepada Melan. Tentu saja Melan cema
Fic melangkah ke Ruangan Direktur Keuangan. Dia bisa melihat Rafael yang sedang fokus dengan Laptopnya. Mendengar langkah kaki, Rafael menoleh. Seketika dia berdiri saat melihat Fic yang datang."Fico. Kenapa kemari? Aku bisa datang ke Ruangan mu, jadi kamu tidak perlu serepot ini." Fic tidak menjawab. Dia menarik kursi lain dan duduk di hadapan Rafael. Sejenak dia menatap Rafael. Sebenarnya nama sepupu Fic ini adalah Mahendra Adreno. Tetapi dia memiliki nama panggilan saat kecil dari almarhum nenek yaitu Rafael. "Bagaimana? Apa kau ada kesulitan?""Tentu saja tidak. Hum.. Apa kamu sudah mengecek hasil pekerjaan ku hari ini?" Fic hanya mengangguk saja."Apa ada kesalahan?" Rafael bertanya lagi dan kembali duduk."Sejauh ini tidak. Tapi aku tidak tahu kedepannya. Jadi lebih baik kamu berhati hati jika ingin lebih lama bekerja disini." Rafael mengangguk, dia tahu jika Fic ini bukanlah orang yang mudah percaya kepada siapapun. Apalagi Rafael sangat tahu bagaimana hubungan keluarga m
Di kediaman rumah Adreno. Rafael sedang berada di meja makan bersama Ibu dan Ayahnya. Adreno beberapa kali berbicara kepada Rafael tentang Perusahaan Galaxy Group."Kau harus bisa menjatuhkan Perusahaan itu, minimal bagaimana caranya kau mengambil banyak uang dari perusahaan itu guna memperbesar Perusahaan kita sendiri." Rafael begitu kesal dengan ucapan Ayahnya."Ayah. Aku mau bekerja di perusahaan Fico semata untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan kita dengannya. Bukan untuk mencari masalah. Jika Ayah terus memaksaku untuk melakukan itu, maka lebih baik aku mundur!" Rafael segera bangun dari kursi dan melangkah pergi."Rafael!" Mendengar Ayahnya berteriak memanggil Rafael tidak peduli, dia terus melangkah pergi.Sepanjang perjalanan ke Gedung Galaxy Group, Rafael terus mengumpat. Dia tidak habis pikir kenapa Ayahnya terus mempunyai pikiran picik terhadap Fic. Ini bukan kali pertama Rafael mengetahuinya. Saat dia masih kecil dulu, dia juga sering mengetahuinya siasat demi siasat
Sudut mata Rafael menyempit dengan mulut yang tertutup rapat. Kuku kukunya terasa menancap telapak tangannya sendiri. Dia masih berdiri menatap punggung Fic yang semakin jauh dan menghilang di ujung sana.Sebentar kemudian Rafael mengusap wajahnya dan kembali ke dalam Cafe. Pikirannya masih belum lepas kepada Fic dan Erina."Ternyata Fico juga bukan tipe orang yang setia. Kasihan sekali Almarhum Mentari jika melihat Fico seperti ini." Dalam Pikiran Rafael, Fico sudah menikah dan sekarang malah menjalin hubungan dengan Erina. Jika tidak ada hubungan khusus, mana mungkin Fico juga berada disini dan menolong Erina. Fico sudah berselingkuh.Erina sungguh hebat, bahkan bisa menggaet Seorang Fico sekalipun.Rafael sangat marah. Kebenciannya pada Erina semakin meningkat. Tetapi semakin dia membenci Erina, semakin dia ingin mendapatkan kembali Erina. "Baiklah. Aku tidak akan mencampuri urusan pribadi Fico. Entah dia akan berselingkuh atau bagaimana itu terserah dia. Tapi kenapa harus deng
Rafael sudah pulang dari Rumah kakeknya. Sampai di kamar dia memeriksa Ponselnya. Ada beberapa panggilan masuk dari Alika. Dia tertegun menatap nama itu.Alika. Rafael sebenarnya tidak pernah mencintai wanita itu. Rafael mendekatinya Alika awalnya karena ingin membalas rasa sakit hatinya kepada Erina. Tetapi apa yang didapat Rafael. Setiap kali menatap Alika dia teringat Erina. Setiap kali ia berhasil menyakiti atau mengumpat Erina, dia sendiri yang merasa sakit hatinya.Alika memang cantik, dan kebetulan wajahnya hampir mirip dengan Erina. Hanya saja mata dan senyumnya tidak bisa sama dengan Erina."Halo." Rafael mengangkat panggilan walaupun sangat malas."Rafael, kamu di mana? Kenapa tidak mengangkat teleponku. Aku ke rumahmu juga, kata Paman Adreno kamu tidak ada?""Maaf. Aku sangat sibuk. Jadi aku tidak sempat melihat Ponsel." "Ah, baiklah tidak apa apa. Aku hanya sedang merindukanmu." "Hem. Besok malam aku ke Rumahmu." "Benar ya? Aku akan menunggumu,"Belum sempat Alika meny