Alika masih terdiam dan belum menjawab pertanyaan Fic hingga Fic kembali membentaknya."Cepat katakan! Atau kau ingin aku melemparmu?""Aku, aku membutuhkan uang. Uangku habis. Jadi aku ingin meminta uang padamu." Merasa tidak perlu berbasa basi lagi, pada akhirnya Alika menjawab.Mendengar itu Jefri tertawa mengejek. "Kamu ingin meminta uang lagi? Dasar serakah!"Jefri tahu, Fic telah memberinya uang banyak. Sebab itu Jefri sangat geram kepada Alika yang sepertinya sengaja ingin memeras Fic."Memangnya kenapa kalau aku meminta uang? Tidak boleh?" Alika segera menjawab Jefri dengan ketus kemudian kembali menatap Fic."Dulu aku menyelamatkanmu dengan susah payah. Sekarang Penyelamatmu kesusahan kamu tidak mau membantu? Apa Seorang Presdir Albarez sangat tidak berhati?""Berapa yang kamu inginkan? Sebutkan saja dan tidak perlu banyak bicara!" "Aku butuh Lima Milyar!" Ucap Alika sekenanya saja.Fic sungguh tidak ingin melihat Alika lagi, dia langsung mengusir Alika."Pergilah. Aku akan
"Tetap saja Fic, dia adalah Penyelamatmu. Kamu harus bisa menghargainya.""Selagi dia menyakitimu. Tidak ada kata menghargai." Fic kemudian mencium pipi Erina yang merona.Fic tersenyum, dengan sangat berani dia menyimpan pikirannya tentang penyelamatnya. Apa hubungannya dengan Alika, itu tidak penting lagi. Saat ini dia tidak butuh ilusi tujuh tahun yang lalu, atau kenangan manapun di masa lalu. Karena ada Erina yang lebih penting baginya. Yaitu Erina dan calon bayinya.Setelah sekian lama memeluk istrinya, Fic perlahan melepaskan pelukannya. "Kamu istirahat. Aku akan pergi sebentar ke ruangan kerja. Ada pekerjaan yang aku tinggalkan tadi."Erina tersenyum. "Jangan seperti itu. Jika ada pekerjaan, selesaikan saja. Jangan meninggalkan hanya demi diriku. Aku ini sedang hamil, bukan sakit. Tidak perlu sangat dikhawatirkan.""Hem. Iya. Tapi aku sangat mengkhawatirkanmu Erina. Maka dari itu, tolong jaga baik baik dirimu. Kamu yang paling berharga dalam hidupku."Erina sangat terharu. Fic
Lama mereka berada di luar ruangan dimana Erina sedang ditangani oleh Dokter. Baik Fic maupun Jefri sudah sama sama gelisah dan penuh kecemasan.Tidak ada yang saat ini dapat dipikirkan oleh Fic selain rasa ketakutan.Bagaimana jika Erina tidak selamat? Bagaimana jika calon bayi Mereka pergi meninggalkan perut Erina?Sungguh saat ini Fic dalam ketakutan yang luar biasa.Sementara Jefri sendiri sempat berpikir kenapa Nyonya muda bisa pendarahan jika tidak terjadi jatuh atau kecelakaan sedikitpun? Dia sangat tahu bagaimana Fic menjaga Istrinya dengan sangat ketat dan baik. Makanan bergizi dan suplemen makanan bahkan disediakan oleh Tuan Besar Alfian sendiri. Jefri merasa jika ini ada sebuah kesalahan yang sepertinya sengaja dilakukan oleh seseorang yang ingin mencelakai Nyonya Albarez.Memikirkan itu Jefri semakin curiga.Ketika mereka masih menunggu dengan perasaan yang teramat gelisah, pintu ruangan dibuka oleh seorang Suster.Dua pria itu seketika berlari untuk bertanya kepada Sang
Fic membaringkan Erina dengan lembut di tempat tidur.Tim Dokter yang menyertai mereka langsung memasang selang impus dengan baik. Setelah memastikan semua sudah baik, baru mereka berpamitan untuk pergi."Kamu harus beristirahat dengan baik." Fic lagi lagi mencium kening Erina.Ketika Fic hendak berdiri, Erina mencegah. "Fic. Kamu belum memberitahuku, kenapa aku bisa mengeluarkan darah. Tolong katakan agar aku bisa menghindari penyebabnya. Aku sangat takut jika terjadi apa apa lagi pada calon bayi kita."Fic menarik nafas resah, kemudian kembali duduk di sisi Erina."Erina. Aku akan memberitahumu. Tapi berjanjilah untuk tidak memikirkannya terlalu berat. Itu tidak akan baik untuk kesehatan calon bayi kita."Erina mengangguk dan berjanji kepada suaminya."Suplemen yang diberikan Kakek, itu adalah penyebab kamu mengalami perdarahan. Untung semuanya belum terlambat. Janinmu masih bisa diselamatkan."Erina terbelalak. "Mana mungkin Fic? Itu tidak mungkin? Kakek,""Aku tidak menyangka. Saa
Fic duduk di tepi tempat tidur, kemudian memeluk Erina. Erina yang tadi terpejam kini membuka matanya. Tangan kirinya mengelus rambut Fic.Dia tahu jika Suaminya sedang bersedih karena hampir kehilangan calon bayinya.Lebih merasa sedih lagi, ketika menyadari jika kehadirannya dalam hidup Fic, membuat semakin banyak orang memusuhi Fic."Fic." Panggil Erina dengan suara lemah.Fic mendongak, menatap sudut mata Erina yang meneteskan air mata."Kenapa menangis?" "Kehadiranku, semakin menyusahkan mu."Fic tersenyum, mencium air mata Erina dan kemudian menghisapnya. Seolah olah ingin memberi semua rasa nyaman."Kamu tidak pernah menyusahkan aku, justru aku yang terlalu bodoh untuk melindungimu.""Jangan berkata seperti itu Fic. Mereka yang terlalu kejam terhadap kita.""Dan aku, tidak akan membiarkan Mereka berlaku kejam kepada kita."Erina terisak. "Fic, bagaimana rekaman Cctv itu?""Erina. Jangan memikirkan apapun dulu. Jangan khawatir. Aku akan menyelidikinya."Menyelidikinya? Artinya
Fico.. Apakah Fic benar-benar sedang ingin melawannya?Memikirkan itu, Adreno segera mengurus orang untuk melawan penindasan yang dilakukan Fic.Tetapi hasilnya membuat Adreno tercengang. Fic tidak bisa dilawan. Perusahan keluarga Alfian telah terakuisisi sepenuhnya oleh Fic. Orang utusan Adreno pulang dengan membawa kegagalan."Kami tidak berhasil Tuan. Perusahaan kita mengalami kebangkrutan total."Adreno lemas dan jatuh merosot ke kursinya.Semua usaha Adreno gagal. "Kenapa bisa seperti ini?" Dia menatap layar Komputernya. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan tangan yang gemetar, Adreno mengambil Ponselnya. Saat melihat nama yang pemanggil terpampang di layar Ponselnya, dia sangat marah dan hampir membanting Ponselnya. "Dasar bajingan!" Dia mengumpat dengan kasar.Namun Adreno mengangkat panggilan.Terdengar suara Fic dengan begitu tenang dari ujung telepon."Halo Paman! Apa kamu senang dengan hadiah dariku?""Fico! Kenapa kamu melakukan semua ini? Apa yang kamu inginkan sebenarn
Fic masih mengangkatnya dagu Alika dan menatap matanya kemudian kembali bertanya. "Ayolah Alika. Kamu bisa mengulangi cerita, bagaimana kamu saat menolongku pada hari itu?" Suara Fic begitu lembut, tapi terdengar sangat mengerikan."Aku.." Alika berkata dengan gugup, kemudian menarik dagunya. Dia menundukkan wajahnya dan tidak berani menatap mata Fic. "Aku sudah tidak mengingatnya."Fic merasa ada yang aneh dan kembali bertanya. Tetapi kali ini dengan nada penuh penekanan."Sebaiknya kamu jangan berbohong Alika. Atau, aku akan membuatmu mati dengan cara menyedihkan." Alika sekarang semakin ketakutan. Tapi dia tetap tidak ingin kalah dan dia mengatakan, "Aku sungguh tidak mengingatnya lagi."Fic terlihat sinis dan mendorong tubuh Alika hingga terjatuh ke lantai.Fic kemudian pergi meninggalkan ruangan itu kembali disusul oleh Jefri.Setelah sampai di luar Fic kemudian menoleh pada Jefri dan berkata. "Gadis kecil yang menolongku hari itu menyeret tubuhku, bukan menggendongku. Dia juga
Tidak terdapat banyak foto di dalam album itu kecuali hanya beberapa foto saja. Tetapi itu mampu membuat jantung Fic berdetak sangat kencang."Foto itu? Dia.. dia siapa?" Fic bertanya pada Handoyo sambil menunjuk foto seorang gadis kecil yang memakai Gaun Tuan Putri. Foto yang mirip dengan foto penyelamatnya yang ia miliki."Apa.. Apa dia Alika?" Tanya Fic dengan ragu ragu karena kembali cemas jika foto itu benar benar foto Alika.Handoyo menoleh pada Foto itu."Ah iya, aku lupa. Ketika berada di rumah, Aku menemukan Album foto ini di kamar milik Erina dulu. Ini adalah miliknya. Aku sengaja membawa kemari untuk menyerahkan pada Erina. Dia tidak mempunyai foto kenangan masa kecil selain ini. Pasti dia akan saat senang." Handoyo menyerahkan Album foto itu pada Fic."Berikan pada istriku Tuan Fic. Dia akan sangat senang menerimanya." Tangan Fic sedikit gemetaran ketika menerima uluran Album Foto tersebut.Pikirannya masih linglung dengan apa yang baru saja ia lihat. Dia kembali membuka
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H