Suasana bahagia tengah menyelimuti diri Devan. Rania yang mau kembali menerima cinta nya setelah sekian lama kedua nya berpisah, membuat lelaki bertubuh jangkung itu tak mampu menyembunyikan kebahagiaan di dalam diri. Pria itu mengabadikan moment-moment bahagia nya dan Rania malam ini. Memotret menu-menu yang tersaji di atas meja, kebersamaan kedua nya, juga cincin berlian yang kini tersematkan di jari manis Rania. Cincin sebagai pengikat, Rania telah kembali menjadi milik nya. Devan segera mengunggah di akun I* milik nya, tidak perduli tanggapan orang-orang nanti pada nya dan Rania, sebab dia dan Sarah baru saja berpisah. Dan, tak lupa sebuah caption manis Devan sematkan untuk ibu dari anak nya itu. MY LOVE RANIA. Setelah berhasil mengunggah, Devan mengurai senyum di wajah-dan ternyata sedari tadi Rania memperhatikan pria itu. "Dev---," panggil Rania dengan lembut, dan Devan segera berpaling menatap Rania dengan tatapan penuh tanda tanya, " Apa, yang membuatmu tersenyum?" lanjut
Unggahan Devan tentang diri nya yang akan kembali menikah dengan Rania--tentu sangat membuat publik heboh. Baru saja membuat heboh media dengan batal nya pernikahan nya dan Sarah, kini pria itu kembali mempublikasikan hubungan nya dan Rania, dan yang lebih mencengangkan kalau kedua nya akan segera menikah. Sarah. Sampai saat ini wanita itu belum berani kembali menunjukkan wajah nya kembali ke muka umum. Di luar sana masih panas-panas nya orang membicarakan dia, apa lagi nama nya cukup dikenal masyarakat luas-sebagai seorang Desicner perhiasan, juga anak dari Akio Haruto. Namun, tentu nya Sarah tidak benar-benar menganggur, wanita cantik itu tetap kerja dari rumah-memantau usaha nya lewat on-line. Sarah saat ini tengah sibuk dengan laptope nya. Begitu khyusuk, menatap satu-persatu desain perhiasan yang telah tersimpan dalam falsdisck. Saat begitu fokus dengan kegiatan nya--tiba-tiba gawai milik Sarah berdering, tanpa melihat siapa yang melakukan panggilan telepone wanita cantik itu s
Pernikahan Devan, dan Rania hari ini saja sudah membuat nya begitu kesal, sebab seharusnya yang menempati posisi sebagai pengantin wanita nya adalah Sarah, bukan Rania putri tiri nya. Hampir seharian ini mama Winda menghabiskan waktu di depan layar televisi menonton beberapa channel yang menayangkan cuplikan-cuplikan akad nikah Devan dan Rania, yang di adakan disalah satu tempat suci. Menolak untuk hadir karena memiliki harga diri yang tinggi, namun tetap saja terselip rasa penasaran di dalam diri Ibu satu anak itu. "Pasti wanita miskin itu saat ini tengah menyombongkan diri sebab pada akhir nya anak nya yang menikah dengan Devan, bukan anakku-Sarah!" gerutu mama Winda dengan wajah masam nya, tak sudi lagi menonton mama Winda memindah channel. Gerakan jari mama Winda melambat saat mendapati salah satu stasiun yang menayangkan siang langsung, di mana papa Akio dan keluarga Wijaya, juga Rania, tengah melakukan jumpa pres. Penasaran apa yang akan disampaikan dalam jumpa pers itu mama W
Pernikahan Devan dan Rania, kian membawa duka dan lara di hati seorang Sarah Silviana Aksara. Belum juga luka itu sembu dengan kandas nya pernikahan nya dan Devan, kini dia kembali mendapatkan luka baru yang digoreskan oleh pria yang sama. Suara dering telepone menyapa gawai milik Sarah yang tersimpan di atas cabinet kecil. Sarah yang tengah termenung dalam kesendirian nya, seketika mengalihkan pandangan pada asal suara. Mengusap jejak yang masih tertinggal pada kedua pipi, satu tangan Sarah terulur menggapai HP milik nya. Dahi Sarah berkerut samar, setelah mendapati nama Della--yang tertulis pada layar HP nya. Della adalah orang kepercayaan dari wanita cantik itu. "Hallo." Suara serak Sarah menyapa. "Maaf-Bu, kalau saya mengganggu waktu anda." "Katakan, Della-ada apa? Apakah, ada sesuatu yang penting?" tanya Sarah, dengan nada suara nya yang terdengar menuntut. "Maafkan saya, Bu. {Dan, mendengar perkataan maaf membuat mimik wajah Sarah berubah, perasaan nya pun mulai was-was}
Ucapan mama Winda membuat ketiga sosok itu terperanjat, dan melupakan perasaan khawatir mereka pada Sarah. Papa Akio nampak marah, sementara Devan sudah menduga hal ini pasti akan terjadi. Pria itu segera mendekat pada Rania, Devan seperti ingin melindungi sang istri--takut, kalau tiba-tiba mama Winda melakukan sesuatu yang tidak di-inginkan. "Apa, yang kamu katakan-Winda?! Mana bisa kamu mengatakan seperti itu. Rania, dan Ani, tidak ada kaitan nya dengan apa yang terjadi pada Sarah! Dan, kamu pun tahu itu. Jadi, berhenti menyalahkan orang lain!" protes papa Akio dengan wajah yang sudah dibalut emosi, pria berdarah Jepang itu tidak terima dengan apa yang mama Winda katakan tentang mantan istri juga putri nya. Mama Winda tersenyum getir, hati nya kian perih dengan pembelaan dari papa Akio, "Kamu, bilang--semua ini tidak ada kaitan nya dengan Ani, dan juga Rania?" ujar nya, menjeda ucapan sejenak, saat sesak semakin membelenggu di dalam rongga dada. Mama Winda menghembuskan napas ny
Mendapati kedatangan Deni membuat mimik wajah Sarah berubah. Wanita yang merupakan lulusan salah satu universitas di Inggris itu segera memalingkan wajah nya sejauh mungkin, suasana hati nya yang sudah buruk semakin saja bertambah buruk dengan kedatangan dari anak buah dari Devan itu, Melihat Sarah yang langsung membuang muka akan kedatangan nya, menciptakan amarah di dalam diri Deni--apa lagi saat memory itu kembali terhantar pada kebohongan yang Sarah ciptakan untuk sang Tuan, membuat kebencian di dalam diri Deni semakin saja menjadi. "Dia, pikir hanya dia saja yang tidak menyukai-ku?! Asal dia tahu aku lebih tidak menyukai nya lagi! Dia benar-benar wanita yang tidak tahu malu!" gerutu Deni dalam hati, sembari melirik tajam pada Sarah yang masih memalingkan wajah. Rasa benci nya yang teramat sangat membuat Deni seolah melupakan dia di mana kini, dan sedang berada dengan siapa. Lelaki tampan itu masih saja setia melemparkan tatapan penuh kebencian nya pada Sarah, Deni seperti lupa
Wajah Devan berkerut samar, saat membuka pintu kamar--pria bertubuh jangkung itu mendapati Rania yang mengusap air mata. "Sayang---, kau menangis?" Lontaran pertanyaan, di-iringi dengan alunan langkah kaki mengalihkan pandangan Rania dari wajah sang bayi. Senyum kecil terukir di wajah ibu satu anak itu, setelah mendapati kedatangan suami nya. "Dev," gumam nya--dengan senyum yang tetap terukir di wajah. Saat telah berada di depan Rania--Dev, yang menyimpan rasa penasaran akan apa yang membuat Rania bersedih, segera duduk berjongkok, kini bola mata hitam pekat pria itu begitu dalam dan tajam menatap mata bening Rania. "Katakan. Apa, yang membuat mu menangis?" tanya Devan dengan lembut, pria itu masih menatap sang istri dengan tatapan yang masih sama. "Aku bahagia," sahut Rania, dan jawaban dari mulut wanita itu menciptakan kebingungan di wajah Devan. Hal bahagia apa, yang membuat sampai istri nya itu meneteskan air mata. Setidak nya-itu'lah yang ada di dalam isi kepala Devan.
Sarah telah kembali ke kamar rawat nya. Wanita berdarah Indonesia-Jepang itu terlihat masih sangat terpukul dengan meninggalnya sang Bunda, Sarah terus menangis dan menyalahkan papa Akio dengan apa yang terjadi. "Ini semua gara-gara, Papa! Gara-gara Papa mama sampai melakukan hal ini. Kalau Papa tidak memberikan perhatian lebih pada mantan istri--Papa, itu! Pasti Mama tidak akan melakukan hal ini. Papa tidak memikirkan perasaan Mama dan aku, Papa hanya memikirkan wanita itu dan Rania!" hardik Sarah dengan nada penuh emosi, air mata pun semakin saja deras mengalir. "Papa, akui Papa salah. Namun, semua itu murni karena Rania. Papa menjalin komunikasi dengan mama Ani, tidak ada yang lebih!" tegas papa Akio, pria berdarah Jepang itu berusaha meyakinkan Sarah dengan apa yang dia katakan. "Papa, bohong! Itu semua karena Papa masih memiliki perasaan pada wanita itu! Papa memang hanya mencintai wanita itu, bukan Mama!" Rasa kecewa yang teramat sangat, membuat nada suara Sarah kian mening
5 bulan kemudian Oeek---- Oeek---- Suara tangisan bayi menggema di dalam ruangan operasi, dan suara tangisan bayi yang terdengar, membuat sosok-sosok dewasa itu seketika mengucapkan rasa syukur. "Selamat ya, Deni, akhir nya kamu sudah menjadi ayah," ujar Devan, menghampiri Deni dan memeluk sebentar pria itu. "Terima kasih Tuan," ujar Deni, dengan senyum lepas di wajah--kebahagiaan nyata terlihat di wajah pria itu, di mana binar bahagia nyata terlihat di bola mata nya. "Deni----," panggil Rania beberapa menit kemudian. Datang nya sosok Rania, mengembangkan senyum di wajah Deni, namun ada nya air mata yang dia temukan pada kelopak mata kakak angkat nya, membuat Deni pun tak mampu membendung kesedihan itu lagi. Bagi Deni, Rania adalah sosok kakak yang baik untuk nya. Melangkah menghampiri, Deni segera memeluk tubuh wanita itu saat sudah berada dekat dengan nya. "Kau, sudah menjadi seorang, ayah, Deni, selamat!" ujar Rania dengan lirih, sudah ada butir kristal yang mene
Kaget, dengan bola mata yang membeliak penuh. Namun, menyadari bagaimana sambutan nya dengan segera Rania, mengembalikan mimik wajah nya. "Maaf," ujar Rania dengan kikuk, wanita itu nampak salah tingkah merasa tidak enak hati pada Sarah. Sarah yang menunduk, seketika mendongak--iris hitam nya, begitu dalam dan tajam, menatap manik hitam Rania. Masih menatap, Sarah akhir nya bersuara. "Apakah, kau tidak akan memaafkan aku?" tanya Sarah dengan lirih, ada mendung yang sudah menyelimuti wajah cantik wanita itu bagaimana mendapati sambutan Rania akan permintaan maaf dari nya. Wajah Rania mendadak kaku, terperangah--sebab merasa Sarah sudah salah sangkah pada nya," Oh, bukan begitu maksudku, kau salah sangkah! Aku, sudah memaafkan mu, sejak kau mengijinkan Papa, dan Mamaku untuk kembali bersatu " jelas Rania. "Benarkah?" ujar Sarah dengan senyum yang mengembang di wajah, wanita yang sedang mengandung 4 bulan itu terlihat sumringah, bola mata nya pun berbinar bahagia. "Yaa!"
Dua Minggu kemudian Duduk berdampingan, namun walaupun duduk bersama, Sarah, maupun Deni tak ada yang saling berbicara. Ntah, apa yang ada dalam pikiran kedua nya, namun kedua sosok itu lebih memilih untuk diam. Suasana canggung begitu terasa. Ingin berbicara, namun--Deni bingung harus memulai nya dari mana. Sarah terus saja mendiam kan nya. Alhasil, Deni tetap dengan diam nya--dengan sesekali melirik kan pandangan nya pada Sarah. Mendapati Sarah yang meremas jari-jari nya, pria itu hanya bisa mendesahkan napas nya berat. "Aku seperti melihat orang lain. Padahal Sarah yang aku kenal, adalah sosok yang arogant, dan suka, banyak bicara!" gumam Deni dalam hati, dengan diam-diam menatap pada Sarah. Hening--- Hening--- Sampai kapan--mereka saling, diam? Setidak nya itu lah yang ada di dalam pikiran Deni saat ini. Tak, mampu menahan diri itu lagi--Deni memilih untuk bersuara terlebih dahulu. "Kenapa, kau tidak memberitahukan padaku--kalau kau, sedang mengandung?" ujar Deni
Malam hari "Rania----." Suara panggilan membuat lamunan panjang Rania membelah, wanita berambut indah itu seketika memindai pandangan nya pada asal suara. "Dev---,"gumam nya, saat mendapati kedatangan sang suami. Sebagai seseorang yang sangat mengenal baik Rania, tentu Devan tahu-seperti apa istri nya itu. Air muka yang Rania tunjukkan saat ini, Devan yakin ada sesuatu yang begitu membebani istri nya itu saat ini. "Kamu, baik-baik saja'kan?" tanya Devan. Menutup pintu ruangan, pria itu menyeretkan langkah berat nya menuju Rania. Rania tak langsung menyambut pertanyaan yang Devan layangkan. Pertanyaan yang pria itu berikan, kembali menyadarkan Rania atas kenyataan yang dia ketahui hari ini. Diam, iris hitam Rania begitu lekat, dan dalam, menatap manik hitam Devan. "Tidak! Aku tidak boleh memberitahukan hal ini pada Devan." Rania bermonolog dalam hati, wanita itu sedang berperang dengan suara hati nya sendiri. "Aku baik-baik saja!" sahut Rania, memutuskan pandangan-ber
Sarah telah kembali berada di dalam mobil. Namun, bukan nya langsung pergi meninggalkan area depan restorant, Desicner perhiasan itu justru masih setia tetap berada di sana. Begitu malu saat Rania melihat tanda merah di leher nya, membuat Sarah menenggelamkan wajah nya sedalam mungkin di antara bundaran setir, dengan tak henti-henti nya menggerutu. "Sebel! Sebel! Bagaimana, bisa aku seceroboh ini?!" gerutu Sarah, sembari memukul-mukul kuat bundaran setir. Puas meluapkan kekesalan nya, Sarah mendongak, dan wanita itu mendapati Rania yang melintasi depan mobil nya. Mendapati Rania yang tersenyum--Sarah yakin kalau saudara tiri nya itu tengah menertawakan diri nya. Masih setia memandang Rania, hingga berakhir diri nya mendapati Ibu satu anak itu yang berlalu dengan sebuah mobil mewah. Lama memandang, Sarah memutuskan pandangan setelah teringat rencana nya yang akan berziarah ke makam sang Bunda. Menghidupkan mesin mobil, dan berlalu pergi meninggalkan depan restorant. **** *****
Beberapa hari ini Devan merasa ada yang berbeda dengan Deni. Orang kepercayaan, juga adik ipar nya. Menurut Devan sedang tidak baik-baik saja. Deni yang selalu smart, dan selalu terlihat gentle, akhir-akhir ini nampak tidak bersemangat. Terus memandang, Devan yang selama ini memendam rasa penasaran nya akhir nya bertanya. "Bolehkah, aku bertanya sesuatu?" tanya Devan, dengan nada suara yang terdengar ragu. Deni yang tengah memandang wajah ponsel, seketika menengadah--pria itu menatap Devan dengan lekat-lekat. Devan tak langsung melontarkan pertanyaan. Di tatap nya wajah Deni lamat-lamat, lingkaran hitam pada kelopak mata, wajah yang kusut, seperti nya pria itu akhir-akhir ini kurang beristirahat. "Apakah, kau sedang ada masalah? Sebab yang aku perhatikan beberapa hari ini kau nampak murung. Mata mu pun nampak menghitam. Bukankah, aku jarang memberikan kau pekerjaan yang membuat kau lembur. Atau jangan-jangan, kau sering menghabiskan waktu di Klup malam bersama para wani
Beberapa menit kemudian "Apa, menginap di sini?!" sahut Deni. Bola mata nya membeliak, kaget juga sedikit shyok setelah mendengar keinginan Sarah barusan. "I-ya," sahut Sarah dengan ragu, sambutan Deni menciptakan mimik wajah yang berubah pada wanita itu. Sarah nampak menahan malu. "Nggak!" Deni menolak dengan tegas, dan penolakan keras dari pria itu menciptakan kekecewaan, juga sedih di wajah Sarah. Namun, hanya sesaat saja. Seketika wanita cantik berdarah Jepang Indonesia itu, kembali memohon pada Deni. Memegang tangan pria itu dengan erat-erat, dan menatap nya dengan memohon. "Den, aku mohon-kali ini saja. Aku sedang benar-benar membutuhkan seseorang untuk berkeluh kesah. Kematian Mama, dan hubungan ku dan Papa yang merenggang, membuat aku merasakan rumahku seperti di neraka," pinta Sarah. Memasang wajah memelas nya, Sarah menatap Deni dengan bola mata berair. "Bukankah, kau memiliki teman? Jika kau tidak nyaman berada di rumah mu, kau bisa pergi menginap di rumah mer
Waktu telah berada di pukul 11 malam. Di saat banyak penghuni bumi sudah menjemput alam mimpi nya, hal serupa tak berlaku bagi Sarah. Walaupun telah dilanda rasa kantuk yang teramat sangat--namun Desicner cantik itu tak kunjung dapat tidur. Bangkit dari tidur nya, Sarah mengacak-ngacak rambut nya frustasi. "Kenapa, aku terus memikirkan omongan Rania, terus-sih?!" gerutu Sarah, dengan wajah frustasi nya. Karena tak dapat kunjung tidur, berakhir Sarah memutuskan untuk pergi ke dapur. Dia akan mengambil beberapa cemilan ringan, dan juga minuman soda, guna untuk menemani nya menonton film. Kedua kaki Sarah telah memijak di lantai dasar. Akan melangkah menuju arah dapur, namun hal itu Sarah urungkan saat dari jauh lebih tak sengaja wanita berkulit putih itu mendapati keberadaan papa Akio. "Papa," gumam Sarah, dengan pandangan tak terputus dari papa Akio, di mana pria paruh baya itu tengah berdiri di depan jendela kaca besar, sembari melemparkan pandangan nya ke arah luar. Lama me
Beberapa menit menempuh perjalanan dengan kendaraan roda empat nya Sarah akhir nya kembali tiba di rumah nya. Namun, saat mobil milik nya telah terparkir wanita cantik itu tak langsung berlalu dari dalam mobil. Masih setia berada di kursi nya, dengan pandangan yang menerawang begitu jauh. Seperti ada sesuatu yang begitu membebani pikiran nya. Sekian detik berada di sana, Sarah akhir nya berlalu dari dalam mobil. Menyeretkan langkah kaki nya ke dalam rumah, Sarah mendapati suasana rumah yang dalam keadaan lengang. Menelusuri setiap sudut ruangan, Sarah nampak seperti tengah mencari sesuatu. Hingga, terdengar suara langkah kaki, dan dia mendapati kedatangan salah satu pelayan rumah. "Bibi----," panggil Sarah dengan setengah teriakkan, dan itu membuat pelayan tua itu menghentikan langkah kaki nya, dan menghampiri nya. "Nona," ujar nya dengan sopan. "Di mana, Papa?" tanya Sarah dengan nada suara nya yang terdengar menuntut. "Tuan Besar sedang berada di taman samping rumah," j