Aliesha tak tahu jawaban apa yang akan diberikannya pada Ben setelah pertanyaan tempo hari.Baginya Ben adalah seorang teman yang selalu ada untuknya dan bersikap baik. Aliesha paham kalau dia tak pernah mengecek backgruund siapa sebenarnya lelaki yang dekat dengannya beberapa bulan terakhir itu."Kalau menurut Bi Lastri gimana? Apa saya perlu bertanya tentang kepastian ini?" Aliesha gamang haruskah dia seriusi hubungan ini atau sekedar di perbatasan pertemanan saja."Non, kalau Bibi boleh usul, apa tidak sebaiknya diselesaikan dulu urusan proyek-proyeknya itu? Bagaimana nanti kalau sewaktu-waktu Non Aliesha malah terteror lagi?" Apa yang dikatakan Lastri ada benarnya juga.Jika dibiarkan berlarut-larut, masalah bukannya selesai tapi justru akan semakin rumit dan menumpuk."Iya, Bi. Betul juga saran Bibi sekarang." Aliesha menyambung pernyataan Lastri tadi. "Setahu saya, Noah sudah berusaha keras untuk menyelesaikan. Kapan hari saya ketemu di swalayan tempat saya belanja bulanan itu,
"Rujuk bagaimana maksud kamu, Noah?" Ayah Aliesha rupanya masih jeli dengan kalimat yang dia dengar."Kamu bisa saja seperti orang pernah menikah sebelumnya, Noah. Hahahaha..." Dia masih bisa mencerna kalimat yang diucapkan oleh lawan bicaranya.Dia masih bisa mencerna kalimat yang diucapkan oleh lawan bicaranya.Tawa ayahnya untuk pertama kali terdengar. Bi Lastri yang beberapa hari ini uring-uringan tampak bersemangat mendengar babak baru yang seru ini."Ya..." Noah tersipu malu. Sementara Aliesha sudah seperti orang kebakaran jenggot. Kalau dia tidak ingat sedang menggendong anaknya, mungkin dia sudah memukul kuat-kuat berondong muda itu."Kamu mau? Menikahi anakku yang sudah janda ini?" Ayahnya terlihat serius saat menanyakan itu pada Aliesha."Yah, aku kan harusnya juga ditanya. Jangan hanya Noah saja yang Ayah tanya-tanya." Protes Aliesha pada sang ayah.Sari dan Lastri saling berpandangan lalu tertawa."Kamu sudah tidak punya hak untuk menolak, Aliesha. Kamu itu janda. Kalau
"Jadi, semuanya ini..." Aliesha tak mampu melanjutkan kalimatnya."Semua pemuda yang di sini adalah sepupuku. Dan Benedict, kekasihmu itu adalah salah satu tangan kakekku. Orang yang menyuruhku untuk masuk ke keluargamu juga." Noah seolah mengejek Aliesha yang selama ini telah bodoh dan mudah diperdaya."Jadi, kalian sebenarnya saling mengenal?" Aliesha menutup mulutnya dan tak kuasa berlama-lama di situ."Betul, kekasihmu itu menjalankan misi yang seharusnya aku selesaikan..." Ucap Noah lagi.Telinga Aliesha seperti ditusuk dengan jarum."Tidak mungkin... bagaimana bisa...." Aliesha lagi-lagi menangisi hal ini.Dia tak bisa membiarkan ini terjadi di keluarganya. Bagaimana bisa dia membiarkan lelaki asing yang merupakan musuh keluarganya masuk di kehidupannya setelah Noah?Betapa dirinya telah dibutakan oleh cinta."Kalian semua tidak ada yang bisa dipercaya!"Aliesha berlari ke luar ruangan.Dia menuju parkiran depan yang tak lagi terlihat dari dalam. Dia berlari sekuat tenaga untuk
"Kakek, apa maksud Kakek dengan memberinya penawaran?" Noah meragukan kalimat kakeknya sendiri. Dia tahu betul kelihaian dan kelicikan kakeknya dalam berbicara. Ricky juga sudah mengingatkannya berkali-kali agar tidak menelan kalimatnya mentah-mentah. "Noah, kuharap kamu sebagai cucu kandungku, kamu tidak gegabah juga. Hahaha." Tawanya terdengar menggema di seluruh ruangan yang kosong itu. "Kakek, suruh Benedict juga untuk menghentikan aksinya. Biarkan Aliesha hidup tenang. Aku berjanji aku tidak akan menghubungi dia lagi. Aku akan melupakannya dan menikah dengan siapapun yang Kakek mau!" ucap Noah sungguh-sungguh. Dia ingin Aliesha tak lagi menderita dan kena karma yang sebenarnya adalah kesalahan yang harusnya ditanggung akibatnya oleh ayahnya saja. Sejak ayahnya menikah lagi, Noah tahu betul penderitaan dan kerja keras yang harus dilalui oleh Aliesha saat dia menjadi sopir pribadinya. "Ckckck, mantra apa yang digunakan oleh Aliesha
Di tengah perjalanan pulang, Aliesha tak lagi membahas soal rencana kakeknya. Dia menganggap itu hanya sebatas omong kosong untuk menakutinya.Lelaki setua itu tega sekali menghancurkan keluarganya.Kini dia dengan merasa tak bersalah sama sekali."Siapa yang menyangka kalau kamu semudah itu goyah dengan pendirianmu?" Noah tampak gelisah dengan keputusan Aliesha yang begitu mudah setuju."Noah, aku tidak punya pilihan lagi selain setuju. Aku tidak mau keluargaku kena teror terus. Lebih baik aku mengikuti saja apa mau kakekmu.""Dengan menikahi Benedict? Yang benar saja kamu, Aliesha!" Noah yang menyetir mobil untuk mengantar Aliesha pulang, menambah kecepatannya."Apa salahnya? Sebelumnya kami memang berencana untuk ke jenjang yang lebih serius, bukan?" Aliesha bersikukuh dengan pendirian. Baginya entah Noah atau Benedict itu akan sama saja.Keduanya sama-sama tidak berkata jujur dan berniat untuk menuruti perintah kakeknya memb
"Tuan, maaf. Sepertinya Nona Aliesha tidak berkenan untuk melanjutkan ini..." Noah tak bisa menceritakan secara langsung apa alasan yang sebenarnya.Tuan Martin yang sedang hilang ingatan tentu akan sulit menerima dan mencerna.Tidak mungkin dia berkata kalau dia adalah cucu dari musuh besarnya dan ia diutus untuk membalas dendam, lalu benar-benar jatuh hati setelah menikahi Aliesha. Jelas nanti Tuan Martin akan memutus hubungan persahabatan baru yang dibuat dengan Noah."Lho memangnya apa kurangmu? Kamu ganteng, tidak diragukan lagi. Kamu bahkan pantas jadi ayahnya si kembar. Warna mata kalian sama, agak biru-biru gitu..." Tuan Martin beralasan dan sepertinya itu memang benar."Kamu punya pekerjaan dan kupikir itu sudah cukup untuk membuktikan kalau nanti kamu bisa bertanggung jawab dengan istri dan anak-anakmu." Analisa Tuan Martin masih berlanjut."Tuan, Nona Aliesha sudah punya pilihannya sendiri yang jelas saya jauh darinya. Saya sebenarnya...
Badan Aliesha hampir merasa kejang karena kepiawaian Noah dalam memainkan jemarinya. "Noah, kumohon..." iringan suara Aliesha sesekali keluar. Sekuat apa pertahananmu, Aliesha. Tunjukkan padaku!Noah menantangnya. Lama kelamaan, wanita itu harus mengakui kekalahannya dan menyerah saat itu juga. Bahkan sekarang Aliesha-lah yang memulai berinisiatif. Tanpa perlu diceritakan lagi, Noah sudah hafal dengan kemauan wanita cantik itu di luar kepala. Keduanya menyalurkan perasaan yang bercampur baur antara dendam, benci, marah, kesal serta rindu dan cinta yang terpendam lama. Sesudah sentuhan yang terjadi karena campur tangan langit itu, Aliesha sedikit membuat jarak. Seolah setelah dia kenyang, dia sadar apa yang telah dia lakukan. Tubuhnya menggeliat merasakan panas namun hatinya masih terasa ngilu dan dingin. "Aliesha..." Noah mencoba memeluknya dari belakang. Meski Aliesha sebegitu merindukan lelaki in
"Ke mana Aliesha, kenapa tidak ikut makan malam?" Kakeknya bertanya pada Benedict yang terlihat sendirian saat di meja makan. Semua cucu-cucu dan anaknya hadir di meja panjang itu, seperti malam-malam sebelumnya. Keluarga mereka memiliki tradisi untuk makan malam bersama di akhir pekan. Noah yang duduk di ujung meja hanya bisa makan dengan setenang mungkin. Dia tak menunjukkan eskpresi apa-apa. Sang kakek sempat melirik namun akhirnya pura-pura bertanya pada kedua anaknya, Papa Noah dan Benedict. "Are you okay?" Ricky yang selalu duduk bersebelahan memastikan keadaan Noah baik-baik saja. Dia mengangguk. Tak lama kemudian, sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Semua mata tertuju pada Aliesha yang tampil menawan dengan balutan baju berwarna putih. Benedict membukakan kursi untuknya dan menatakannya kembali saat dia duduk. "Terima kasih." Ucap Aliesha lirih. Hati Noah seperti terkena goresan pisau. Menyaksikan Aliesha bergabung di meja makan namun duduk di samping sepupuny