"Jadi, semuanya ini..." Aliesha tak mampu melanjutkan kalimatnya."Semua pemuda yang di sini adalah sepupuku. Dan Benedict, kekasihmu itu adalah salah satu tangan kakekku. Orang yang menyuruhku untuk masuk ke keluargamu juga." Noah seolah mengejek Aliesha yang selama ini telah bodoh dan mudah diperdaya."Jadi, kalian sebenarnya saling mengenal?" Aliesha menutup mulutnya dan tak kuasa berlama-lama di situ."Betul, kekasihmu itu menjalankan misi yang seharusnya aku selesaikan..." Ucap Noah lagi.Telinga Aliesha seperti ditusuk dengan jarum."Tidak mungkin... bagaimana bisa...." Aliesha lagi-lagi menangisi hal ini.Dia tak bisa membiarkan ini terjadi di keluarganya. Bagaimana bisa dia membiarkan lelaki asing yang merupakan musuh keluarganya masuk di kehidupannya setelah Noah?Betapa dirinya telah dibutakan oleh cinta."Kalian semua tidak ada yang bisa dipercaya!"Aliesha berlari ke luar ruangan.Dia menuju parkiran depan yang tak lagi terlihat dari dalam. Dia berlari sekuat tenaga untuk
"Kakek, apa maksud Kakek dengan memberinya penawaran?" Noah meragukan kalimat kakeknya sendiri. Dia tahu betul kelihaian dan kelicikan kakeknya dalam berbicara. Ricky juga sudah mengingatkannya berkali-kali agar tidak menelan kalimatnya mentah-mentah. "Noah, kuharap kamu sebagai cucu kandungku, kamu tidak gegabah juga. Hahaha." Tawanya terdengar menggema di seluruh ruangan yang kosong itu. "Kakek, suruh Benedict juga untuk menghentikan aksinya. Biarkan Aliesha hidup tenang. Aku berjanji aku tidak akan menghubungi dia lagi. Aku akan melupakannya dan menikah dengan siapapun yang Kakek mau!" ucap Noah sungguh-sungguh. Dia ingin Aliesha tak lagi menderita dan kena karma yang sebenarnya adalah kesalahan yang harusnya ditanggung akibatnya oleh ayahnya saja. Sejak ayahnya menikah lagi, Noah tahu betul penderitaan dan kerja keras yang harus dilalui oleh Aliesha saat dia menjadi sopir pribadinya. "Ckckck, mantra apa yang digunakan oleh Aliesha
Di tengah perjalanan pulang, Aliesha tak lagi membahas soal rencana kakeknya. Dia menganggap itu hanya sebatas omong kosong untuk menakutinya.Lelaki setua itu tega sekali menghancurkan keluarganya.Kini dia dengan merasa tak bersalah sama sekali."Siapa yang menyangka kalau kamu semudah itu goyah dengan pendirianmu?" Noah tampak gelisah dengan keputusan Aliesha yang begitu mudah setuju."Noah, aku tidak punya pilihan lagi selain setuju. Aku tidak mau keluargaku kena teror terus. Lebih baik aku mengikuti saja apa mau kakekmu.""Dengan menikahi Benedict? Yang benar saja kamu, Aliesha!" Noah yang menyetir mobil untuk mengantar Aliesha pulang, menambah kecepatannya."Apa salahnya? Sebelumnya kami memang berencana untuk ke jenjang yang lebih serius, bukan?" Aliesha bersikukuh dengan pendirian. Baginya entah Noah atau Benedict itu akan sama saja.Keduanya sama-sama tidak berkata jujur dan berniat untuk menuruti perintah kakeknya memb
"Tuan, maaf. Sepertinya Nona Aliesha tidak berkenan untuk melanjutkan ini..." Noah tak bisa menceritakan secara langsung apa alasan yang sebenarnya.Tuan Martin yang sedang hilang ingatan tentu akan sulit menerima dan mencerna.Tidak mungkin dia berkata kalau dia adalah cucu dari musuh besarnya dan ia diutus untuk membalas dendam, lalu benar-benar jatuh hati setelah menikahi Aliesha. Jelas nanti Tuan Martin akan memutus hubungan persahabatan baru yang dibuat dengan Noah."Lho memangnya apa kurangmu? Kamu ganteng, tidak diragukan lagi. Kamu bahkan pantas jadi ayahnya si kembar. Warna mata kalian sama, agak biru-biru gitu..." Tuan Martin beralasan dan sepertinya itu memang benar."Kamu punya pekerjaan dan kupikir itu sudah cukup untuk membuktikan kalau nanti kamu bisa bertanggung jawab dengan istri dan anak-anakmu." Analisa Tuan Martin masih berlanjut."Tuan, Nona Aliesha sudah punya pilihannya sendiri yang jelas saya jauh darinya. Saya sebenarnya...
Badan Aliesha hampir merasa kejang karena kepiawaian Noah dalam memainkan jemarinya. "Noah, kumohon..." iringan suara Aliesha sesekali keluar. Sekuat apa pertahananmu, Aliesha. Tunjukkan padaku!Noah menantangnya. Lama kelamaan, wanita itu harus mengakui kekalahannya dan menyerah saat itu juga. Bahkan sekarang Aliesha-lah yang memulai berinisiatif. Tanpa perlu diceritakan lagi, Noah sudah hafal dengan kemauan wanita cantik itu di luar kepala. Keduanya menyalurkan perasaan yang bercampur baur antara dendam, benci, marah, kesal serta rindu dan cinta yang terpendam lama. Sesudah sentuhan yang terjadi karena campur tangan langit itu, Aliesha sedikit membuat jarak. Seolah setelah dia kenyang, dia sadar apa yang telah dia lakukan. Tubuhnya menggeliat merasakan panas namun hatinya masih terasa ngilu dan dingin. "Aliesha..." Noah mencoba memeluknya dari belakang. Meski Aliesha sebegitu merindukan lelaki in
"Ke mana Aliesha, kenapa tidak ikut makan malam?" Kakeknya bertanya pada Benedict yang terlihat sendirian saat di meja makan. Semua cucu-cucu dan anaknya hadir di meja panjang itu, seperti malam-malam sebelumnya. Keluarga mereka memiliki tradisi untuk makan malam bersama di akhir pekan. Noah yang duduk di ujung meja hanya bisa makan dengan setenang mungkin. Dia tak menunjukkan eskpresi apa-apa. Sang kakek sempat melirik namun akhirnya pura-pura bertanya pada kedua anaknya, Papa Noah dan Benedict. "Are you okay?" Ricky yang selalu duduk bersebelahan memastikan keadaan Noah baik-baik saja. Dia mengangguk. Tak lama kemudian, sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Semua mata tertuju pada Aliesha yang tampil menawan dengan balutan baju berwarna putih. Benedict membukakan kursi untuknya dan menatakannya kembali saat dia duduk. "Terima kasih." Ucap Aliesha lirih. Hati Noah seperti terkena goresan pisau. Menyaksikan Aliesha bergabung di meja makan namun duduk di samping sepupuny
Akankah selamanya hari mendung seperti beberapa hari sebelumnya? Warna langit yang ditunggunya sejak tadi tak kunjung beruhah."Ambilkan aku cokelat hangat, Aliesha!" Setelah bekerja di kamar menggunakan laptop kantor, Ben menyuruh istrinya untuk menyiapkan minuman favoritnya.Wanita berleher jenjang itu bangkit dari tempat duduknya di dekat jendela lalu berangsur keluar kamar.Tatapannya masih sayu karena sudah hampir tiga hari dia tak berkunjung ke rumah. Aliesha tak berani meminta izin pada suaminya karena terang-terangan Ben melarang untuk pulang ke rumahnya."Ini." Sekitar sepuluh menit kemudian, barulah Aliesha kembali ke kamar tidurnya membawa satu mug cokelat panas yang dibawanya dari dapur."Panas sekali! Aku minta cokelat hangat. Kenapa kamu bawa saat masih panas begini?" Suara keluhan itu hampir dia dengar setiap hari.Bayangan tentang romantisnya rumah tangga yang akan mereka bina nampaknya tak akan menjadi nyata.Menyesal? Tentu saja Aliesha merasakannya. Tapi, dia tak pu
Nama yang terucap bukanlah namanya. Benedict belum mengantuk, jadi dia bisa yakin kalau nama yang dingengungkan oleh Aliesha adalah nama sepupunya.Ben serta merta menjauhi tubuh Aliesha, merasa telah dibohongi oleh wanita yang telah mencuri hatinya."Noah..." Tangan Aliesha mencari-cari lengan yang tadinya menghangatkan tubuhnya.Entah sekarang sudah berada di mana. Tempat di sebelahnya kosong dan terasa dingin.Rupanya Ben keluar dari kamarnya lalu bertemu tak sengaja dengan Noah yang baru saja sampai dari bandara.Tangannya masih membawa koper dan jaket terselip di lengan kanannya."Kenapa pulang jam segini?" Diliriknya jam dinding yang sudah menunjukkan waktu lewat jam 12 malam."Delay." Itu saja jawaban Noah dan terus melangkah dengan kopernya."Jangan tidur dulu, aku mau bicara!"Semenjak Ben menjalankan misi mendekati Aliesha, kedekatan persaudaraan mereka telah lenyap. Dulu sebelum ini, keduanya seper