*** Di luar ruangan, Samantha berjalan dengan langkah berapi-api. ‘Sialan! Aku tidak bisa diam saja. Aku harus mencaritahu, kenapa Daddy menyebut Bibi Annelies putrinya?!’ batin gadis itu amat kesal. Dia melihat Dan Theo berdiri di depan ruangan-tempat Annelies dan Logan mengobrol. Gadis itu mempercepat langkah dengan tatapan penuh emosi. “Minggir! Daddy ada di dalam bersama jalang itu ‘kan?!” dengus Samantha sengit. Dan Theo hanya menatapnya dingin. Samantha pun menuju pintu dan berniat membukanya, tapi sial pintu itu terkunci dari dalam. “Daddy! Buka pintunya!” Samantha mendecak seiring tangannya yang kini menggedor pintu. Meski tak ada sahutan, gadis itu terus menggedor seakan ingin mendobraknya. “Apa yang kalian lakukan di dalam? Daddy, aku butuh penjelasan. Kenapa Bibi Annelies … tidak! Itu tidak mungkin ‘kan, Daddy?! Daddy, tolong buka—” Belum selesai ocehan Samantha, tiba-tiba terdengar bunyi tembakan keras dari dalam ruangan. Gadis itu tersentak dan lansung menutup tel
“Mereka menguncinya?!” Annelies bertanya tegang di dekapan Dan Theo.Melihat sorot mata sang pria yang bengis, Annelies sudah tahu jawabannya.Ya, saat Logan keluar usai mendengar teriakan kebakaran, dia malah meminta Casper mengunci Annelies dan suaminya di ruangan tersebut. Bahkan Casper memberitahu petugas keamanan bahwa sudah tidak ada orang di dalam sana.“Dan Theo, turunkan aku,” tukas Annelies mulai cemas.Rahang sang pria mengeras, lalu menyahut, “tenang saja, aku akan membawamu keluar.”‘Tadi aku sudah merusak kuncinya, harusnya pintu ini tidak bisa terkunci!’ batin Dan Theo melanjutkan.Saat itulah asap mulai menyusup dari ventilasi dan celah di bawah pintu. Manik Annelies kian lebar karena agaknya kebakaran di luar sangat serius. Akan berbahaya jika mereka tetap mendekam di dalam, terlebih luka tembak di lengan kiri Dan Theo semakin parah. Annelies tak tega membiarkannya.“Turunkan aku dulu, darahmu terus keluar,” ujar Annelies bersikeras.Itu benar, Dan Theo juga merasakan
***“Dokter, bagaimana kondisi suami saya?” Annelies bertanya buncah saat tenaga medis itu keluar ruang ICU.Sang Dokter melepas maskernya, lalu membalas, “pasien belum sadarkan diri setelah kami mengeluarkan pelurunya. Tapi Anda tidak perlu khawatir, karena pasien akan segera pulih. Anda bisa membesuknya setelah kami memindahnya ke ruang rawat.”Kecemasan Annelies seketika terkikis. “Terima kasih, Dokter.”Cloe yang sejak tadi menemaninya pun ikut menunduk hormat begitu sang dokter pergi.Dia mendekati Annelies, lalu berkata, “Anda bisa istirahat, Direktur. Tuan Dan Theo sudah baik-baik saja.”“Terima kasih, Nona Cloe. Tapi saya tidak apa-apa. Saya akan menunggunya di ruang rawat,” sahut Annelies bersikeras.Ya, dia melihat sendiri Dan Theo rela terluka untuknya. Jadi Annelies tak mau lepas tangan begitu saja.“Baiklah, tapi setidaknya Direktur juga harus mengobati luka itu,” tutur Cloe menatap telapak tangan Annelies.Lawan bincangnya pun membalik tangannya dan baru sadar, kalau dia
“Ya, dia menggigit lidahnya sendiri saat aku bertanya tentang keberadaan Velos!” tukas Kaelus menahan geram. Ekspresi Dan Theo berubah sinis. Mangsa yang sudah di tangan malah lenyap sebelum dia gunakan. “Ada yang aneh. Dia sempat bilang kalau Velos dan organisasi kita yang menyerang mereka saat transaksi di benua Woll. Bahkan dia menyinggung pria rambut putih itu penembak gila. Berarti memang benar itu Velos!” Kaelus melanjutkan dengan rahang mengeras. “Tapi kenapa wanita geng Ceko itu malah menyebut Velos sudah mati karena dilempar ke laut?!” Kaelus membuang pandangan. Tangannya mengusap dagu dengan kasar seraya melajutkan. “Aku tidak tahu, siapa di antara mereka yang berbohong!” Dan Theo paham, emosi Kaelus akan lebih berjalan dibanding akalnya jika menyangkut Velos. Dia tidak bisa berpikir tenang karena terlalu cemas pada adiknya tersebut. “Di mana wanita itu sekarang?” Dan Theo bertanya dingin. “Di markas Ratz. Dia sudah menemukan Raica Ruby dari club Blue Dragon dan kau tah
Kaelus melirik sopir taksi yang membawa Annelies seraya mendecak, “brengsek! Apa dia suruhan Logan? Dan Theo bisa menghajarku jika sesuatu terjadi pada Annelies!”Lelaki itu pun menginjak gas kian dalam. Dia berusaha menghadang, tapi sopir taksi itu menyadari bahwa Kaelus mengejarnya, hingga dia melesat semakin kencang.“Hah … Dasar! bajingan ini mau main-main denganku!” cibir Kaelus dengan gigi terkatup.Dirinya memegang kemudi amat kuat. Dengan tatapan tajam, Kaelus pun membanting setir hingga mobilnya menyenggol taksi tadi. Seketika itu taksi di sebelahnya hilang kendali, bahkan keluar jalur dan nyaris menabrak pembatas jalan.Sopir di dalamnya memicing ke samping sembari mendengus marah. “Sialan! Apa dia gila?!”“Aku rasa dia butuh pelajaran!” sambungnya yang lantas memacu taksi itu kembali ke jalur utama.Mobil Kaelus hendak menyalip, tapi taksi itu malah menghantamnya dari sebelah, hingga Kaelus tak bisa menghadang dari depan.“Matilah, brengsek!” maki Sopir taksi itu kebak amar
“Kaelus?!” Annelies memekik panik.Manik hazelnya berubah selebar cakram melihat lelaki gondrong itu ambruk di dekat roda taksi.‘Hah … dia tertembak?’ batinnya yang lantas mendekat.Tanpa diduga Kaelus malah mengacungkan pistol pada Harvey, yang memegang sisa air keras dalam botol.Ya, awalnya Harvey berniat merusak wajah Annelies dengan air keras, jika wanita itu menolak pergi bersamanya. Dengan begitu, tidak akan ada lelaki yang menerima Annelies selain Harvey. Tapi, dia langsung menggunakan air keras itu, saat Kaelus menodongkan pistol padanya. Harvey sengaja menyiram wajah Kaelus hingga tembakannya meleset. Beruntungnya, wajah Kaelus masih aman sebab dia segera menghalangi air itu dengan lengannya. Kaelus yang hilang fokus, langsung ditendang Harvey sekuat tenaga hingga tersungkur ke aspal.“Brengsek! Siapa kau sebenarnya?” decak Harvey memicing tajam. “Aku sangat sibuk, tapi beraninya kau ikut cam—”“Argh!”Belum usai kata-kata Harvey, tiba-tiba Kaelus menembak kaki kirinya. Dia
“Di mana dia sekarang?!” Logan bertanya tajam.“Kami membawanya ke markas, Tuan,” sahut Casper.Logan meletakkan cerutunya ke asbak dan lantas berdiri. Casper segera meraih jas hitam dari sofa, lalu membantu Logan memakainya.“Saya meminta mereka menahannya sampai Anda datang,” katanya.“Baiklah, kita ke markas dulu,” tukas Logan dengan ekspresi dinginnya.“Baik, Tuan!” Casper menyambar tegas.Mereka melangkah keluar mansion dan langsung menuju markas antek-antek Logan.Begitu tiba di sana, seorang lelaki bertubuh gempal langsung membuka gerbang. Bahkan beberapa antek yang berjaga di pelataran pun membungkuk hormat.“Selamat datang, Master!” tukas sang antek menyambut.Tanpa basa-basi, dia langsung memandu Logan dan Casper menuju ruangan di sisi barat. Rupanya saat pintu dibuka, ada antek lain di dalamnya. Semua pasang mata memicing karena antek bertato kalajengking itu diam-diam memberi minum, pada orang yang ditahan di sana.“Sedang apa kau sialan?!” Casper mendecak geram.“Ma-maste
“Aku jadi penasaran, kenapa Big Boss malah melepaskan wanita geng Ceko itu?” tukas bawahan Dan Theo sambil memasang earpiece di telinganya. Rekannya yang bermanik hitam pun menyambar, “dari mana kau tahu? Bukankah dia sandera yang penting?”“Entahlah. Sepertinya terjadi sesuatu. Tadi malam aku lihat Big Boss datang ke markas memakai baju pasien rumah sakit. Mungkin lengannya tertembak karena berbalut perban,” sahut anak buah Dan Theo tadi.Mendengar pembiacaraan itu, rasa curiga Annelies kian membengkak. ‘Hah! Dan Theo memakai baju pasien dan lengannya juga tertembak. Tidak salah lagi, mereka pasti membicarakan … ah!’ Annelies segera menjeda ucapannya dalam batin, saat tak sengaja menginjak ranting di dekat tempatnya sembunyi.Seketika itu, perhatian para lelaki tadi terusik. “Kau dengar sesuatu?” Rekannya menatap waspada seraya menerka, “penyusup?!”Tatapannya terarah pada dinding di depan mereka. Alis lelaki itu mendapuk, dengan sigapnya dia merogoh pistol dan berjalan mengendap
"Tuan Velos, kenapa Anda kembali?" tukas J4 saat berpaling ke belakang. Ya, kini mereka sedang berada di markas geng Ceko untuk mengawasi produksi Raica Ruby. Velos lebih dulu masuk karena J4 masih bertelepon dengan seseorang. Tapi alih-alih menjawab J4, Velos malah menyidik, "apa yang kau sembunyikan?""A-apa maksud Anda? Saya tidak menyembunyikan apapun. Mari, kita harus segera melihat proses produksinya 'kan?"J4 Melangkah lebih dulu. Tatapannya yang sinis, memicu rasa curiga Velos menebal. Jelas sekali dugaan Velos tak pernah meleset.'Bajingan ini! Kau tidak bisa membodohiku!' umpat Velos dalam batin.Dirinya menyusul anak buah Eugen itu, lalu mendecak berang, "J4!"Tanpa menunggu lelaki tersebut menoleh, Velos langsung merengkuh bahunya dengan kasar. Bahkan dia tak segan melayangkan pukulan amat keras. Tapi sial, refleks J4 cukup bagus. Dia dengan sigap membalas pukulan Velos. Kepalan tangannya mengincar wajah pria tersebut, tapi beruntung Velos menghindar dengan gesit.'Siala
“Ayah! Saya tidak menyetujui pernikahan ini!” Dan Theo berujar tegas. Sorot matanya amat tajam, seakan mengibarkan bendera perang pada Anthony. Namun, ayahnya juga tak gentar. Lelaki itu mengeraskan rahangnya seraya menimpali tedas. “Keputusan itu bukan ada di tanganmu, Theodore!”Tanpa menunggu balasan sang putra, Anthony langsung keluar dari ruangan tersebut. Eugen dan beberapa bawahannya pun menunduk hormat. “Awasi dia, jangan biarkan siapapun masuk. Panggil dia nanti malam saat keluarga Howard datang!” tukas Anthony memerintah. Eugen mengangkat kepala seraya menjawab tegas. “Baik, Tuan Besar!”Hingga malam harinya, Eugen benar-benar membebaskan Dan Theo. Ketika anak buahnya sibuk melepas ikatan rantainya, Eugen pun memberitahukan jadwal acara malam nanti. “Big Boss, pukul delapan malam keluarga Howard akan mendatangi Caligo. Tuan Besar meminta Anda bersiap dari sekarang,” tukas Eugen yang terus menatap Dan Theo. Lawan bincangnya yang bungkam, justru membuatnya was-was. Seba
Dan Theo melirik sekitar sembari memaki dalam batin, ‘sialan! Eugen dan anggotanya pasti membawaku ke Sociolla!’Asumsi pria itu semakin kuat kala mengingat ruangan ini. Dulu, Dan Theo remaja pernah disekap berbulan-bulan di tempat ini. Dirinya disiksa habis-habisan, bahkan betisnya tertembak tiga peluru karena mencoba kabur dari mansion Caligo. Itu saat Anthony memaksa Dan Theo membunuh manusia untuk pertama kalinya!Ya, meski Dan Theo berhasil menyelesaikan tugas berat itu, tapi dirinya nyaris gila. Anthony memaksanya melenyapkan sekelompok penyusup keesokan harinya. Setiap hari, jumlah orang yang harus Dan Theo bunuh semakin bertambah. Ini benar-benar mengikis kewarasannya. Bahkan beberapa anak angkat Anthony lainnya bunuh diri karena hilang akal. Di antara mereka, hanya Dan Theo yang mendekati kesempurnaan dan mampu bertahan di bawah tekanan Anthony. Semakin lama Dan Theo menyadari bahwa dirinya akan menjadi mesin pembunuh. Dia yang tak ingin melakukannya lagi, diam-diam keluar d
“J4?” Kaelus merapatkan alisnya begitu melihat tamu yang datang.Velos yang berada di sampingnya tak kalah heran. Tidak biasanya orang-orang Anthony mendatangi San Carlo langsung.“Tuan!” Lelaki berambut lurus panjang yang terikat ke bawah itu memberi salam hormat.“Ada apa kau datang ke sini, J4? Apa kau bersama Eugen?” tukas Velos menyelidik.Ya, Velos tau dia bawahan Eugen. Terakhir kali Eugen datang untuk mengawasi kinerja Dan Theo tentang Raica Ruby. Velos menebak masalah kali ini tak jauh beda.Lelaki yang dipanggil dengan kode nama J4 itu kembali mengangkat tatapan tegasnya.“Saya sendirian, Tuan Velos. Saya datang atas perintah Ketua,” tuturnya.Velos menatap lebih lekat, lalu menimpali, “katakan!”“Permintaan Raica Ruby meningkat tiga kali lipat. Ketua ingin saya ikut mengawasi proses produksi di San Carlo,” sahut J4 menjelaskan.“Tunggu, kau bilang tiga kali lipat. Bukankah ini gila?!” Kaelus langsung menyambar dengan keras.Pasalnya, untuk memenuhi satu kuota produksi, memb
“Tolong beri jalan. Saya harus segera menyusulnya!” tukas Annelies yang berusaha keluar.Namun, perawat perempuan di hadapannya langsung berkata, “Nyonya, ini sudah malam. Sebaiknya Anda kembali istirahat.”“Ti-tidak! Mereka akan membawanya pergi. Jika aku tidak menyusulnya, aku akan kehilangan jejak Dan Theo!” Annelies menyambar dengan tatapan panik.Sang suster mengernyit. Irisnya melirik ke sekitar ruang rawat dan tidak mendapati suami Annelies di sana. Dia pun curiga ada suatu hal, sebab tak biasanya pria itu meninggalkan istrinya sendiri. Jika tidak menunggu di depan, biasanya Dan Theo memang menemani Annelies di dalam ruang rawat saat wanita itu terlelap.“Nyonya, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Perawat tadi menyidik.“Se-seseorang, hah … tidak, ada beberapa orang yang membawa pergi suamiku!” Annelies merengkuh tangan Perawat tadi dengan buncah. “Suster, tolong hentikan mereka. Tolong beritahukan pada penjaga untuk menangkap mereka!”Mendengar itu iris sang perawat langsung
“Big Boss!” Eugen menunduk hormat saat Dan Theo menghampirinya.Ya, beberapa bulan tak bertemu, orang kepercayaan pemilik organisasi Caligo itu tampak lebih garang. Meski Dan Theo tidak begitu menyukai Eugen, tapi dia tak pernah melupakan jasanya yang telah mempertaruhkan nyawa dan terluka berat, demi menyelamatkan Annelies dulu.“Bicaralah, waktumu hanya sepuluh menit!” tukas Dan Theo disertai ekspresi datarnya.“Tuan Anthony meminta Anda kembali ke Sociolla, Big Boss!” sahut Eugen langsung ke inti.Mendengar itu, kening Dan Theo langsung mengenyit. Ayahnya pasti tidak akan menurunkan perintah karena hal sepele. Dan dia sepertinya tahu alasannya.“Jika karena masalah Jesslyn, katakan pada Ayah untuk tidak khawatir. Aku akan menanganinya sendiri dan kembali ke Sociolla kalau sudah waktunya.” Dan Theo berujar tenang, tapi sorot matanya tampak menggertak.“Ini tidak sesederhana yang Big Boss pikirkan,” balas Eugen terlihat berani. “Jika bisa selesai semudah itu, Tuan Anthony tidak akan
“Annelies, kau tahu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu!” Dan Theo berkata tenang, tapi sorot maniknya menyimpan getaran.Sang istri mengencangkan lehernya. Membayangkan Dan Theo memasangkan cincin, bahkan memeluk Jesslyn, sungguh menyesakkan dadanya.“Tidak, kau sudah menjadi miliknya sebelum bertemu denganku,” sahut Annelies dengan tatapan dingin. “Kau menipuku. Kau membuatku bergantung padamu dan tidak bisa hidup tanpamu. Kau sudah berhasil, Dan Theo. Pasti sangat menyenangkan melihatku seperti orang bodoh selama ini!”“Istriku—”“Sekarang pergilah. Pergi dan jangan muncul di hadapanku lagi!” Annelies segera menyambar tanpa memberi suaminya kesempatan bicara.Bahkan wanita itu langsung melengos. Dia benar-benar tak ingin melihat wajah Dan Theo.Namun, sang pria yang duduk di sebelah brankarnya tak bisa memaksa. Dan Theo tahu Annelies pasti kesal padanya.Dengan penuh sesal, dia lantas berkata, “maafkan aku, Annelies. Aku akan meninggalkan buburnya di sini. Aku mohon, makanlah sed
“Annelies?” Dan Theo melebarkan irisnya dengan bingung.Pria itu menilik sang istri lebih lekat, lalu ragu-ragu bertanya, “istriku, kau … tidak mengenaliku? Aku—”“Saya tidak mau bicara dengan orang asing. Tolong pergilah!” Annelies menyahut pelan, tapi raut wajahnya sangat muram.“Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah. Aku akan memanggil Dokter untuk memeriksamu!” Dan Theo berujar cemas.Ya, bagaimana mungkin dia tetap tenang kalau sang istri tidak mengingatnya? Dan Theo bingung, padahal kepala Annelies tidak membentur sesuatu. Sebab itu, dirinya berniat segera memanggil dokter.Namun, belum sampai beranjak, Annelies lantas berkata, “Dokter sudah cukup memeriksa. Saya hanya ingin Anda pergi, Tuan Theodore Caligo!”Wanita tersebut lebih meninggikan nada di akhir kalimatnya. Dan itu membuat sang pria tertegun dengan alis menyatu.“Annelies, apa yang baru saja kau katakan? Kenapa kau ….” Dan Theo tiba-tiba meredam ucapannya sendiri.Agaknya dia tahu, kenapa Annelies mengambil sikap
‘Kau tahu, Nona tidak menerima kegagalan!’ batin anak buah Jesslyn sambil menginjak gas mobilnya amat dalam.Ya, dia sengaja menabrak sang rekan yang tak berhasil menyuntikkan racun pada Annelies. Jesslyn memang memberinya perintah untuk menghabisi rekannya itu jika dia gagal.Lelaki itu merasakan guncangan keras saat menabrak rekannya tadi. Alih-alih berhenti, dia hanya melirik sekilas dari kaca spion dan mendapati sang rekan terkapar di tengah aspal. Tapi bukannya peduli, lelaki tersebut malah semakin memacu mobilnya dengan kencang.Antek Jesslyn itu melirik bangku samping mobilnya dan baru menyadari topi rekannya tertinggal di sana.“Aish, brengsek!” Lelaki tersebut mengumpat geram.Dia lantas meraih topi tadi dan membuangnya dari jendela. Kakinya menginjak pedal gas lebih dalam, membuat kendaraannya melaju cepat menuju jembatan San Manila.Ya, setelah cukup lama mengemudi, lelaki itu berbelok dan menuruni bawah jembatan layang di area sungai San Manila. Di sana Jesslyn sudah menun